(Bagian Kedua dari Gonjang-ganjing sekte Al-Zaytun)
Di artikel sebelumnya, saya sudah merinci beberapa ciri utama dari sebuah sekte (baca di sini). Al-Zaytun memiliki beberapa ciri utamanya. Untuk memperkaya informasi mengenai beberapa sekte yang pernah membuat gempar di dunia, di bawah ini adalah beberapa yang beritanya juga sempat menggembarkan Indonesia.
David Koresh hapal kitab sucinya, bahkan ia mengaku sering berkomunikasi dengan Tuhan. Nampaknya itu berguna untuk meyakinkan pengikutnya.
Karena kejahatan yang dilakukannya, termasuk poligami, dan pedophilia, di tahun 1993 aparat hukum Amerika menyerbu markas sektenya di Waco, Texas. David Koresh melawan dengan senjata, lalu puluhan orang tewas, termasuk anak-anak.
Shoko Asahara yang tuna netra mendirikan Sekte Hari Kiamat di tahun 80an dengan pengikut lebih dari 10.000 orang. Pengikutnya bukan sembarangan, karena berpendidikan tinggi dan berprofesi bagus. Beberapa kejahatan yang dilakukan oleh Asahara membuat pemerintah Jepang berusaha menurutup sektenya. Karena itu, Asahara menyerang sebuah stasiun bawah tanah di Tokyo dengan gas sarin di tahun 1995. Tiga belas orang tewas, dan puluhan orang harus dirawat di rumah sakit. Shoko Asahara dihukum gantung pada tahun 2018 baru-baru ini.
Jim Jones memiliki ribuan pengikut saat masih di Amerika (Indiana) sepanjang tahun 1955-1978. Lalu Jim Jones mengajak pengikutnya ke Guyana di Amerika Selatan untuk bunuh diri di tahun 1978. Untungnya tidak semua mau, namun 900 orang mati bunuh diri bersamanya.
Baghwan Rajneesh yang lebih dikenal sebagai Osho menjadi terkenal di Amerika sebagai spiritualist, lalu wafat di India tahun 1990 setelah "kabur" dari "kejaran" aparat hukum Amerika. Ia memiliki pengikut di berbagai negeri maju di dunia. Kata-katanya sering dikutip hingga hari ini, meski ia memiliki mobil Rolls-Royce hampir 100 unit.
Rajneesh adalah salah satu gambaran pemimpin sekte yang disangka mulia, hebat, tahu segalanya, bahkan suci.
Penutup
Sekte dan pimpinannya adalah gambaran yang cukup jelas dari seorang sociopath yang berbahaya bagi masyarakat, namun disangka orang suci, relijius, dekat dengan Tuhan, baik, hebat, pintar, sukses, spesial, dll. Orang seperti ini tidak harus mengelola sebuah sekte, tapi bisa juga berada di pucuk sebuah parpol, perusahaan, organisasi, atau lembaga negara.
Membahas sekte sama pentingnya dengan membahas gerakan fasis. Sekte dan gerakan fasis berpusat pada pimpinannya. Tidak bisa ada dialog atau kritik, karena pimpinan sudah pasti dianggap benar.
Sekte menyasar mereka yang ingin dekat dengan Tuhan, sedangkan gerakan fasis menyasar mereka yang ingin negerinya lebih baik.
Sekte menunggangi satu atau beberapa agama yang sudah ada, sedangkan gerakan fasis menunggangi demokrasi untuk mendirikan pemerintahan autocratic atau dictatorial yang justru bertentangan dengan demokrasi.
Sekte menyalahkan ajaran atau agama sebelumnya dan lalu membuat klaim ajarannya adalah ajaran baru yang lebih benar, sedangkan gerakan fasis menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang dianggap gagal, agar ia memiliki legitimasi untuk membangun pemerintahan baru yang katanya lebih hebat.
Biasanya sekte tidak bertahan lama, demikian juga pemerintahan fasis. Hitler dan Partai Nazi adalah contohnya. Namun ada juga yang bisa bertahan hingga puluhan tahun, seperti beberapa pemerintahan komunis di masa lalu.
Awal sebuah gerakan fasis mungkin seperti sebuah gerakan nasionalis, tetapi mereka memiliki tujuan yang sama: mengubah negara demokratis menjadi negara di mana hanya mereka yang membuat semua aturan.
Dalam buku berjudul "How Fascism Works" (2018), Jason Stanley mengeksplorasi bagaimana berbagai politisi fasis mencapai kekuasaan di seluruh dunia. Bahasannya termasuk juga fasisme yang ada di jaman sekarang. Stanley meneliti bagaimana gerakan fasis mendistorsi nasionalisme, menggunakan propaganda dan kebohongan, merendahkan pendidikan, dan menjadikan kaum minoritas sebagai kambing hitam. Semua itu mirip dengan cara kerja para pimpinan sekte.
M. Jojo Rahardjo
Menulis ratusan artikel & video seputar neuroscience sejak 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H