Resilience atau ketangguhan dalam hidup berarti: memiliki kondisi otak yang positif setiap saat, sehingga saat tantangan atau hambatan hidup datang menerpa, maka kita tidak akan jatuh atau terpuruk, terlalu lama dan terlalu dalam, namun cepat kembali pulih, dan bangkit kembali menata hidup.
Itu saya tulis di Kompasiana di bulan September 2019 lalu berjudul "Resilience, Apa Kata Neuroscience?". Siapa yang menduga, beberapa bulan kemudian, di bulan Februari 2020, WHO menyatakan dunia dilanda pandemik COVID-19. Siapa yang menduga, ternyata kita semua dihadapkan pada sebuah tantangan atau hambatan hidup yang sangat besar.
Bagaimana kita menghadapi ini jika kita tak memiliki resilience? Simpan dulu pertanyaan itu ya.
Kita semua sedang merasakan apa yang dirasakan oleh orang di seluruh dunia. Kita semua sedang mencoba untuk tetap bertahan hidup. Kita semua sedang berjuang di dalam rumah kita masing-masing agar tetap sehat dan waras. Kita semua sedang berjuang untuk tetap memiliki harapan baik di masa beberapa bulan mendatang.
Catat ini: Â Pemerintah negera-negara besar seperti Italia, Spanyol dan Amerika tergagap menghadapi wabah global ini. Health system runtuh di hampir semua negeri maju itu. Korban berjatuhan begitu besar hingga rumah sakit tak bisa menampung atau merawat korban COVID-19 (saya tak perlu lagi menyebut jumlah korban, karena begitu memprihatinkan).
Dalam setiap zaman, peradaban manusia sering mengalami wabah global. Ada yang mengambil korban sedikit ada pula yang banyak.
- Tahun 1918-1919 wabah Spanish Flu membunuh sekitar 50 juta orang.
- Tahun 1347-1351 Wabah Black Death membunuh sekitar 200 juta orang
- Dan masih banyak lagi wabah lain dengan jumlah korban yang juga cukup fantastis.
--00--
Kembali lagi ke masa sekarang, menurut anda drama apa yang paling menonjol dalam situasi wabah global COVID-19 ini? Adakah yang belum termasuk dalam daftar di bawah ini?
1. Â Takut atau cemas tertular COVID-19
2. Â Kehilangan orang dekat atau yang dicintai
3. Â Kehilangan pekerjaan
4. Â Kehilangan penghasilan
5. Â Ketidakpastian tentang masa depan
6. Â "Bergesekan" dengan penghuni rumah lainnya atau anggota keluarga
7. Â Tak bisa memakan makanan atau minuman kesukaan kita
8. Â WfH dengan situasi yang tidak nyaman
9. Â Perubahan kegiatan rutin
10. Terkungkung di rumah berhari-hari
11. Tak tahu apa yang mesti dikerjakan
12. Marah pada pemerintah yang dinilai lambat
13. Dibebani kegiatan memasak yang memakan waktu
14. Dibebani kegiatan memesan bahan makanan online
15. Dibebani kegiatan membereskan dan membersihkan rumah
Bagaimana menghadapi semua drama itu?
1. Takut tertular itu tentu kita bisa atasi dengan tinggal di rumah saja dan berhati-hati pada semua cara virus corona bisa mencapai kita, seperti melalui makanan atau barang yang kita pesan online, atau lainnya.