Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Manfaat Meditasi di Saat Terpuruk

10 Agustus 2019   14:39 Diperbarui: 10 Agustus 2019   18:07 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, di suatu siang saya ditanya oleh seorang teman, tentang bagaimana cara mengatasi rasa terpuruk yang sedang menimpanya. Tentu teman saya itu mengharapkan jawaban dari seorang yang menyelami neuroscience selama beberapa tahun terakhir ini.

Pagi sebelumnya, boss di kantor teman saya itu melakukan sesuatu yang membuatnya merasa dieksploitasi dan sekaligus cemas. Ia diminta mengerjakan tugas harian karyawan lain yang sedang diberitugas ke luar kota.

Padahal jika teman saya ini diberitugas ke luar kota, ia tetap mengerjakan sendiri tugas hariannya. Tentu ia merasa mendapat beban kerja yang lebih banyak, dan tentu ia menjadi cemas kualitas kerjanya menjadi menurun karena beban kerja yang lebih besar. Tentu juga prestasi kerjanya bisa dianggap menurun atau buruk nanti.

Ia memprotes itu, namun boss tetap memintanya melakukan itu.

Saya menjawab pertanyaan teman saya itu dengan menjelaskan, bahwa apa yang sedang menimpanya itu memicu keluarnya keluarnya hormon cortisol yang memicu munculnya emosi negatif lain, seperti marah, cemas, stres, sedih, dan lain-lain. Ini juga disebut oleh neuroscience sebagai 'mendapat negativity' atau kondisi otak yang menjadi negatif.

Saat kondisi otak seperti ini, semua fungsi otak menurun. Kemampuan mencari solusi menurun, kemampuan menyimpan dan mengambil memori menurun, kreatifitas dan inovasi menurun, atau secara umum kecerdasan menurun. Bahkan juga kecenderungan untuk berbuat kebajikan juga ikut menurun. Ini belum termasuk juga munculnya gangguan kesehatan secara umum.

Persoalan teman saya itu sering direspon orang dengan menyampaikan kata-kata seperti di bawah ini yang tentu sering kita dengar:

  1. Berpikirlah positif, setiap peristiwa pasti ada bright sight-nya,
  2. Hidup memang tidak adil. C'est la Vie
  3. Lupakan saja, inilah hidup, atau inilah dunia kerja,
  4. Berdoalah pada Tuhan agar diberi pertolongan,
  5. Yuk, kita makan-makan dan nonton film,
  6. Dan lain-lain.

Bagaimana solusi dari neuroscience jika sedang terpuruk seperti ini?

Neuroscience atau positive psychology tak sama dengan psychology, karena neuroscience fokus menumbuhkan positivity di otak kita atau membuat otak memiliki kondisi positif. Caranya hanya sederhana meski itu bukan berarti mudah.

Neuroscience memberikan solusi ini:

  1. Menambah praktik meditasi agar lebih sering dalam sehari,
  2. Menulis jurnal tentang 3 pengalaman positif dalam 24 jam terakhir (biasanya ini dilakukan saat bangun di pagi hari atau saat sebelum tidur),
  3. Bersenang-senang dengan orang yang kita cintai atau teman-teman, misalnya makan bersama, nonton film, atau melakukan kegiatan  yang menyenangkan bersama-sama,
  4. Melakukan kegiatan yang anda merasa bangga dengan kemampuan anda, misalnya menulis, menyanyi, bermusik, olahraga, dan lain-lain.
  5. Melakukan kebajikan, misalnya memberi pertolongan pada yang membutuhkan.
  6. Berdoa pada Tuhan, karena dalam penelitian neuroscience kepercayaan pada Tuhan memberi efek positif pada otak.

Kita lihat tak ada satu pun solusi yang membahas persoalan yang sedang dihadapi teman saya itu. Karena menghadapi persoalan itu memang rumit dan membutuhkan diskusi yang panjang serta argumen yang bermacam-macam yang mungkin justru membuat kita malah menjadi lelah.

Sekali lagi neuroscience memang lebih fokus menumbuhkan positivity atau menumbuhkan kondisi positif di otak. Jika otak kita dalam kondisi positif, maka otomatis pula kita lebih mampu memandang segala sesuatu dengan lebih positif, karena kita tidak tertekan, tidak sedih, tidak marah, tidak frustasi, tidak bingung, maka kita akan lebih memiliki solusi, lebih kreatif atau inovatif. Bahkan kita lebih cenderung pada kebajikan.

Otak kita akan lebih mampu merespon dengan lebih positif setiap peristiwa yang tidak mengenakkan.

Neuroscience sudah berkembang sepanjang kira-kira 20 tahun lebih. Penelitian dan pengembangan sains ini dilakukan di seluruh belahan bumi. Salah satu hasilnya adalah tips di atas untuk menumbuhkan kondisi positif di otak.

Nampak sederhana? Tentu tidak, karena semua tips itu membutuhkan latihan. Semakin banyak latihan, maka semakin baik hasilnya.

M. Jojo Rahardjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun