Tahun 1956, beberapa bulan setelah Nasser terpilih menjadi presiden pertama Republik Mesir, ia membulatkan tekad dan memusatkan kekuatan militernya untuk menasionalisasikan Terusan Suez yang sebelumnya dikuasai oleh Perancis & Inggris. Lalu Perancis & Inggris meresponnya dengan mengirimkan pasukan perang ke Terusan Suez.
"Berkat" campur tangan Amerika & Soviet, akhirnya Perancis & Inggris menarik pasukan perangnya dari Terusan Suez. Mesir di bawah kepemimpinan Nasser akhirnya mengusai Terusan Suez yang memang secara geografis berada di wilayah Mesir.
Rakyat Mesir dan rakyat di berbagai belahan negeri di Timur Tengah mengelu-elukan Nasser sebagai pahlawan bangsa Arab yang berani dan berhasil melawan para penjajah. Demikian pula rakyat di negara-negara dunia ketiga, termasuk juga Indonesia.
Kalah Perang dengan Israel di Tahun 1967
Mungkin karena pernah menang perang di Terusan Suez, Nasser kemudian di tahun 1967 nekat bersama-sama dengan negara-negara Arab mengeroyok Israel sekali lagi. Sayang sekali, seperti sudah disebut di atas, Israel memenangkan peperangan dengan gemilang.
Karena kekalahan telak ini, Mesir kehilangan banyak wilayahnya, jatuh ke tangan Israel. Nasser yang wafat di tahun 1970 lalu digantikan oleh Anwar Sadat yang kemudian berupaya membawa Mesir berdamai dengan Israel. Upaya Sadat itu harus dibayar sangat mahal. Sadat dibunuh pada tahun 1981 oleh kelompok agama garis keras di Mesir yang menganggap Sadat pengkhianat, karena bersikap baik pada Israel.
Terbunuhnya Sadat semakin menegaskan apa yang telah disepakati oleh negara-negara Arab selepas kalah perang 6 hari di 1967 itu, yaitu "No peace with Israel, no negotiation with Israel, no recognition of Israel." Three Noes (tiga sikap NO atau menolak) itu disampaikan di Kartoum, Sudan, 1 September 1967, saat para pemimpin negara-negara Arab berkumpul membicarakan sikapnya pada Israel yang mengalahkan mereka hanya dalam waktu 6 hari sebelumnya.
Penutup
Negara-negara Arab tentu saja sekarang sudah berubah banyak. Mesir yang dahulu selalu ikut dalam gelombang permusuhan dengan Israel, sekarang sudah mengusung "the recognition of Israel's right to exist". Bersama dengan Mesir, ini daftar negara-negara Arab yang sudah mengakui Israel: Mesir, Jordania, United Arab Emirates (UAE), Bahrain, Sudan, Morocco. Saudi Arabia meski belum mengakui secara resmi, namun sudah memiliki beberapa hubungan kerjasama yang erat, seperti penerbangan komersial sudah terjalin sejak 2020 lalu.
Nampaknya Konflik Israel-Palestina sudah menunjukkan titik terangnya menuju hidup bersandingan secara damai. Namun sayangnya, Hamas yang sekarang "memimpin" warga Palestina masih terus menggaungkan "perang" dengan Israel, padahal para petinggi Hamas diberitakan oleh berbagai media internasional hidup mewah di Doha, Qatar, bukan di Gaza di kamp pengungsian warga Palestina. Sayangnya juga masih banyak masyarakat Indonesia yang berdonasi untuk kesejahteraan warga Palestina, namun tidak tahu persis donasinya apakah betul-betul sampai kepada warga Palestina atau kepada petinggi Hamas di Doha.
Politisi Indonesia nampaknya kekenyangan dengan kemewahan atau dengan berbagai previlege yang mereka sandang, sehingga lupa untuk memperbaiki kapasitasnya yang semakin hari semakin kedodoran. Mengenai itu, Gus Dur dulu pernah menyebut mereka: "seperti anak TK".