Dari sedikit Googling yang saya lakukan, Revolusi Mental nampaknya kurang memiliki dasar ilmiah. Padahal sudah tersedia dasar ilmiah bagi program Revolusi Mental ini, yaitu neuroscience.
Neuroscience dua puluh tahun terakhir ini giat mengamati bagaimana otak kita bekerja dan bagaimana otak mempengaruhi cara berpikir, tindakan dan perilaku manusia. Riset-riset yang giat dengan menggunakan teknologi terakhir telah melahirkan satu ilmu pengetahuan baru yang diberinama Positive Psychology atau sering juga disebut Positivity. Salah satu pionirnya adalah Martin Seligman.
Satu temuan dari positive psychology adalah pada saat otak sedang dalam keadaan positif, ternyata manusia cenderung pada kebajikan, seperti menolong orang lain, menolak kekerasan, atau cenderung pada perdamaian, juga lebih inklusif. Saat manusia memiliki keadaan otak yg positif itu maka ia disebut memiliki positivity atau kebahagiaan.
Positivity secara mengesankan juga membuat orang menjadi lebih cerdas, lebih inovatif, lebih mampu memecahkan persoalan, lebih kreatif, tak mudah tertekan atau depresi, dan tubuhnya lebih sehat.
Positivity ternyata mudah menyebar ke orang-orang di sekitar kita. Itu mungkin menjelaskan mengapa orang-orang di negeri dingin lebih memiliki kebahagiaan sebagaimana dilaporkan dalam Worl Happiness Report (WHR) yang diterbitkan setiap tahun. WHR ini disusun oleh para pakar positive psychology dan badan dunia PBB.
Iklim yg keras (ada musim dingin) membuat orang-orang harus memiliki kekompakan sosial yang pada gilirannya menghasilkan positivity yang terus-menerus karena terus saling menularkan ke sekitarnya.
Positivity yang mereka miliki membuat mereka juga lebih kompetitif, sehingga tak heran negeri-negeri yg penduduknya bahagia ini (memiliki positivity) adalah negeri-negeri maju dan sejahtera dan sekaligus humanis.
Daftar negeri-negeri yang kehidupan sehari-harinya didasari oleh agama formal (bukan spiritualitas) jelas menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan negeri-negeri yg didasari oleh ilmu pengetahuan. Mereka yg hidup di negeri-negeri yg berdasarkan ilmu pengetahuan terbukti bisa maju, sejahtera dan lebih humanis, karena ilmu pengetahuan membuat mereka terus belajar bagaimana memupuk kebajikan, membangun kecerdasan, kedamaian, kesehatan dan positivity (kebahagiaan).
Semoga Jokowi di periode kedua nanti memperhatikan program Revolusi Mentalnya, karena untuk membangun pemerintahan yang kuat, maka Jokowi harus didukung oleh ASN yang memiliki positivity besar. Bukan oleh ASN yang otaknya keracunan ideologi Khilafah atau otaknya hanya memiliki sedikit positivity. Â
Untuk itu Jokowi harus memberi dasar ilmiah bagi program Revolosi Mentalnya. Neuroscience atau Positivity dapat menjadi dasar ilmiah yang kuat bagi proram Revolusi Mental. Fanpage mengenai positivity sudah ada yaitu di sini: Membangun Positivity
Semoga bulan suci Ramadhan ini dan yang berikutnya tidak lagi diramaikan hanya oleh soal-soal fiqh, tapi juga soal bagaimana menjadi bangsa yang produktif, sejahtera, damai, toleran dan lebih maju.