Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Program BPJS Kesehatan, Keberhasilan Nyata Jokowi di Bidang Kesra

30 Desember 2016   05:17 Diperbarui: 30 Desember 2016   06:15 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terbetik berita bahwa Program BPJS  Kesehatan  pada bulan Desember 2016 telah berhasil menjangkau 70% penduduk Indonesia. Sekitar 171 juta rakyat Indonesia telah menjadi peserta Program BPJS Kesehatan.

Memang Program BPJS Kesehatan itu adalah warisan dari  era Presiden SBY, karena dimulai persis 1 Januari 2014. Tetapi Presiden Jokowi meneruskannya dengan sungguh-sungguh, dan menjadi prioritas pertama setelah beliau menjabat Presiden.  Hanya dalam tempo 3 tahun, BPJS Kesehatan telah menjadi andalan rakyat Indonesia di bidang layanan kesehatan. Jumlah peserta BPJS yang mencapai 171 juta orang tersebut, sama dengan 4 kali jumlah penduduk Negara tetangga Malaysia, atau 35 kali penduduk Singapura.

Itulah salah satu keberhasilan nyata Pemerintahan Presiden Jokowi yang baru 2 tahun menjabat sebagai presiden. Sedangkan presiden sebelumnya, SBY, selama  sepuluh tahun berkuasa, tidak memberikan apa-apa yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat dalam pelayanan kesehatan. Pada masa itu, biaya kesehatan sangat mahal, sehingga ada idiom, “orang miskin dilarang sakit”. Banyak orang miskin yang oleh keluarganya diikhlaskan mati karena tidak sanggup membayar biaya perawatan kesehatan rawat jalan sekalipun. Apalagi jika harus menjalani tindakan operasi,  cuci darah mingguan dan sebagainya.

Bagi saya dan isteri, keberadaan Program BPJS Kesehatan sangat dirasakan manfaatnya.   Saya tidak perlu lagi mengeluarkan uang berjuta-juta rupiah untuk membayar biaya perawatan di rumah sakit. Bahkan saya tidak perlu lagi ikut program asuransi kesehatan lain,  yang preminya mahal dan manfaat yang disediakan terbatas. Soalnya BPJS Kesehatan menyediakan hampir seluruh layanan kesehatan secara gratis,  selain membayar iuran bulanan secara teratur, hanya Rp 80 ribu untuk kamar kelas-1.

Respon masyarakat terhadap BPJS Kesehatan ternyata sangat tinggi. Setiap hari,  setiap RS yang menjadi peserta layanan BPJS didatangi oleh  tidak kurang dari 350 orang. Kondisi ini tentu menimbulkan masalah antrian panjang untuk mendapatkan nomor panggilan di poli-poli yang tersedia di RS. Tetapi mengenai antrian ini, sudah menjadi ciri khas Indonesia, di mana saja, termasuk rumah sakit swasta yang  mahal sekalipun, antrian panjang  tetap terjadi.  Anak saya yang menggunakan fasilitas dari asuransi kesehatan lain yang preminya mahal, tetap saja harus antri panjang berjam-jam.

Pada bulan Desember 2016 ini saya terpaksa memanfaatkan kartu BPJS Kesehatan secara optimal.  Hal itu berawal  karena saya pergi ke dokter gigi praktek swasta untuk perawatan  gigi yang mulai banyak goyah dan sering berdarah. Di Puskesmas sebenarnya tersedia Poli Gigi. Tapi pelayanannya terbatas hanya pada cabut gigi. Dokter  gigi  praktek swasta tersebut menyarankan  agar saya pergi ke dokter Spesialis Penyakit Dalam  (SPDP) untuk mengontrol penyakit diabetes yang saya idap sejak 10 tahun terakhir. Katanya, sakit gigi saya disebabkan oleh penyakit diabetes yang saya idap  yang kemudian  menyebabkan  sakit pada gigi, ginjal, mata dan sebagainya.  

Maka saya pergi ke Puskesmas untuk mendapatkan surat rujukan ke dokter SPD di RSUD Ciawi. Pada hari berikutnya saya ikut antrian untuk mendapatkan pemeriksaan dokter SPD. Saya disuruh pergi ke laboratorium untuk pemeriksaan darah dan urine.  Lalu berdasarkan analisis terhadap hasil lab, dokter SPD itu memberikan obat, sekaligus surat rujukan ke poli dokter Spesialis Gigi (SPG)  di RSUD Ciawi tersebut . Sedangkan Dokter SPD memberikan dua jenis obat dan saya harus datang lagi untuk mengharuskan saya datang untuk kontrol diabebeter setiap tiga bulan.

Maka pada hari berikutnya saya mendaftar di Poli Dokter Spesialis Gigi (SPG).  Dokter SPG itu merawat  gigi saya. Ia menambal satu gigi yang berlobang, yang memerlukan beberapa kali datang sampai penambalan permanen.

Selain itu, sudah lama pula saya merasa adanya gangguan pada prostat, maklum karena saya sudah manula. Tapi karena kondisinya masih bisa saya tolerir, saya belum pergi berobat. Pada bulan Desember ini saya putuskan untuk melakukan pemeriksaan penyakit prostat itu. Maka saya kembali mendatangi Puskesmas untuk mendapatkan surat rujukan.  Karena surat rujukan cepat keluar, saya langsung mendaftar di RSUD Ciawi pada hari yang sama. Di Poli Urologi saya diperiksa oleh dokter spesialis bedah urologi. Dengan alat USG yang canggih, saya diperiksa.  Dokter menyimpulkan belum diperlukan tindakan operasi. Saya diberi resep obat untuk diambil di apotik. Dokter memberikan obat untuk satu minggu. Jika dengan obatan itu dirasakan ada perbaikan, akan dilanjutkan dengan pemberian obat selama satu bulan.

Seluruh  pemeriksaan dan  perawatan kesehatan  melalui Program BPJS Kesehatan tersebut, termasuk pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan, saya tidak perlu mengeluarkan uang sama sekali. Semua gratis. Yang saya keluarkan hanya biaya transportasi  pp dari rumah ke puskesmas dan  ke rumah sakit. Memang saya harus membayar iuran bulanan yang tidak seberapa nilainya. Hanya 80 ribu per bulan karena saya mengambil perawatan rawat inap kelas-1. Sedangkan untuk kelas-2 hanya membayar iuran R60.000 dan kelas-3 Rp 30.000,- setiap bulan.

Selain itu, juga dengan memanfaatkan fasiilitas BPJS Kesehatan, saya secara rutin, setiap enam bulan,  menjalani kontrol di RSAL Mintohardjo.  Di RSAL  tersebut saya  menjalani  pemeriksaan dengan alat canggih endoscopy untuk melihat kondisi pembuluh darah saya yang terkena penyakit varises asefarus. Penyakit ini  disebabkan oleh gangguan fungsi hati yang disebutkan sebagai sirosis hati. Penyakit ini menyebabkan terjadinya pembengkakan pada usus yang akan mengantarkan darah ke hati. Jika terjadi pembengkakan pada pembuluh darah itu, maka dokter akan melakukan tindakan pengikatan pada benjolan itu agar kempes kembali.  Untuk pelayanan pemeriksaan dan tindakan menggunakan endoscopy tersebut,  jika tanpa fasilitas BPJS,  saya harus menyediakan dana sekitar Rp 10 juta. Tapi dengan fasilitas BPJS, semuanya gratis, termasuk biaya obat dan rawat inap di rumah sakit.  

Demikianlah,  sejak Presiden Jokowi memimpin pemerintahan, saya benar-benar tertolong, karena kondisi keuangan saya tidak begitu baik. Selain kepada  Tenaga medis dan para medis yang memberikan perawatan dengan baik dan ramah,  tentunya saya perlu mengucapkan terima kasih kepada Presiden Jokowi. Beliaulah yang mendorong dan kalau perlu mengancam rumah-rumah sakit yang tidak mau ikut dalam Program BPJS Kesehatan.

Dari bacaan saya, Program BPJS Kesehatan juga menjadi pelaksana program layanan sosial bidang kesehatan bagi rakyat miskin. Sekitar 80 juta rakyat miskin dibayarkan pemerintah iuran bulanannya bagi kepesertaan mereka dalam Program BPJS. Maka setiap tahun tidak kurang dari Rp 35 triliun  harus dikucurkan Pemerintah untuk pelayanan kesehatan rakyat  miskin melalui BPJS.

Mereka disebut sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI). Sedangkan selebihnya, sekitar 90 juta rakyat adalah peserta non PBI, yang membayar iuran bulanan melalui pemotongan gaji dan pensiunan (bagi pegawai negeri, TNI dan Polri, pensiunan serta karyawan swasta) dan rakyat dengan status pekarja mandiri.

Prinsip yang dijalankan BPJS Kesehatan adalah gotong royong. Pada waktu sehat, semua peserta tetap harus membayar iuran bulanan. Uang iuran mereka digunakan untuk menolong peserta lain yang memerlukan pelayanan ksehatan. Sebaliknya pada waktu jatuh sakit, peserta lain yang membantunya, sehingga bisa menggunakan dan mendapatkan berbagai fasilitas layanan kesehatan yang tersedia secara gratis.  Itulah prinsip gotong royong yang dijalankan Prgram BPJS Kesehatan.

Saya menyimpulkan bahwa Program BPJS adalah keberhasilan  nyata dan yang pertama dari Presiden Jokowi,  secara khusus untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pada 2018 dan 2019, keberhasilan tersebut, insya Allah akan dapat diakumulasikan  dengan keberhasilan di bidang lainnya. Sekarang sedang berlangsung pembangunan infrastruktur ekonomi di  sebagian besar wilayah Indonesia, sejak jalan tol Jawa,  trans Sumatera, Kalimantan,  Sulawesi dan Papua, tol laut,  waduk dan bendungan irigasi, serta pembangkit tenaga listrik. Selain itu, Pemerintah sedang berusaha melakukan perbaikan di bidang ekonomi secara menyeluruh melalui berbagai paket ekonomi, yang sudah mencapai 13 paket ekonomi dan segera akan disiapkan paket perbaikan ekonomi ke 14 pada 2017.

Sekian dulu, salam Kompasiana

M. Jaya Nasti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun