Johnny Depp & Amber Heard. Ini bukan pertama kali saya membahas kasus yang ramai diberitakan di dunia. Sebelumnya saya juga pernah membahas kasus Gabby Petito yang mati terbunuh karena diduga disebabkan oleh pacarnya, Brian yang memiliki ciri narcissist. Brian sendiri juga ditemukan mati yang diduga bunuh diri.
Kali ini kita membahasSemua pasti tahu siapa Johnny Depp & Amber Heard. Masing-masing terkenal karena karir aktingnya di Hollywood, terutama Depp yang terkenal dengan "Pirates of the Caribbean".
Depp dan Amber, mantan suami-istri, sekarang sedang bertarung sekali lagi di pengadilan dan masing-masing mengajukan argumen, bukti dan kesaksian yang mereka miliki. Namun nampaknya Johnny akan memenangkan pengadilan itu, karena Johnny memiliki lebih banyak kesaksian yang membelanya daripada Amber. Benarkah begitu?
Tapi sebenarnya ngapain membahas kasus ini?
Lagi-lagi harus saya sampaikan, bahwa ratusan artikel dan ratusan video yang sudah saya buat sejak 2015 adalah untuk mempromosikan berbagai perkembangan neuroscience di Indonesia.
Saya tentu saja bukan ahli neuroscience, karena di Indonesia ahlinya sudah ada, namun mereka jarang menulis seperti yang sudah saya kerjakan.
Sayang banget kalo gak ada yang mempromosikan neuroscience di Indonesia, padahal neuroscience penting, misalnya untuk produktivitas. Indonesia ini kaya raya, tapi sayangnya selama ini dikelola dengan amburadul, kecuali 1 dekade terakhir ini ya.
Tapi sayangnya yang produktif membangun Indonesia cuma satu orang dalam 1 dekade terakhir ini, yaitu Jokowi. Mestinya ada banyak, supaya Indonesia bisa jauh lebih sejahtera dan maju.
Jadi udah saatnya bagi kita semua untuk mulai melirik pembahasan kasus-kasus seperti Johnny Depp & Amber Heard yang sebenarnya terjadi juga di Indonesia, terutama di dunia politik Indonesia.
Jadi kasus Depp & Amber ini kasus apa sih?
Sebagaimana kita tahu Johnny Depp & Amber Heard sudah bercerai di tahun 2017 setelah menjalani pernikahan sebentar saja yaitu sejak tahun 2015.Â
Pengadilan memutuskan Depp membayar 7 juta dollar kepada Amber dan tunjangan sebesar 50 ribu dollar per bulan. Itu semua sudah dipenuhi Depp. Namun Amber diberitakan sedang diselidiki, karena Amber menyatakan akan menyumbangkan 7 juta dollar itu sebagai charity. Apakah sudah dikerjakannya atau malah ditelannya sendiri?
Tahun 2018 Amber menulis untuk Washington Post kisah dirinya yang dianiaya dalam perkawinannya. Meski Amber dalam artikel itu tidak menyebut nama Johnny Depp, namun beberapa kontrak kerja Depp dengan beberapa perusahaan film menjadi berantakan. Tentu saja itu merugikan Depp secara finansial.
Tahun 2019 Depp menuntut ganti-rugi pada Amber sebesar 50 juta dollar karena artikel yang ditulis Amber di 2018 itu merusak reputasi dirinya.
Persidangan untuk itu sudah dimulai sejak awal April 2022 lalu.
Apakah Depp akan berhasil membuktikan dirinya tidak menganiaya Amber sebagaimana keterangan yang diberikan Depp di pengadilan yang sedang berjalan sekarang ini?
Dan juga apakah keterangan beberapa saksi yang membela Depp bisa menguatkan tuntutan Depp pada Amber?
Asal tahu saja, jauh sebelum sidang pengadilan ini berlangsung, media nampaknya sudah lama berpihak pada Depp. Ada banyak laporan media yang mengungkap keterangan dari orang-orang yang mengenal Depp & Amber. Sebagian besar menggambarkan bahwa Depp bukan orang yang seperti dituduhkan oleh Amber.
Sementara itu Amber digambarkan memiliki perilaku yang tidak biasa, bahkan digolongkan oleh para ahli dengan sebutan Borderline Personality Disorder. Amber juga diberitakan memiliki beberapa pasangan sejenis, termasuk juga dikabarkan berselingkuh dengan James Fanco dan Elon Musk saat masih menjadi istri Johnny Depp. Semua diungkap di ruang pengadilan yang mendapat liputan luas dari berbagai media Amerika dan media dari seluruh dunia.
Mereka yang memiliki personality disorder ini disebut para ahli sering bermasalah dengan pasangannya, dan juga dengan masyarakat jika ia adalah seorang pemimpin. Contohnya adalah pemimpin yang memiliki ciri narcissist sering menumpahkan darah rakyatnya atau merugikan masyarakat.
Mental Health atau Personality Disorder yang Kurang Mendapat Perhatian
Bahasan kali ini memang berkaitan dengan apa yang sudah dibahas di beberapa video atau artikel yang saya tulis sebelumnya mengenai mental health atau personality disorder dan juga soal kecanduan narkoba dan lain-lain, serta soal dopamine yang semua itu memberi pengaruh pada fungsi otak dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Semua itu saya bahas dalam berbagai artikel dan video untuk mempromosikan sains yang belum terlalu populer di Indonesia, yaitu neuroscience. Saya tentu bukan ahli di bidang itu, saya hanya penulis yang rajin (lebih dari 500 artikel dan ratusan video) untuk mempromosikan sains itu agar lebih banyak masyarakat yang memperoleh benefit dari sains itu.
Kembali kepada Depp & Amber.
Berbagai media sejak lama memang sudah ramai dengan kisah-kisah buruk Amber. Namun itu bukan berarti bakal pasti memuluskan Depp untuk bisa memenangkan tuntutannya.
Para juri di pengadilan itu juga mendapatkan berbagai kesaksian atau bukti, bahwa Depp adalah seorang pecandu alkohol dan pecandu beberapa jenis narkoba lainnya.
Tentu saja itu bakal mempengaruhi penilaian juri, karena bagaimanapun seorang pecandu disebut bisa memiliki perangai yang buruk, bahkan keterangannya tidak bisa dipercaya. Sains menyebut fungsi Prefrontal Cortex (PFC) mereka menjadi turun. Padahal bagian otak itu menghasilkan pemikiran rasional, pertimbangan baik dan buruk, atau moral dan perilaku.
Amber ternyata pernah merekam secara diam-diam gerak-gerik Depp di satu pagi saat sedang marah-marah tak jelas dan menendang lemari serta membanting pintu lemari di dapur. Setelah itu Depp menuang 1 botol penuh wine ke sebuah gelas besar. Dalam percakapan antara Amber dan Depp di video itu disebut wine itu adalah sarapan paginya.
Sebagaimana yang sudah saya pernah bahas di beberapa artikel atau video sebelumnya, alkohol atau narkoba memang memboost tingkat dopamine hingga bisa 10 kali lipat dari tingkat yang normal. Namun tingkat dopamine ini dalam beberapa jam kemudian bisa drop ke tingkat di bawah normal.
Tingkat dopamine yang tinggi ini yang menghasilkan rasa menyenangkan atau high yang membuat orang ingin kembali menggunakan narkoba lagi dan lagi. Pecandu menjadi tidak bisa lagi menikmati keluarnya dopamine dalam tingkat yang normal yang dihasilkan oleh banyak bahan lain atau kegiatan lain seperti meditasi, menulis jurnal positif (bersyukur), berolahraga, dan lain-lain.
Tadi barusan saya sebut, narkoba bisa memicu keluarnya dopamine hingga 10 kali lipat dari tingkat normal. Namun setelah beberapa jam akan jatuh ke tingkat di bawah normal. Saat tingkat dopamine di bawah normal itu, maka keseimbangan hormon lain di otak juga terganggu atau berubah.Â
Kondisi itu disebut kondisi depresi. Sains menggambarkan saat depresi itu, maka fungsi otak secara umum menurun, terutama fungsi PFC-nya yang tadi barusan sudah saya sebutkan.Â
Saat depresi itu tentu saja mengganggu kualitas relationships-nya dengan orang-orang dekat atau orang-orang lainnya. Bagaimana mungkin ia memiliki perangai baik, jika saat itu ia tanpa sebab mengalami kegelisahan, cemas, marah-marah, bingung, agresif, mudah tersinggung, dan lain-lain.
Nah, Depp terbukti memiliki masalah dengan kecanduannya pada narkoba. Itu bakal menjadi tantangan besar dalam pengadilan itu. Setidaknya fakta itu akan menurunkan kredibilitasnya untuk membuktikan bahwa Amber telah salah dalam artikelnya yang menyebut Depp sebagai domestic abuser (pelaku KDRT). Padahal itu penting untuk memenangkan tuntutan Depp sebesar 50 juta dollar, sebagai ganti rugi atas reputasinya yang telah dirusak oleh Amber.
Pasti tidak gampang bagi Depp untuk mempengaruhi juri, meski di luar ruang pengadilan ada banyak keterangan dari orang-orang yang mengenalnya, bahwa Depp adalah seorang bapak yang baik, seorang yang tak pernah menggunakan kekerasan fisik maupun verbal, seorang yang dermawan atau tak menyukai konflik, dan lain-lain.
Depp juga tidak akan gampang untuk meyakinkan juri, bahwa Amber adalah seorang pecandu narkoba juga seperti dirinya. Karena mungkin saja Depp tidak pernah memiliki keinginan untuk menjebloskan Amber ke pengadilan sehingga ia tidak bisa mengajukan bukti apa-apa ke pengadilan soal narkoba itu.
Banyak ahli personality yang menggambarkan keduanya sama memiliki masalah yang serius, karena keduanya menggunakan narkoba. Namun mungkin sekali juri akan sangat terpengaruh pada rekaman suara pertengkaran Depp & Amber yang dihadirkan di pengadilan. Belum lagi berbagai kesaksian dari pihak Depp dan bahkan Amber yang tidak menguntungkan Amber.
Dalam rekaman suara itu siapapun akan merasakan teror dari Amber. Bagi para ahli personality yang telah berbicara di berbagai media, Amber disebut memiliki masalah besar dengan personality disorder. Dari rekaman suara itu, terdengar pada saat yang sama, saat ia menyatakan menyesal, namun di saat yang sama juga ia menggunakan tone tinggi sambil berteriak-teriak keras dan kasar.Â
Bahkan tak ketinggalan sambil memaki dan menghina Depp. Semua itu tidak dilakukan oleh orang normal bagaimanapun situasi yang sedang menimpa Amber. Orang normal akan mencari solusi, bukan memaki atau menghina, apalagi melakukan kekerasan fisik yang diakui sendiri oleh Amber.
Rekaman suara itu bagi para ahli bisa menjadi pukulan balik bagi Amber yang menyatakan dalam artikelnya di Washington Post, bahwa ia adalah korban dari domestic abuse.
Apalagi para juri mungkin sekali sudah sangat terpapar oleh berita-berita dari masa sebelum persidangan yang berpihak pada Depp, seperti berita dari orang-orang yang mengenal Depp, bahkan dari mantan pasangan Depp sebelum Amber, yaitu Winona Rider yang menyatakan tak mungkin Depp melakukan apa yang dituduhkan oleh Amber.
==o==
PENUTUP
Membahas Johnny Depp & Amber Heard adalah membahas contoh kasus, bahwa di Indonesia, dunia politiknya juga tidak terbebas dari kasus personality disorder atau mental health. Padahal politisi adalah mereka yang menentukan ke arah mana NKRI bisa bergerak.
Bayangkan karena kita tidak peduli dengan sains mengenai mental health atau personality disorder, maka kita akan membiarkan atau malah memilih gubernur, walikota, bupati, presiden, terutama anggota DPR yang memiliki ciri mental health atau personality disorder. Bisa hancur NKRI ini, bukan?
Dalam beberapa artikel saya sebelumnya, saya membahas beberapa penyebab lain yang bisa menghasilkan kerusakan PFC sehingga tidak bisa berfungsi maksimal, yaitu salahsatunya karena kecanduan oleh kegiatan-kegiatan di medsos yang berjam-jam sehari.
Dalam video itu saya juga membahas tentang bagaimana kehidupan modern sekarang ini membuat kita mudah terjebak menjadi pecandu apapun. Jadi silakan dibaca artikel itu yang berjudul DOPAMINE.
Bahkan saya juga membahas tentang bahaya medsos bukan hanya menjadi kecanduan, tetapi juga medsos mengancam kemanusiaan, karena mengakselerasi kecepatan penyebaran hoax atau kabar bohong menjadi 6 kali lebih cepat daripada kabar atau informasi yang bisa dikonfirmasi.
Polarisasi politik menjadi sangat lebar. Ini terjadi di mana-mana di seluruh dunia.
Medsos juga mengeskalasi persoalan global ternyata, di manapun itu. Ini bukan isapan jempol. Netflix tahun 2020 lalu merilis documentary yang membahas soal ini dengan judul The Social Dilemma. Yang berbicara dalam documentary ini bukan pengamat biasa, tetapi mereka yang terlibat dalam pembangunan berbagai platform medsos, seperti Google, Facebook, dan lain-lain.Â
Di bagian akhir documentary itu disebutkan bahaya medsos bahkan bisa memicu perang nuklir yang bakal menghancurkan Bumi dan melenyapkan ummat manusia.
Mungkin The Social Dilemma dibuat karena munculnya gerakan untuk meninggalkan medsos yang salah satunya diinisasi oleh Jaron Lanier.
==o==
Hidup Johnny Depp & Amber Heard dirusak oleh kecanduannya pada narkoba. Meski sebenarnya ada penjelasan mereka yang mudah kecanduan adalah orang-orang dengan ciri tertentu.
Meski begitu mungkin hanya mereka sendiri yang merana, tentu juga mereka yang hidup dekat atau bergantung pada Depp & Amber ikut merana.
Namun di Indonesia ada puluhan juta orang kecanduan medsos. PFC mereka menjadi rusak sejak lama sekali, yaitu sejak medsos ada. Padahal kita sedang menyongsong 2024, tahun politik. Ada puluhan juta otak rusak yang siap menerima informasi sesat atau ideologi sesat, atau doktrin sesat, karena memang ada yang terus memanfaatkan medsos untuk melakukan rekayasa perilaku, terutama yang berkaitan dengan politik.
Jadi, jangan lupa untuk membaca artikel saya sebelumnya (juga video saya di Youtube channel saya) dan klik tombol like yang ada di sana, serta tombol subscribe ya, karena sudah saatnya Anda semua mengikuti perkembangan neuroscience supaya gak jadi zombie yang mata dan tangan terpaku pada gadget kita.
M. Jojo Rahardjo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H