Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ramadhan, Revolusi Mental, dan Positivity

9 Mei 2019   12:52 Diperbarui: 10 Mei 2019   09:45 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Kementerian PANRB

Bulan suci Ramadhan tiba tepat setelah kita menyelesaikan perhelatan besar negeri ini, yaitu Pemilu 2019. Tentu saja, KPU belum selesai menghitung jumlah suara bagi capres dan partai-partai politik, namun sains melalui quick count sudah menunjukkan hasilnya sejak hari pencoblosan berlangsung.  Meski begitu ada beberapa orang yang meragukan hasil quick count yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah itu. Beberapa lagi menebar fitnah dan tuduhan-tudahan yang harus dibuktikan. 

Tentu kita berharap pemilu 2019 akan menyelesaikan beberapa persoalan besar di negeri ini. Pemilu 2019 kita harapkan agar semua bisa bersama membangun negeri ini untuk menjadi lebih produktif. Ternyata tidak. Setidaknya ada 2 tonggak waktu yang membuat kita malah tidak produktif dalam beberapa tahun terakhir ini, yaitu saat Pilkada Jakarta di tahun 2017 dan saat Pemilu 2019.

Pilkada Jakarta

Tentu kita berharap hukum kembali ditegakkan di negeri ini dan Pancasila terus menjadi ideologi kita. Kita tak ingin beberapa kelompok masyarakat memaksakan kehendaknya agar hukum atau ideologi khilafah dari negeri lain ditegakkan di negeri ini. Apalagi hukum atau ideologi itu belum terbukti berhasil di negerinya sendiri atau di tempat lain.

Kita tentu lelah dan kecewa karena ulah beberapa kelompok radikal apalagi yang mengusung ideologi khilafah, karena membuat masyarakat Jakarta tak mendapatkan proses pemilihan gubernur Jakarta dengan fair. Ahok dijatuhkan dengan menggunakan jargon-jargon Islam, hingga kita hanya memperoleh gubernur Anies yang tak memiliki track record bagus sebelumnya. Padahal track record Ahok sudah sangat tegas menyatakan ia bagus sebagai gubernur Jakarta.

Pemilu 2019

Kita juga kecewa karena Jokowi ditolak oleh beberapa kelompok orang untuk alasan yang aneh atau tak masuk akal. Lebih aneh lagi karena mereka menolak Jokowi, namun memilih Prabowo yang tak jelas prestasinya. Padahal rekam jejak Jokowi sudah sangat jelas.

Kita kecewa, karena aparatur Sipil Negara (ASN) yang seharusnya bisa lebih berprestasi atau produktif di bawah Jokowi, tetapi justru mengusung Prabowo yang tak jelas prestasinya. Mungkin mereka ingin tetap korup jika Prabowo menjadi presiden.

Kita juga kecewa, karena ada ASN mendukung Prabowo karena alasan lain, yaitu Prabowo didukung oleh orang-orang dari kelompok pengusung ideologi khilafah, seperti HTI, FPI dan PKS. Mereka ini sudah disusupi sejak bertahun-tahun lalu. Entah kenapa dengan otak mereka? Mengapa mereka bisa meyakini ideologi khilafah? Mereka yakin bisa membuat Indonesia menjadi lebih sejahtera, damai dan lebih maju. Padahal ideologi khilafah belum pernah terbukti berhasil di mana pun dan di mana pun di zaman modern ini.

Apakah ini gambaran dari kegagalan program Revolusi Mental?

Dari sedikit Googling yang saya lakukan, Revolusi Mental nampaknya kurang memiliki dasar ilmiah. Padahal sudah tersedia dasar ilmiah bagi program Revolusi Mental ini, yaitu neuroscience.

Neuroscience dua puluh tahun terakhir ini giat mengamati bagaimana otak kita bekerja dan bagaimana otak mempengaruhi cara berpikir, tindakan dan perilaku manusia. Riset-riset yang giat dengan menggunakan teknologi terakhir telah melahirkan satu ilmu pengetahuan baru yang diberinama Positive Psychology atau sering juga disebut Positivity. Salah satu pionirnya adalah Martin Seligman.

Satu temuan dari positive psychology adalah pada saat otak sedang dalam keadaan positif, ternyata manusia cenderung pada kebajikan, seperti menolong orang lain, menolak kekerasan, atau cenderung pada perdamaian, juga lebih inklusif. Saat manusia memiliki keadaan otak yg positif itu maka ia disebut memiliki positivity atau kebahagiaan.

Positivity secara mengesankan juga membuat orang menjadi lebih cerdas, lebih inovatif, lebih mampu memecahkan persoalan, lebih kreatif, tak mudah tertekan atau depresi, dan tubuhnya lebih sehat.

Positivity ternyata mudah menyebar ke orang-orang di sekitar kita. Itu mungkin menjelaskan mengapa orang-orang di negeri dingin lebih memiliki kebahagiaan sebagaimana dilaporkan dalam Worl Happiness Report (WHR) yang diterbitkan setiap tahun. WHR ini disusun oleh para pakar positive psychology dan badan dunia PBB.

Iklim yg keras (ada musim dingin) membuat orang-orang harus memiliki kekompakan sosial yang pada gilirannya menghasilkan positivity yang terus-menerus karena terus saling menularkan ke sekitarnya.

Positivity yang mereka miliki membuat mereka juga lebih kompetitif, sehingga tak heran negeri-negeri yg penduduknya bahagia ini (memiliki positivity) adalah negeri-negeri maju dan sejahtera dan sekaligus humanis.

Daftar negeri-negeri yang kehidupan sehari-harinya didasari oleh agama formal (bukan spiritualitas) jelas menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan negeri-negeri yg didasari oleh ilmu pengetahuan. Mereka yg hidup di negeri-negeri yg berdasarkan ilmu pengetahuan terbukti bisa maju, sejahtera dan lebih humanis, karena ilmu pengetahuan membuat mereka terus belajar bagaimana memupuk kebajikan, membangun kecerdasan, kedamaian, kesehatan dan positivity (kebahagiaan).

Semoga Jokowi di periode kedua nanti memperhatikan program Revolusi Mentalnya, karena untuk membangun pemerintahan yang kuat, maka Jokowi harus didukung oleh ASN yang memiliki positivity besar. Bukan oleh ASN yang otaknya keracunan ideologi Khilafah atau otaknya hanya memiliki sedikit positivity.  

Untuk itu Jokowi harus memberi dasar ilmiah bagi program Revolosi Mentalnya. Neuroscience atau Positivity dapat menjadi dasar ilmiah yang kuat bagi proram Revolusi Mental. Fanpage mengenai positivity sudah ada yaitu di sini: Membangun Positivity

Semoga bulan suci Ramadhan ini dan yang berikutnya tidak lagi diramaikan hanya oleh soal-soal fiqh, tapi juga soal bagaimana menjadi bangsa yang produktif, sejahtera, damai, toleran dan lebih maju.

M. Jojo Rahardjo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun