Mengapa Borobudur tidak masuk ke dalam The Seven Wonders of the World? Mungkin orang Indonesia tak peduli dengan polling yang dibuat oleh panitia The Seven Wonders di Swiss itu. Mungkin itu karena pemerintah Indonesia dan para ahli arkeologi kurang menyerukan masyarakat tentang berharganya Borobudur, sehingga masyarakat cuma melihat Borobudur sebagai tempat atraksi berfoto ria.
Akibatnya semua orang bebas ke Borobudur, bahkan hingga ke bagian puncaknya. Lantai batu menjadi aus karena terlalu banyak yang menginjaknya, yaitu sekitar 1200 orang per hari mengunjungi, menurut Borobudur Conservation Authority of Borobudur. Dinding berukirnya dilaporkan oleh beberapa media ditempeli oleh permen karet, dan sampah bertebaran.Â
Banyak bagian penting di Borobudur terlalu sering disentuh, bahkan dipanjati seperti pohon dipanjati monyet. Itu belum termasuk vandalisme dan ancaman bom (Borobudur pernah diserang 9 bom ditahun 1985). Itu sebabnya sejak 2014 Borobudur sudah dilengkapi dengan CCTV, dan "pasukan" pengamanan yang menjaga terutama di malam hari.
Dari berbagai alasan untuk menaikkan harga tiket kunjungan ke Borobudur, tentu saja saya memilih alasan: di zaman digital sekarang, untuk mengapresiasi situs berharga kita tidak perlu mengunjunginya secara langsung. Cukup mengunjungi situs digitalnya saja. Atau cukup mengunjungi halaman bawah Borobudur untuk berfoto ria.
M. Jojo Rahardjo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H