Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Stres, Kebahagiaan, Produktivitas

7 November 2022   17:41 Diperbarui: 17 Maret 2023   10:34 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Untuk para gen-Xers dan para millennials, baca ini: Ada 1 skill penting yang harus mereka kuasai, jika ingin memiliki produktivitas yang tinggi atau mencapai prestasi tinggi di bidang apapun. Skill itu berkaitan dengan pengetahuan tentang stres yang menjelaskan bagaimana stres terjadi setiap hari dan bagaimana stres menurunkan produktivitas dan pencapaian dalam hidup. Bagi yang tidak tertarik untuk menjadi produktif atau memiliki pencapaian tinggi dalam hidup, stop membaca artikel ini.

Stres dengan berbagai tingkatan menghantam setiap orang setiap hari atau pada saat yang tidak diduga, namun kebanyakan orang mengabaikan dampak yang ditimbulkan oleh stres.

Gambar: https://www.pixypaper.com/
Gambar: https://www.pixypaper.com/
Meski artikel ini membahas tentang stres, namun akan juga otomatis menyinggung soal kebahagiaan. Mengapa?

Kebahagiaan terlalu rumit untuk dipahami kebanyakan orang, sehingga ada banyak definisi kebahagiaan yang tersedia. Coba saja Google soal kebahagiaan. Bahkan beberapa definisi yang ada berbunyi aneh atau lucu. Padahal sains dalam beberapa dekade terakhir telah menyediakan definisi baru dari kebahagiaan, yaitu kondisi positif pada otak yang menjadikannya berfungsi maksimal. Definisi ini tentu definisi baru yang lebih saintifik, meski terdengar tidak filosofis.

Tanpa kondisi positif di otak itu (definisi kebahagiaan yang baru) menjadi sulit bagi kita untuk produktif, atau mendapatkan pencapaian yang tinggi (prestasi) di berbagai bidang. Tanpa kondisi positif di otak itu juga membuat kondisi kesehatan tubuh menjadi menurun. Di saat otak dalam kondisi positif itulah kita merasa hidup kita berjalan dengan lancar, tanpa rasa cemas, marah, benci, takut, kesepian dan segala macam emosi negatif lainnya.

Sementara itu produktivitas sering dipahami sebagai sebuah hasil akhir dari pengembangan mindset dengan menguasai sejumlah strategi. Jika kita berusaha untuk mengubah mindset, maka kita akan bisa lebih produktif. Demikian yang biasa kita pahami mengenai produktivitas. Meski itu tidak salah, namun masyarakat sekaligus menganggap produktivitas adalah sebuah proses yang "mewah", yakni membutuhkan proses belajar atau latihan yang rumit dan mahal.

Membangun mindset, atau mempelajari strategi, atau proses mempelajari sesuatu yang baru, tentu membutuhkan otak yang berfungsi maksimal. Bahkan juga tubuh yang sehat. Padahal kita setiap hari bisa saja dihantam stres yang menurunkan fungsi otak kita dan menurunkan kesehatan tubuh kita. 

Inilah sebabnya skill untuk menghadapi stres menjadi penting.
 

Bagaimana Stres Merusak Otak

Dampak stres seharusnya menjadi topik yang harus lebih sering diperbincangkan, karena dampaknya yang cukup luas atau besar. Jika dampaknya bisa dipahami, maka cara menangani stres menjadi terlihat penting.

"Stress might lead to memory loss and brain shrinkage" (stres dapat merusak kemampuan menyimpan dan mengambil memori dan mengakibatkan penyusutan volume otak, yang artinya menurunnya fungsi otak), demikian disimpulkan dari sebuah study dari Dr. Sudha Seshadri, professor of neurology at UT Health San Antonio (lihat di sini: Stress might lead to memory loss and brain shrinkage, study says).

Mereka yang masih berusia 40-50 tahun, namun memiliki kadar cortisol (hormon stres) yang tinggi, terlihat sudah mengalami kerusakan memori, dan menurunnya kemampuan kognitif. Tidak hanya itu volume otaknya pun menyusut lebih awal dari usianya (lihat di sini: Study associates stress with impaired memory, reduced brain size in middle age).

Kita tahu rentang usia itu (40-50 tahun) adalah saat kritis dalam berbagai karir atau saat yang paling penting untuk menjadi lebih produktif atau mendapatkan pencapaian tinggi. Namun gara-gara stres (yang memicu keluarnya hormon cortisol secara berlebihan), maka fungsi otak bisa menurun yang tentu saja bisa menjadi ganjalan untuk menjadi produktif dan lain-lain.

Riset yang dikerjakan oleh Dr. Sudha Seshadri ini melibatkan 2.232 participants dan juga menyertakan pakar dari Harvard Medical School; the National Heart, Lung, and Blood Institute; Boston University School of Medicine; the University of California, Davis, at Sacramento; and UT Health San Antonio.

Jadi masyarakat memang tak banyak yang mendalami, bahwa dampak stres yang paling signifikan adalah turunnya fungsi otak. Setidaknya ada 2 fungsi otak yang utama, yaitu: 1.  fungsi kognisi dan mental, dan 2. fungsi untuk mengatur kesehatan tubuh. 

Jika fungsi kognisi dan mental menurun, maka itu artinya menurun pula kemampuan memberi solusi, proses kreatif, inovasi, dll. Itu juga berarti menurunkan produktivitas, dan bahkan merusak perilaku baik. 

Dan yang terakhir stres merusak kesehatan tubuh.

Apa saja yang bisa memicu stres? Dan pemicu yang mana yang bisa menghasilkan stres tingkat tinggi?

Setidaknya ada 2 pemicu stres yang utama: 1. Dari luar diri kita, 2. Dari dalam diri kita.

1. Ada banyak peristiwa yang terjadi di sekitar kita atau menimpa diri kita yang berkategori negatif, seperti penyakit, kecelakaan, orang yang melakukan sesuatu yang buruk pada kita, kehilangan penghasilan atau pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai, mengalami perlakuan diskriminatif, berada dalam situasi sulit, seperti bencana alam atau bencana sosial, dan lain-lain.

2. Mind-wandering yang menjadi kecenderungan pikiran manusia, yaitu pikiran yang melayang-layang saat terjaga, meski kita sedang melakukan suatu pekerjaan yang membutuhkan fokus atau perhatian, seperti sedang bekerja atau berbicara dengan orang lain. Pikiran kita cenderung untuk melayang-layang sebanyak 47% saat terjaga memikirkan apapun yang nyaris tidak bisa dikontrol dan bisa disadari. Saat pikiran melakukan mind-wandering ini, maka sains menemukan bahwa inilah saat kita merasa kurang bahagia. Mind-wandering bisa saja berisi pikiran yang positif atau menyenangkan, namun riset menunjukkan, bahwa itu tetap sebuah kondisi yang dirasakan kurang membahagiakan. Apalagi jika itu pikiran yang negatif atau yang mencemaskan. Pikiran yang menurunkan kebahagiaan ini disebut sebagai penyebab bertambahnya tingkat stres (lihat di sini: Does Mind-Wandering Make You Unhappy?).

Jadi stres adalah sebuah kondisi di otak yang negatif. Artinya otak menjadi berfungsi tidak maksimal. Sedangkan definisi sains untuk kebahagiaan sebagaimana sudah disebut di awal artikel ini, adalah kondisi otak yang positif, yang menjadikannya berfungsi maksimal. Namun stres mengubah kondisi otak menjadi negatif atau menurun fungsinya.

Penutup

Tentu pertanyaannya: bagaimana cara efektif untuk menurunkan tingkat stres agar fungsi otak kembali menjadi maksimal? Lagi-lagi berbagai riset sains sudah tersedia di berbagai media. Tentu yang dimaksud adalah riset sains terakhir, yaitu setidaknya dari masa 2 dekade terakhir. Ada beberapa cara untuk menurunkan tingkat stres yang riset sainsnya sudah bertebaran di mana-mana di seluruh dunia, yaitu:

1. Meditasi
2. Bersyukur (menulis jurnal positif)
3. Olahraga (menggerakan tubuh tiap hari)
4. Berbuat kebajikan
5. Membangun relationships (tali silaturahim) dengan semua orang
6. Makanan yang tepat menurut sains.

M. Jojo Rahardjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun