New Normal adalah istilah yang muncul karena adanya pandemi. Kita dihadapkan pada sikap baru yang menjadi terasa normal setelah dikepung pandemi selama beberapa tahun, seperti menggunakan masker di tempat umum, bekerja di rumah, isolasi mandiri, menunggu datangnya masa vaksinasi reguler, menjaga immune system, dan lain-lain.
Tapi apakah betul kita berada di era new normal?
Menjaga kesehatan atau menjaga immune system seharusnya menjadi topik populer di era new normal. Benarkah begitu? Nampaknya tidak, karena diskusi atau seminar online tentang itu sudah mereda. Saat tak ada ancaman virus mematikan, maka orang akan kembali abai pada cara menjaga kesehatannya. Artikel ini membahas tentang beberapa cara menjaga kesehatan yang berdasarkan riset sains yang mendapat hadiah Nobel dan yang menjadi industri dunia bernilai miliaran dollar.
Pernah dengar Autophagi?
Autophagy mendapat Nobel Prize di 2016 untuk apa yang ditemukan oleh Yoshinori Ohsumi (biologist), yaitu sel dapat melakukan recycle atau memperbaharui dirinya sendiri (autophagy). Berpuasa mengaktifkan autophagy yang kemudian dengan sendirinya melambatkan proses penuaan.
Tinggal puasa aja, lalu awet muda, karena tetap sehat. Apa yang bisa dijual dari temuan ini? Mungkin cara puasanya yang bisa dijual, misalnya melalui buku atau berbagai seminar. Autophagy memang memicu berbagai riset lanjutan yang sayangnya menemukan ada efek samping dari autophagy, yaitu autophagy tidak terjadi di semua sel. Sel di otak sebagai contoh tidak mengalami autophagy, bahkan bisa memicu neurodegenerative disease.
Puasa yang alami sebenarnya sudah kita lakukan sejak kecil tanpa kita sadari, yaitu sejak makan malam, pukul 1900 dan berakhir pukul 0700 (12 jam). Gak heran jika makan pagi disebut breakfast, bukan?
Pernah dengar Telomere?
Temuan Elizabeth Blackburn tentang fungsi telomere (berada di tiap ujung chromosomes) yaitu menjadi pengukur ageing (usia biologis) kita melalui panjang atau pendeknya. Telomere ini ternyata memendek jika kita mengalami stres yang panjang dan berat. Artinya telomere menjadi kurang mampu "melindungi" sel, sehingga kita mudah terkena penyakit atau sel mudah berubah menjadi sel kanker, dan otomatis mengalami penuaan dini. Di Indonesia kita sudah bisa mengukur panjang telomere. Harganya tentu gak murah.
Elizabeth Blackburn juga dapat Nobel Prize di 2009. Temuan Blackburn ini juga gak populer, karena cara menurunkan tingkat stres ada banyak sejak lama. Apalagi banyak orang menolak jika disebut bisa atau mudah mengalami stres. Banyak yang ngomong gini: saya ini rajin ibadah kok, mana mungkin stres. Saya ini selalu berpikir positif kok, dan lain-lain yang menunjukkan ketidaktahuan mengenai sains tentang stres yang berkembang.
Pernah dengar Mindfulness?
Yang ini (mindfulness) gak dapat hadiah Nobel, tapi bisa dijual dengan mahal, alias populer padahal diangkat dari tradisi meditasi yang usianya sudah ribuan tahun.
Meditasi sejak 2 dekade terakhir bahkan sudah berkembang menjadi mindfulness industry yang nilainya miliaran dolar per tahun. Apa yang dijual? Cara meditasi, alat-alat penunjuang meditasi, buku, seminar, musik, video, termasuk juga memberships di meditation center secara online atau offline. Di Bali banyak banget meditation center, bukan? Harus bayar mahal pula, karena sudah menjadi destinasi wisata.
Revolusi mindfulness dimulai pada tahun 1979, saat Jon Kabat-Zinn dari Universitas Massachusetts memperkenalkan mindfulness untuk mengganti kata meditation agar mudah diterima masyarakat Barat. Ia berhasil dengan programnya yang bernama MBSR, Mindfulness-Based Stress Reduction untuk pasiennya yang sedang mengalami berbagai penyakit mematikan.
Penutup
Kabat-Zinn gak dapat Nobel Prize, namun berhasil dalam jualannya, karena menawarkan solusi yang spesifik. Sedangkan Yoshinori Ohsumi dan Elizabeth Blackburn mungkin gak menawarkan solusi. Ia hanya menemukan sesuatu dan berhenti di situ?
Mindfulness memang populer di dunia, karena menjadi industri miliaran dolar, namun mindfulness populer di kalangan mereka yang mampu bayar. Di Indonesia MBSR juga sudah ada yang menyediakan, namun mahal banget. Gak semua mampu membeli MBSR. Padahal tinggal Google doang tentang bagaimana cara mempraktikkan mindfulness. Sayangnya gak semua orang mampu melakukan riset dengan Google.
Itu sebabnya saya sudah menulis ratusan artikel dan juga ratusan video untuk memberikan alternatif pada masyarakat mengenai praktik mindfulness yang mahal itu. Ratusan artikel & video saya tentu saja gratis, gak bayar.Â
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H