Ayah saya berusia 80 tahun saat wafat di tahun 2015. Lima tahun terakhir hidupnya ia bergantung pada bantuan orang lain untuk mengerjakan aktivitas sehari-hari. Sebelum periode 5 tahun terakhir, ia mungkin boleh disebut tidak produktif lagi, karena sering terganggu kesehatannya. Gambaran hidup di tahun-tahun terakhir ayah saya ini mungkin gambaran umum banyak orang di seluruh dunia.
Bagaimana dengan mereka yang hidup hingga lebih dari 100 tahun? Apakah mereka hidup dalam keadaan tidak produktif juga, atau bahkan dalam keadaan sakit-sakitan dan bergantung pada orang lain?
Ternyata di dunia ini ada 5 lokasi berbeda yang warganya banyak yang hidup berusia hingga 100 tahun lebih. Meski berusia hingga 100 tahun, namun mereka tidak mengalami apa yang saya sebut di atas. Mereka tetap produktif di usia 100 tahun, bahkan masih terus melakukan aktivitas seksual bersama pasangannya. Juga sedikit dari mereka yang memiliki dimentia atau alzheimer. Demikian juga penyakit lain yang umum diderita mereka yang sudah berusia lanjut.
Di mana orang-orang berusia panjang ini berada? Ada berapakah jumlah mereka totalnya di seluruh dunia? Apa rahasia mereka? Adakah peran spiritualisme?
Tulisan ini tentang buku yang berjudul "The Blue Zones" yang ditulis oleh Dan Buettner yang bekerja untuk National Geographic. Ia melakukan riset bertahun-tahun di 5 lokasi berbeda di dunia yang kemudian disebut dengan The Blue Zones (menjadi judul bukunya). Mereka mencari lokasi kumpulan orang-orang yang usianya panjang hingga 100 tahun di seluruh dunia yang sering disebut dengan sebutan centenarians.Â
- Judul Buku: The Blue Zones
- Tahun: October, 2010
- Tebal: 320 halaman
- Penulis: Dan Buettner
- Penerbit: National Geographic
Buku ini masuk dalam daftar buku terlaris New York Times. Usia yang panjang sekarang menjadi kajian yang populer. Banyak ahli menyebut usia manusia untuk hidup cenderung bertambah panjang dari tahun ke tahun. Ini tentu tak mengherankan karena, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang untuk menyempurnakan kesehatan tubuh.
Buettner, penulis buku ini adalah seorang jurnalis yang pernah bersepeda dari Alaska ke Argentina. Ia memang tertarik pada kajian soal kesehatan, kebahagiaan, dan usia panjang sejak lama sekali. Pekerjaan utama Buettner dalam menyusun buku ini tentu melibatkan banyak orang dan peran dari mereka yang bekerja di administrasi pemerintahan setempat. Ketika seseorang mengaku atau disebut berusia 100 tahun, tentu harus dicari bukti-bukti tertulisnya atau yang mendukungnya. Pekerjaan ini mungkin termasuk banyak yang memakan waktu dari riset Buettner.
Pekerjaan utama selanjutnya adalah hidup bersama para centenarians ini untuk "mengintip" apa yang yang mereka lakukan sehari-hari sejak mereka bangun di pagi hari hingga kembali tidur di malam hari. Interview yang panjang juga dilakukan untuk memahami masa lalu mereka, dan cara berpikir mereka, apakah memiliki perbedaan dengan mereka yang berada di lokasi berbeda dan tidak berusia panjang. Interview juga dilakukan kepada mereka yang hidup bersama para centenarians ini.
Mungkin banyak dari kita yang berkeyakinan tak perlu berusia panjang. Yang penting kita bisa menjalani hidup yang berkualitas. Ngapain berusia panjang, jika sakit-sakitan atau penuh perbuatan dosa atau hidup tanpa kualitas.
Mungkin buku The Blue Zones akan memberi perspektif berbeda bagi mereka yang merasa tidak perlu berusia panjang. Buku ini mengungkap hidup centenarians yang panjang, namun tetap berkualitas, produktif, tak sakit-sakitan, hingga tahun-tahun terakhir hidup mereka.
Ciri yang paling menonjol dari hidup mereka adalah mereka selalu bersama dengan keluarga atau orang-orang di lingkungan mereka. Artinya centenarians adalah contoh paling bagus untuk menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Centenarians menjadi lebih sehat dan menjadi orang yang lebih baik, karena mereka lebih sering berinteraksi dengan manusia lainnya. Interaksi sosial juga yang membuat tubuh mereka menjadi lebih aktif bergerak, cenderung pada altruism (kebajikan), dan banyak bersyukur atau memiliki pandangan yang selalu positif pada diri mereka sendiri atau apa pun di sekitar mereka.
Interaksi sosial mereka yang aktif ini juga yang membuat mereka tak mudah untuk menjadi stres, bahkan depresi. Mereka memiliki amat sedikit kasus dimentia dan alzheimer hingga akhir usia mereka.
Menurut PBB, jumlah centenarians di dunia terus bertambah setiap tahun. PBB memperkirakan saat ini ada 573,000 centenarians di berbagai tempat di seluruh dunia. Mereka tinggal di the blue zones seperti yang disebut oleh Dan Buettner. Sebelumnya pada tahun 1950 ada 23,000. Tahun 1990 ada 110,000. Tahun 1995 ada 150,000. Tahun 2000 ada 209,000. Tahun 2005 ada 324,000. Tahun 2009 ada 455,000. The Blue Zones ada di Pulau Ikaria Yunani, Okinawa Jepang, Nicoya Peninsula Costa Rica, Loma Linda California, dan Sardinia Italy.
Kebanyakan para centenarians yang dikaji dalam buku ini hidup "miskin". Mereka harus terus "bekerja" untuk bertahan hidup atau sesuai dengan tradisi di lingkungan mereka. Hanya sedikit dari mereka yang hidup tanpa bekerja namun kebutuhan hidupnya tetap terpenuhi. Namun itu bukan berarti untuk menjadi centenarians, kita harus hidup "miskin", karena populasi dunia memang diisi oleh sedikit orang yang hidup berkecukupan dan banyak orang yang hidup "miskin". Â
=o=
CIRI MENONJOL CENTENARIANS
Centenarians tidak mengenal kata olahraga, karena tubuh mereka sudah aktif bergerak setiap hari. Life style mereka memang begitu. Misalnya, kebanyakan centenarians di Sardinia, Italy adalah penggembala ternak yang mengharuskan mereka menuntun ternak setiap hari menaiki dan menuruni bukit bermil-mil jauhnya. Sedangkan centenarians di Okinawa, Jepang bekerja di kebun mereka berjam-jam tiap hari. Demikian juga centenarians di 3 tempat lainnya.
Apa artinya ini bagi kita yang hidup di kota besar? Tentu olahraga yang membuat tubuh kita bergerak setidaknya 45 menit setiap hari. Semakin sering kita bergerak, maka akan semakin mirip dengan apa yang dilakukan oleh centenarians di 5 tempat di dunia itu.
Tak ada centenarians yang kelebihan berat badan, meski tak ada yang melakukan diet. Apa yang mereka makan tentu berbeda dengan apa yang kita makan.
1. Makanan mereka lebih banyak sayur dan buah plus sedikit karbohidrat.
2. Mereka sedikit memakan daging dari ternak atau dari unggas.
3. Jumlah makanan yang masuk ke mulut mereka seimbang dengan jumlah kalori yang mereka habiskan untuk menggerakkan tubuh mereka setiap hari.
4. Mereka berhenti makan sebelum mereka merasa kenyang.
5. Mereka tak mengkonsumsi makanan yang diproses. Mereka memasak bahan makanan segar yang diambil dari kebun mereka sendiri.
6. Mereka tak punya kebiasaan mengkonsumsi makanan kecil yang mengandung gula atau minyak, juga garam.
7. Mereka tak mengkonsumsi gula, kecuali madu.
Centenarians selalu memiliki tujuan hidup yang jelas. Martin Seligman, pionir dalam positive psychology menyebutnya tujuan hidup dengan kata meaning. Menurut Martin Seligman, ada faktor yang bisa membuat orang mencapai happiness yang paling tinggi. Lima faktor itu disebut PERMA, singkatan untuk P: Positive emotions, E: Engagement, R: Relationships, M: Meaning, A: Accomplishment.
Meaning menurut Martin Seligman adalah faktor yang paling besar menyumbang menyumbang happiness. Melalui meaning (of life), happiness bisa bertahan lebih lama dibanding faktor yang lain. Happiness bukan sekedar sebuah kata yang disebut sejak awal peradaban manusia, namun para saintis telah melakukan serangkaian riset sejak 3 dekade lalu, dan lalu menemukan happiness adalah sebuah kondisi di otak yang memberi keuntungan besar. Itu sebabnya happiness sering juga disebut oleh para saintis dengan kata positivity, karena berkaitan dengan kondisi otak yang positif.
Ikigai kata centenarians di Okinawa, Jepang. Plan de vida kata centenarians di Nicoya, Costa Rica. Keduanya berkaitan dengan motif yang mereka miliki saat mereka bangun di pagi hari, misalnya. Dari interview yang mendalam pada para centenarians ini, memang terungkap bahwa mereka memiliki tujuan hidup yang kuat, meski itu mungkin terasa sederhana bagi yang bukan centenarians.
Seperti yang Martin Seligman sebutkan, bahwa meaning of life memberi happiness paling besar dan paling lama membekas. Itu artinya meaning of life memberi pengaruh besar pada kesehatan tubuh.
Centenarians adalah bagian dari komunitas spiritual di wilayah mereka tinggal. Spiritualism dalam beberapa riset disebut menyumbang usia yang lebih panjang. Salah satu alasan utamanya adalah komunitas spiritual mampu menghalangi anda untuk berada dalam situasi yang tidak menyehatkan. Misalnya komunitas spiritual akan menjadi hambatan bagi anda untuk terlibat dalam kegiatan berbahaya bagi kesehatan anda, seperti pesta alkohol atau kegiatan berjudi. Komunitas spiritual juga memberi support pada anda di saat sulit atau krisis. Komunitas spiritual juga mendorong anda untuk lebih sering melakukan kegiatan yang mirip meditasi, seperti berdoa atau berdzikir. Sebagaimana kita tahu, sudah terlalu banyak riset seputar meditasi yang ternyata banyak menyumbang positivity di otak.
Komunitas spiritual juga menyumbang usia panjang karena memberikan happiness bagi anggotanya, seperti yang disebut oleh Ed Diener dan Robert Biswas-Diener yang menulis buku berjudul "Happiness: Unlocking the Misteries of Phychological Wealth".
Spiritualism bisa ada di berbagai komunitas agama atau di agama apa pun. Agama-agama yang ada di dunia ini memiliki perbedaan, terutama dalam kandungan spiritualitasnya. Karena itu ada beberapa elemen spiritual yang dikandung agama yang bisa menyumbang happiness:
1. Social Support atau Social Activity yang disediakan oleh agama. Ini adalah salah satu alasan orang untuk beragama yang misalnya terlihat dengan datangnya orang secara teratur ke tempat ibadah atau pusat aktivitas agama atau juga mendorong orang untuk bertemu sesama pemeluk di tempat lain.
2. Memberi arti pada kehidupan ini, apapun artinya itu.
3. Memberi anak-anak nilai-nilai yang akan melekat terus sepanjang hidup.
4. Memiliki ritual (ibadah) yang menarik. Tiap tempat atau budaya memiliki perbedaan dalam melihat apakah satu ibadah itu menarik.
5. Memberi Positive Emotions melalui ajaran cinta kasih, damai, kebajikan, golden rule, bersyukur, berterimakasih, memberi maaf, pengampunan, pengabdian, berdoa, meditasi, dan mengenai adanya sesuatu yang lebih besar di luar dirinya.
Centenarians memiliki ciri menonjol dalam soal relationships (tali silaturahmi). Mereka selalu dikelilingi oleh keluarga dekat, saudara, sahabat, tetangga. Mereka selalu terlibat dalam acara sosial di tengah masyarakatnya.
Ciri menonjol ini cocok dengan sebuah riset panjang The Harvard Study of Adult Development yang menyimpulkan: Relationships adalah faktor yang paling menentukan untuk mendapatkan umur panjang.
Ternyata relationships memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun happiness (positivity). Mereka yang memiliki positivity yang besar, maka kesehatan tubuhnya akan lebih baik sehingga berumur lebih panjang.
Mereka ini memiliki relationships yang bagus dengan pasangan, suami, istri, anak, bapak, ibu, kakak, adik. Kemampuan memiliki relationships yang bagus ini juga menular ke orang-orang lain di sekitarnya, seperti teman, saudara, dan masyarakat sekitar.
Temuan ini tentu penting untuk mendorong kita terus mencari dan memelihara cara agar terus memiliki kualitas relationships (tali silaturahmi) yang bagus dengan orang- orang terdekat, hingga yang lebih jauh.
Seperti terlihat pada centenarians, ternyata bukan hanya makanan atau minuman sehat. Bukan juga olahraga yang teratur atau yang tepat. Bukan juga kekayaan yang membuat anda bisa membeli obat mahal, ke dokter yang hebat atau rumah sakit yang termodern. Bukan pula keturunan dari orang-orang yang panjang usianya. Mereka sehat dan panjang usianya karena memiliki relationships yang bagus. Good relationships keep us healthier and happier.
Studi Harvard ini telah menemukan ada 3 hal penting dalam relationships:
- Social connection itu penting dan kesepian itu bisa membunuh. Orang-orang yang memiliki hubungan yang baik dengan pasangan, keluarga, sahabat hidupnya ternyata lebih bahagia, tubuhnya lebih sehat, dan usianya lebih panjang.
- Bukan jumlah teman atau keluarga yang anda miliki yang penting. Kualitas hubungan yang lebih penting.
- Hubungan yang baik tidak hanya melindungi tubuh kita, tapi juga otak kita. Orang-orang yang hubungannya baik, terbukti memiliki daya ingat yang lebih baik dari mereka yang hubungannya tidak terlalu baik.
PENUTUP
Meski buku The Blue Zones ini mendapat kritik, karena lebih mirip documentary video daripada sebuah buku ilmiah, namun buku ini telah menginspirasi banyak peneliti lain untuk membuat blue zone project di beberapa tempat di dunia.
Mungkinkah menciptakan blue zone lain, terutama di Indonesia? Video berikut ini adalah contoh blue zone project untuk menjawab pertanyaan itu (https://web.facebook.com/membangun.../posts/2846029352384714).
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan tulisan dan puluhan video tentang perkembangan  neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H