Ciri ini memang menonjol, meski sebenarnya muncul karena ia tak memiliki kemampuan untuk mengenali atau merasakan emosi orang lain seperti sudah disebut di nomor 5 yang juga berarti tidak memiliki kemampuan untuk mengakui adanya perspektif orang lain. Ia menjadi cenderung mengabaikan kepentingan orang lain atau hak orang lain, bahkan jika perlu dilanggarnya. Ciri ini membuatnya mudah banget untuk melakukan pelanggaran hak orang lain, pelanggaran hukum atau norma.
9. Impulsive Nature
Tak ada seorangpun yang mampu memiliki alasan bagus untuk melakukan kekerasan apalagi pembunuhan jika ia memiliki pikiran yang normal. Namun ia mampu memiliki alasan bagus itu, padahal tidak cukup jelas kesalahan apa yang dilakukan Brigadir Joshua kepadanya atau kepada istrinya. Di pengadilan bukti-bukti mengenai apa yang dituduhkan kepada Joshua dianggap kosong. Saat memutuskan untuk membunuh Joshua, ia didorong oleh salah satu kecenderungannya, yaitu impulsive nature. Itu karena satu bagian di otaknya, yaitu prefrontal cortex (PFC) memang kurang berinteraksi dengan baik dengan beberapa bagian otak yang lain, terutama jika ia sedang pada kondisi tertentu, misalnya stres. Padahal interaksi antar bagian di otak ini, terutama dengan PFC menghasilkan pikiran waras, termasuk juga menghasilkan empathy.
10. Aggresive Behaviour
Dari beberapa kisah mengenai dirinya, ia sering memilih langkah menyerang atau mendahului langkah orang lain, karena kuatir "dikalahkan". Itu terlihat dari karirnya yang moncer mengalahkan banyak rekan yang selevel atau bahkan yang levelnya lebih tinggi. Di media beredar kabar tentang bagaimana ia "kejam" pada para tersangka yang sedang diperiksanya. Itu karena ia tergolong bad tempered, alias gampang marah atau meledak. Ia cenderung ingin cepat mendapat pengakuan dari para tersangka hanya berdasar pada asumsinya semata. Kata agresif di orang seperti ini sering terpelintir menjadi kata ambisius yang memiliki konotasi positif.
Penutup
Sekali lagi, bahasan tentang mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo di atas adalah sebuah spekulasi semata, bukan diagnosa, karena hanya berdasar pada apa yang beredar di berbagai media. Meski demikian, bahasan psychopathy didasarkan pada sains dan penulis terbuka untuk berdiskusi.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H