Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Empat Tahun Gempa dan Tsunami di Sulawesi Tengah

27 September 2022   15:23 Diperbarui: 13 Februari 2023   22:15 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu satu artikel di CNBC Indonesia mencoba meramaikan kembali soal potensi gempa besar dan tsunami di pulau Jawa terutama  di bagian Barat (klik di sini). Mungkin soal ini diangkat kembali oleh CNBC Indonesia untuk memperingati Gempa & tsunami besar di Sulteng pada 28 September 2018 lalu. Namun biasanya soal potensi gempa besar di bagian barat pulau Jawa ini bakal cepat sekali mereda atau dilupakan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam beberapa hari atau minggu kemudian.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga sudah berkali-kali mengingatkan masyarakat soal potensi gempa & tsunami besar ini. Ia selalu menambahkan, bahwa peringatan ini disampaikan bukan untuk menakut-nakuti, tetapi agar semua pihak terdorong untuk merancang mitigasi bencana. Mitigasi dibutuhkan untuk menurunkan jumlah korban dan besarnya angka penanggulangan bencana (setelah bencana terjadi nanti).

Peringatan tentang adanya potensi gempa & tsunami besar ini sudah disampaikan selama bertahun-tahun terakhir ini oleh banyak ahli geologi dan ahli kebencanaan. Namun nampaknya masyarakat malah mengira itu cuma isapan jempol belaka. Padahal sebelum Aceh & Palu dilanda gempa besar, para ahli sudah memperhitungkan potensi gempa besarnya bertahun-tahun sebelumnya.

Sayangnya sains tidak bisa menentukan kapan tahun persis akan terjadinya gempa. Sains hanya bisa menemukan misalnya jejak gempa & tsunami purba di masa ratusan tahun lalu yang membuat para ahli "bisa" menghitung siklus gempa besarnya. Juga ditambah dengan data dari Global Navigation Satellite System (GNSS) yang menunjukkan adanya akumulasi energi di bagian megathrust Selat Sunda hingga pesisir Pulau Jawa. Semua itu membuat para ahli kuatir soal gempa besar yang bisa (berpotensi) menimpa pulau Jawa terutama bagian Barat.

Gempa Sulteng Empat Tahun Lalu

Sepanjang tahun 2016-2018 saya menjadi bagian dari tim penulis sebuah gerakan aktivis kebencanaan untuk mengingatkan berbagai pemangku kepentingan soal adanya potensi gempa besar di Sulawesi Tengah. Gerakan ini terdorong karena adanya temuan para ahli terutama ahli geologi tentang potensi gempa besar itu yang berasal dari sesar Palu-Koro. Bersama dengan para ahli, termasuk juga Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) gerakan ini pergi menemui banyak pemangku kepentingan di berbagai institusi pemerintah sepanjang 2016-2018. Sayangnya gerakan ini kurang mendapat respon positif.

Gerakan ini juga termasuk melakukan perjalanan beberapa kali ke Sulawesi Tengah. Saat gerakan ini belum selesai menuntaskan pekerjaannya, yaitu mendorong mitigasi bencana, tiba-tiba pada tanggal 28 September 2018 gempa & tsunami besar berkekuatan 7,4 SR melanda Donggala, Sulawesi Tengah. Jumlah korban mencapai 2.000 lebih tewas, mengungsi 82.000 lebih, 2.700 sekolah rusak, jalan-jalan terputus, listrik terputus, komunikasi terputus, BBM menghilang, dll. (klik di sini).

Sepanjang tahun 2016-2018 itu, ada belasan artikel yang sudah saya tulis dan kirimkan ke berbagai media. Mungkin karena belasan tulisan ini saya disebut oleh Metro TV dan beberapa media lain sebagai ahli gempa (klik di sini). Tentu saja saya bukan ahli gempa, karena saya hanya seorang penulis (tepatnya: netizen atau citizen scientist) yang peduli dengan soal kebencanaan, terutama soal gempa & tsunami.

Bagaimana Pulau Jawa Menghadapi Ancaman Gempa Besar?

Seperti Indonesia, Jepang & New Zealand adalah wilayah yang memiliki pertemuan 2 atau lebih lempeng tektonik dan tentu saja ada banyak sesar yang menjadi sumber gempa besar dan kecil. Di 3 wilayah ini ada banyak ahli gempa & tsunami, serta ahli bencana. Banyak ahli Indonesia yang belajar gempa & tsunami ke Jepang dan New Zealand (klik di sini: New Zealand Tour for Indonesian DRR Programme).

Para ahli di New Zealand berhasil meyakinkan pemerintahnya untuk terus bersiap menghadapi yang terburuk, yaitu gempa & tsunami besar terutama di bagian Timur. Secara teratur mereka melakukan latihan menghadapi bencana itu (klik di sini: Model of Magnitute 8.9 Hikurangi Earthquake and Tsunami).

Bahkan pemerintah New Zealand telah menyediakan website yang menyediakan segala informasi penting tentang mitigasi bencana (klik di sini: Get Ready). Di halaman depan website itu terpampang kalimat penting ini: Emergencies can happen anytime, anywhere. You can take steps to be prepared.

Gambar: getready.govt.nz
Gambar: getready.govt.nz

Menurut pemerintah New Zealand setidaknya ada 3 hal penting yang mesti disosialisasikan kepada masyarakat dalam menghadapi bencana gempa & tsunami besar. Tiga hal penting ini juga bagus untuk diterapkan di Indonesia, yaitu:
1. Get your household ready,
2. Get your work ready,
3. Get your school ready.

Tiga hal itu juga menggambarkan 3 tempat penting dalam keseharian kita sekeluarga, yaitu rumah, tempat kerja, dan sekolah.

Tiga tempat itu mewakili 'berbagai tempat kita berada' saat gempa besar terjadi. Saat malam hari tentu saja kita berada di rumah sehingga rumah dan isinya harus menjadi tempat yang aman atau baik untuk menghadapi gempa besar. Rumah tentu harus tahan gempa, dan memiliki persediaan makanan, minuman, air bersih dan obat-obatan. Sedangkan pada hari kerja dan di siang hari tentu kita bisa saja sedang berada di tempat kita melakukan aktivitas sehari-hari, seperti bersekolah atau bekerja, dan lain-lain. Semua tempat itu harus menjadi tempat yang aman atau baik dalam menghadapi gempa besar.

Apakah kita memiliki website seperti yang sudah disediakan oleh pemerintah New Zealand? Mungkin BNPB bisa menjawab pertanyaan ini, meski dari namanya BNPB adalah badan yang bekerja untuk menanggulangi bencana, bukan untuk melakukan mitigasi. Pertanyaan boleh berlanjut: apakah UU yang ada di Indonesia mencakup dengan tegas soal mitigasi bencana?

Sejauh yang saya amati, Indonesia kurang memiliki program mitigasi bencana gempa & tsunami yang serius. Jepang & New Zealand melakukan latihan menghadapi gempa & tsunami secara teratur, sehingga masyarakatnya sama sekali tak mengalami gagap saat terjadi gempa besar. Mereka tetap terlatih untuk antri, meski sedang dilanda bencana. Latihan itu diselenggarakan bersama oleh para pemangku kepentingan. Tentu saja peran pemerintah pusat & daerah sangat menentukan dalam penyelenggaraan latihan yang teratur ini yang menjadi bagian dari mitigasi bencana.

Belajar dari gempa & tsunami besar yang sudah terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, seharusnya  jumlah korban & angka kerugian bisa dikurangi jika Indonesia memiliki program mitigasi yang serius. Perlu diingat, bahwa PBB sudah mengkampanyekan "act now save later" karena setiap 1 dolar yang dikeluarkan untuk mitigasi bencana akan menghemat 7 dollar pada saat penanggulangan atau recovery (klik di sini: #ActNow, Save Later | actnowsavelater.org). Tapi sayangnya, tak nampak ada pelajaran tentang mitigasi bencana di sekolah sejak tingkat dasar hingga menengah, apalagi program mitigasi lainnya.

Meski videonya banyak tersedia di internet, namun kurang terlihat adanya sosialisasi soal memperkuat struktur bangunan rumah penduduk biasa yang masih belum memenuhi standar tahan gempa besar. Padahal jumlah korban akan tinggi karena tertimpa bangunan runtuh di rumah-rumah penduduk biasa. Pemerintah New Zealand telah menyediakan informasi yang memadai bagi masyarakat tentang bagaimana memperkuat struktur bangunan rumah yang sudah ada (klik di sini: Make your home safer).

Sebenarnya ada masih banyak lagi program persiapan lain (sebagai bagian dari mitigasi bencana) yang mesti disosialisasikan pada masyarakat, seperti titik kumpul bagi tiap anggota masyarakat wilayah tertentu setelah terjadinya gempa besar. Ingat, penduduk pulau Jawa menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri, ada di 6 provinsi di Pulau Jawa dengan total jumlah penduduk 154,34 juta jiwa pada Juni 2022. Sungguh tak terbayangkan jumlah korban yang akan muncul saat terjadi gempa & tsunami besar di pulau terpadat di Indonesia atau di dunia ini.


Penutup

Berikut ini adalah perkiraan apa yang bakal terjadi pada saya (dan juga Anda) jika terjadi gempa besar saat saya berada di lingkungan rumah (misalnya di wilayah Rawamangun, Jakarta Timur).

Misalnya di rumah saya saat gempa besar terjadi ada cukup makanan serta air bersih untuk minum & air bersih untuk sanitasi untuk 1 minggu. Namun ada tetangga yang gak punya makanan dan lain-lain, pasti saya akan membagi apa yang saya punya, sehingga persediaan saya bisa berkurang beberapa hari. Lalu dalam beberapa hari kemudian saya dan tetangga saya tak punya makanan dan air bersih lagi.

Lalu saya menunggu bantuan dari BNPB, Tim SAR, atau badan-badan lain? Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) begitu luas, apakah bantuan bisa merata, termasuk ke Rawamangun? Belajar dari bencana gempa besar di Aceh dan wilayah lain, maka kita sudah lihat ada wilayah tertentu yang tidak tersentuh bantuan hingga 1 minggu lamanya. Tanpa makanan, minuman, air bersih, obat obatan, tanpa listrik, tanpa telekomunikasi? Pasti itu situasi yang memilukan.

Karena bantuan gak bisa dipastikan datangnya, maka mungkin saya berpikir untuk mengungsi ke arah Timur Jakarta (tidak  ke arah Barat & Selatan yang juga hancur), yaitu Bekasi yang juga hancur, Krawang juga hancur. Mungkin Indramayu, Cirebon tidak terlalu hancur, tapi itu jauh sekali dari Jakarta dan banyak jalan yang terputus. BBM pun hanya punya sedikit. Mengerikan.

Semoga artikel ini bisa menggugah semua pemangku kepentingan agar bergerak terus merancang mitigasi bencana gempa & tsunami besar.

M. Jojo Rahardjo
Menulis belasan artikel sepanjang 2016-2018 bertopik bencana gempa & tsunami. Lihat wawancara Metro TV setelah terjadinya gempa & tsunami besar di Sulteng (klik di sini )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun