Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sekali Lagi Tentang Kebahagiaan

16 November 2015   12:02 Diperbarui: 16 November 2015   12:10 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Photo: International Society for Coaching Psychology"][/caption]

Dr. William Compton dalam bukunya "An Introduction to Positive Psychology" mendefinisikan positive psychology sebagai "Menjadikan hidup yang normal menjadi lebih berharga". Positive psychology menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari berbagai aspek dari perilaku yang membuat otak bisa bekerja lebih maksimal. 

Positive psychology bukan psychology yang dahulu lebih fokus mempelajari apa yang negative pada otak (kejiwaan). Namun positive psychology mempelajari bagaimana mengembangkan apa yang positive pada otak. Itu sebabnya positive psychology sering menyebut kebahagiaan dengan kata positivity, karena kebahagiaan hanya sebuah bagian dari positivity. 

Cobalah tanya kepada beberapa orang apa pendapat mereka tentang kebahagiaan. Kebanyakan mereka akan menjawab secara filosofis atau religius. Ada yang menjawab, kebahagiaan itu adalah berhasil mencapai apa yang kita cita-citakan. Kebahagiaan itu adalah menjadi kaya-raya. Kebahagiaan itu menjadi orang yang baik. Kebahagiaan itu bisa memberi kepada yang membutuhkan. Kebahagiaan itu beribadah kepada Tuhan. Kebahagiaan itu adalah hari Sabtu dan Minggu. Kebahagiaan itu liburan lebaran. Kebahagiaan itu liburan akhir tahun. Dan lain-lain. 

Namun positivity menurut neuroscientist dan positive psychologist adalah: Sebuah kondisi otak yang positif yang disebabkan oleh peristiwa di luar diri kita atau apa-apa yang kita lakukan. Di bawah ini adalah daftar temuan neuroscience yang berkaitan dengan positivity.

1. Besarnya penghasilan tidak menjamin mendapatkan positivity. Namun jika memanfaatkan positive psychology, kita bisa membeli positivity (lihat artikel saya sebelumnya). Harvard Business School meneliti kaitan besarnya penghasilan dan positivity dan menemukan bahwa saat kebutuhan dasar belum terpenuhi, maka orang cenderung menganggap, bahwa income yang besar bisa mendatangkan positivity. Padahal pengetahuan orang hanya sedikit tentang bagaimana menggunakan uang untuk mendapatkan positivity.

Membelanjakan uang untuk memiliki pengalaman hidup yang lebih luas akan memberikan positivity yang lebih besar dibanding membelajakan uang untuk memiliki barang barang konsumtif. University Pennsylvania telah meneliti faktor yang paling mempengaruhi dalam mendapatkan kebahagiaan (positivity). Mengajak (traktir) teman untuk makan siang, mengajak teman menonton film atau jalan-jalan ternyata lebih memberi positivity daripada membeli barang-barang konsumtif yang hanya digunakan untuk diri sendiri.

3. Berterimakasih. University of Pennsylvania dalam penelitiannya menemukan bahwa sikap mudah berterimakasih pada orang-orang sekeliling kita menyumbang positivity. 

4. Claremont Graduate University meneliti kaitan hormon oxytocin dengan kebajikan. Ternyata saat kita melakukan kebajikan hormon ini keluar, begitu juga sebaliknya. Itu sebabnya sebagian dari kita cenderung pada perilaku manusiawi, empathy atau cenderung berbuat baik kepada apa atau siapapun.

5. Positivity menular. University of California, San Diego meneliti orang-orang yang dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki positivity. Ternyata setelah beberapa saat, orang-orang ini juga memiliki positivity. 

6. University of Bristol menemukan dalam risetnya mood menjadi lebih baik setelah berolah-raga dan mereka juga bekerja lebih baik dan lebih produktif di tempat kerja.

7. Menurut riset University of Exeter Medical School, menjadi sukarelawan pada kegiatan sosial atau saat bencana terjadi akan memberikan positivity yang memiliki efek pada kesehatan yang lebih baik.

***

Positive psychology adalah ilmu pengetahuan yang rajin melakukan riset untuk menemukan apa saja yang bisa dilakukan orang untuk menumbuhkan positivity di otak. Untuk itu saya ingin selalu mengulang apa yang dikatakan Shawn Achor mengenai positivity: "... Happiness gives us a real chemical edge on the competition. 

How? Positive emotions flood our brains with dopamine and serotonin, chemicals that not only makes us feel good, but dial up the learning centers of our brains to higher levels. They help us organize new information, keep that information in the brain longer, and retrieve it faster later on. And they enable us to make and sustain more neural connections, which allows us to think more quickly and creatively, become more skilled at complex analysis and problem solving, and see and invent new ways of doing things." 

 

M Jojo Rahardjo

Tulisan tentang positivity dan positive psychology bisa dibaca juga di portal perpustakaan digital "Inspirasi" dan di Facebook Fan Page "Membangun Positivity".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun