Selamat untuk presiden terpilih, Jokowi Widodo. Selamat juga atas terselenggaranya acara perayaan kemenangan presiden terpilih Jokowi di Sentul, minggu 14 Juli lalu. Saya ingin memberi sedikit catatan atas pidatonya itu terutama 3 paragraf pertama dari pidatonya, seperti di bawah ini:
"Kita harus menyadari, kita harus sadar semuanya bahwa sekarang kita hidup dalam sebuah lingkungan global yang sangat dinamis! Fenomena global yang ciri-cirinya kita ketahui, penuh perubahan, penuh kecepatan, penuh risiko, penuh kompleksitas, dan penuh kejutan, yang sering jauh dari kalkulasi kita, sering jauh dari hitungan kita.
Oleh sebab itu, kita harus mencari sebuah model baru, cara baru, nilai-nilai baru dalam mencari solusi dari setiap masalah dengan inovasi-inovasi. Dan kita semuanya harus mau dan akan kita paksa untuk mau. Kita harus meninggalkan cara-cara lama, pola-pola lama, baik dalam mengelola organisasi, baik dalam mengelola lembaga, maupun dalam mengelola pemerintahan. Yang sudah tidak efektif, kita buat menjadi efektif! Yang sudah tidak efisien, kita buat menjadi efisien!
Manajemen seperti inilah yang kita perlukan sekarang ini. Kita harus menuju pada sebuah negara yang lebih produktif, yang memiliki daya saing, yang memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan-perubahan itu. Oleh sebab itu, kita menyiapkan tahapan-tahapan besar."
-ooo-
Saya menangkap beberapa poin penting dari 3 paragraf di atas: Jokowi menginginkan Indonesia segera dipenuhi oleh individu-individu yang kompetitif di zaman digital sekarang yang serba cepat jika tak ingin tertinggal dari negeri-negeri lain. Untuk bisa cepat, tentu diperlukan pembangunan SDM yang berujung pada produktivitas atau kemajuan yang melebihi negeri-negeri lain di dunia.
Di paragraf lain, Jokowi menegaskan bahwa prioritas kerjanya yang kedua memang pada pembangunan SDM setelah pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas nomor 1.
Dunia memang cepat berubah. China sekarang berubah menjadi raksasa ekonomi dunia mengalahkan negeri-negeri besar seperti Amerika. Indonesia juga cepat berubah. Ekonomi kita terus membaik menurut para pengamat ekonomi dunia, bahkan akan terus membaik lagi di masa mendatang. Infrastruktur, yang sudah dibangun dengan pesat sepanjang 5 tahun terakhir oleh Jokowi, masih akan terus dibangun untuk menopang kegiatan ekonomi.
Meski demikian kita memiliki beberapa tantangan besar, seperti adanya sekelompok kecil orang yang rajin mengkampanyekan ideologi khilafah di Indonesia. Mereka yang sering disebut kaum khilafah, memaksakan penerapan ideologi ini di Indonesia dengan cara menunggangi agama. Padahal ideologi ini tak terbukti berhasil di belahan manapun di dunia. Ideologi ini bahkan menghasilkan pertumpahan darah yang berlarut-larut di beberapa wilayah Timur Tengah. Mereka menolak Pancasila yang merupakan bentuk demokrasi yang khas Indonesia dan telah terbukti merawat Indonesia selama ini dari konflik yang tak perlu.
Mereka ini tentu menjadi batu kerikil di sepatu bangsa Indonesia yang ingin terus bergerak maju dan menjadi produktif. Ulah mereka tentu menghabiskan waktu dan energi bangsa Indonesia.
Selain kaum khilafah, masih ada lagi tantangan besar di Indonesia, yaitu SDM. Jokowi telah tepat menempatkan pembangunan SDM di prioritas kedua dalam kerangka kerja Jokowi di 5 tahun ke depan. Hanya dengan SDM yang kompetitif, semua prioritas kerja Jokowi bisa terlaksana dengan lancar, yaitu infrastruktur, investasi, reformasi birokrasi, dan APBN untuk rakyat sebagaimana disebutkan dalam pidatonya itu.
Indonesia telah merdeka sepanjang 74 tahun, lebih lama daripada negeri-negeri lain di sekitarnya. Kekayaan alam Indonesia melebihi negeri-negeri lain di sekitarnya. Kekayaan budaya Indonesia melebihi tempat mana pun di dunia di beberapa abad terakhir ini.Â
Namun jika diukur dengan "Human Development Index" yang diterbitkan oleh PBB, Indonesia kini tertinggal jauh dari negeri-negeri lain. Indonesia juga tertinggal jauh dari negeri-negeri lain jika diukur dengan "World Happiness Report" yang diterbitkan PBB sejak 2012.Â
"World Happiness Report" mengukur lebih banyak indikator, yaitu 6 indikator: 1. GDP per capita, 2. Social support, 3. Health life expectancy at birth, 4. Freedom to make life choices, 5. Generosity, 6. Perception of corruption. Indonesia berada di urutan yang buruk jika 6 indikator ini digabung. Indonesia dikalahkan oleh negeri-negeri Asia lain dan negeri-negeri di Amerika Latin.
Tentu kita bisa menyalahkan Orde Baru di bawah Soeharto yang selama 32 tahun mengabaikan pembangunan SDM di Indonesia hingga Indonesia tertinggal jauh di belakang. Namun sekarang kita bebas menentukan cara atau model untuk memperbaiki SDM kita. Meski demikian tentu kita tak hendak menggunakan cara-cara yang tak terbukti di negeri-negeri lain bisa memajukan SDM. Cara kaum khilafah jelas tak bisa memperbaiki SDM, karena di negeri-negeri lain cara kaum khilafah hanya menghasilkan pertumpahan darah dan kemunduran kemanusiaan dan peradaban.
Kita juga tak hendak menggunakan cara-cara yang masih berlevel try and error. Mengapa? Karena sepanjang 30 tahun terakhir ini sudah ada yang giat melakukan penelitian dan penerapan untuk memperbaiki SDM. Mereka melakukannya di seluruh dunia dan bahkan menjadi semacam gerakan global.
Apa itu?
Awalnya adalah beberapa ilmuwan yang bergerak di bidang psikologi dan neuroscience (sains tentang otak). Martin Seligman, seorang ilmuwan yang awalnya seorang psikolog memandang perlunya mengembangkan potensi positif manusia. Psikologi sebelumnya hanya fokus menggali apa yang dapat menjadi salah atau dapat menjadi masalah dari kejiwaan dan bagaimana memperbaikinya.Â
Namun psikologi abai untuk menggali potensi positif dari manusia. Inilah awal dari neuroscience atau positive pschycology yang seringkali digunakan sebagai dasar untuk membangun SDM di seluruh dunia. Ternyata semua manusia memiliki potensi positif yang belum dibangunkan, karena belum digali selama ini oleh sains.
Neuroscience bahkan menyusun tata-cara praktis untuk lebih mudah mengembangkan  SDM. Salah satu neuroscientists yang menjadi terkenal sebagai motivator atau pendorong produktivitas di berbagai perusahaan dunia, adalah Shawn Achor dari Harvard.
Neuroscience juga mendorong terbentuknya sebuah gerakan global, yaitu Action for Happiness ( lihat actionforhappiness.org ). Kata happiness di sini berarti positivity atau potensi positif yang bisa ditumbuhkan. Saat otak memiliki positivity, maka seseorang akan lebih cerdas, lebih kreatif, inovatif, lebih memiliki solusi atas masalah yang dihadapi, memiliki memori yang lebih baik, cenderung pada kebajikan (anti kekerasan, dan lain-lain yang baik), serta lebih sehat dan berumur lebih panjang. Jangan lupa juga mereka yang memiliki positivity akan lebih tahan stres dan tak mudah mengalami depresi.
Dalam kerangka kerja Jokowi, ini tentu semuanya akan berujung pada produktivitas.
Neuroscience juga yang telah menginspirasi terbitnya "World Happiness Report" sejak 2012. Para neuroscientists bersama-sama menyusun indikator dan menerbitkannya tiap tahun untuk menentukan negeri-negeri mana yang berada pada rangking pertama dan seterusnya. Sebanyak lebih dari 250 negeri di dunia dibuatkan surveynya berdasarkan 6 indikator yang telah disebutkan di atas.
Jadi, neuroscience sudah menjadi tren dunia. Apalagi jika dilihat dari berbagai penerapannya di seluruh dunia. Kisah sukses neuroscience sebagai solusi produktivitas bagi perusahaan atau organisasi bertebaran di berbagai media. Demikian juga penerapan neuroscience sebagai solusi bagi pelajar bermasalah juga bertebaran di mana-mana. Juga solusi bagi pengembangan kesehatan masyarakat.
Mungkin neuroscience belum terlalu populer di Indonesia. Namun sudah ada buku yang ditulis, meski masih dalam bahasa yang tak terlalu populer. Juga sudah ada diskusi atau seminar mengenai topik ini. Namun yang pasti belum terlalu banyak penulis dengan bahasa popular yang giat mengkampanyekan pencapaian neuroscience dalam membangun SDM di Indonesia.Â
Salah satu fanpage di Facebook sudah dibuat sejak tahun 2015 lalu untuk mengkampanyekan topik ini. Fanpage ini diberinama "Membangun Positivity" giat mempromosikan kiat-kiat praktis untuk memiliki positivity bagi siapa pun. Lihat di sini: https://facebook.com/membangunpositivity.com Fanpage ini bahkan menawarkan ebook gratis bagi yang ingin mengenal neuroscience atau positivity beserta berbagai tips-nya.
Seperti Jokowi sebut dalam pidatonya, kita harus mencari model baru atau cara baru untuk membangun Indonesia. Neuroscience menawarkan cara baru dalam membangun SDM melalui berbagai penelitiannya di seluruh dunia. Selama 30 tahun neuroscience tak hanya melakukan penelitian, tetapi juga melakukan penerapannya di seluruh dunia.
"World Happiness Report" adalah pengakuan paling penting dunia pada apa yang telah dicapai oleh neuroscience. Sekarang dunia memiliki sebuah ukuran baru, yaitu neuroscience dalam mengukur manusia, dan mengukur sebuah negeri.
Jika Indonesia juga tak mengikuti tren ini, lalu Indonesia akan menggunakan cara ilmiah apa lagi untuk memperbaiki SDMnya?
M. Jojo Rahardjo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H