Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

MUI vs Ahok

14 Oktober 2016   09:07 Diperbarui: 14 Oktober 2016   09:19 6601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musuh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta bertambah satu. Yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI).  Melalui juru bicaranya, Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnain, dalam acara ILC Tivione pada  11 Oktober menyampaikan pendapat MUI terkait dengan pdato Ahok di Kabupaten Kepulauan Seribu. Pernyataan Ahok itu mereka kategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum. Oleh sebab itu MUI mendesak pihak kepolisian segera menindak lanjuti pengaduan dan laporan yang telah disampaikan oleh berbagai pihak.

Pendapat MUI tersebut adalah pendapat  mau menang sendiri. Para lawan Ahok, baik ulama, para politikus anti Ahok atau para pembenci Ahok  dari kalangan awam, pastilah menggunakan ayat itu untuk memprovokasi umat Islam agar tidak memilih Ahok menjadi gubernur karena ia beragama Kristen. Tapi kalau Ahok menyebutkan bahwa orang-orang itu (para haters) menggunakan ayat itu untuk kepentingan politik mereka yang anti Ahok, maka ia dianggap dan dituduh telah menistakan al-Quran dan para ulama, sehingga wajib dihukum. Itulah ketidak adilan yang secara nyata dipertontonkan oleh MUI.  

Bahkan Tengku Zulkarnain lebih sadis lag. Ia menambahkan, dari sudut hukum Islam, hukuman yang tepat bagi Ahok adalah hukum bunuh atau sekurang-kurangnya hukuman pengusiran dari Indonesia. Saya pikir itu adalah pendapat pribadi Tengku Zulkarnain yang dikenal sebagai ulama garis paling keras di MUI.

Melalui akun twitternya, Tengku Zulkarnain menyerang siapa saja yang tidak sepaham dengannya. Ia juga sangat membenci aliran Syiah dan karenanya ia sering menghina dan merendahkan Ali bin Abi Thalib, khalifah keempat dari khulafaur Rasyidin. Sebaliknya ia memuji-muji Khalifah Muawwiyah, lawan Ali, yang anaknya Yazid membunuh Husein, anak Ali bin Abi Thalib, di Padang Karbala. Husen merupakan cucu kesayangan Nabi Muhammad SAW. Anehnya Ketum MUI, KH Ma’ruf Amin (unsur NU) dan Dr. Anwar Abbas (Sekjen, unsur Muhammadiyah) memberikan ruang yang cukup lebar bagi Tengku Zulkarnain untuk melakukan provokasi.

Ternyata Ahok tidak gentar. Ia mengatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Oleh sebab itu, silahkan saja memproses kasus itu secara hukum. Maka benarlah pendapat Kompasioner Asaaro Lahagu bahwa Ahok kembali menunjukkan karakternya. Kali ini ia melawan takdirnya yang selaku orang yang bukan pemeluk agama mayoritas. Jika kalah dalam proses pengadilan  ia akan menjadi arang, tapi kalau menang ia menjadi emas.

Akan menjadi sejarah,  siapa yang menang dan siapa yang kalah.  Sejarah akan mencatat, UUD 1945  tetap bertahan sebagai konstitusi Indonesia yang sebenarnya atau digantikan oleh al-Quran. Jika Ahok dikalahkan, maka berarti hukum syariat Islam yang diberlakukan dan UUD 1945 dipinggirkan. Maka konsekwensinya adalah kerusakan yang luar biasa. NKRI akan runtuh. Provinsi dan daerah yang mayoritas penduduknya memeluk agama non Islam akan memisahkan diri atau berontak.

Saya menyayangkan MUI merambah masuk pada wilayah politik praktis. Pada hal ada lembaga Negara yang diberi tugas khusus untuk itu. Ada KPU/D yang diberi tugas untuk menetapkan siapa yang  memenuhi persyaratan menjadi kepala daerah, baik gubernur, bupati  ataupun walikota. Seharusnya MUI memfokuskan perhatiannya pada urusan ibadah dan rukun Islam yang belum tuntas hukumnya. Setiap tahun umat Islam masih dibingungkan  perbedaan mulai puasa atau jatuhnya hari raya. Hukum zakat juga masih belum tuntas, terutama mengenai zakat profesi.

Saya juga menyayangkan bahwa MUI semakin dikuasai oleh para ulama garis keras, yang patokan dan referensinya hanya kitab suci al-Quran, hadist  dan hukum-hukum syariat yang disusun pada ulama. Akibatnya Islam yang mereka tampilkan adalah Islam yang bengis dan Islam yang tidak toleran.

Mereka keliru pikir karena berpandangan bahwa  sepertinya Indonesia adalah Negara yang diatur berdasarkan hukum syariat Islam. Pada hal, sejak Indonesia merdeka pada 1945, para pemimpin Indonesia sudah bersepakat bahwa Indonesia didasarkan atas Pancasila.  Konstusi Indonesia menerima kebinnekaan.  Semua warga Negara, tanpa memandang agama dan etnisnya, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Itulah kesepakatan para “Founding Fathers” Indonesia untuk menghindarkan perpecahan, agar sebagai Negara baru, Indonesia utuh dari Sabang sampai Merauke.

Pada hal sebenarnya di dalam MUI  ada  2 ormas Islam terbesar yang dikenal moderat, yaitu NU dan Muhammadiyah. Sayangnya pula ulama yang mewakili NU dan Muhammadiyah adalah dari unsur ulama radikalnya. Dari kasus Ahok dengan surat Al-Maidah ayat 51 ini,  sebenarnya para ulama di MUI termasuk golongan anti pancasila dan UUD 1945.

Para ulama MUI itu berjuang untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam di Indonesia. Mereka memperjuangkan kembalinya Piagam Jakarta, yaitu UUD 1945  yang di dalam pembukaannya tercantum kalimat “kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluknya”. Oleh sebab itu, MUI sekarang tidak ada bedanya dengan HTI, FPI atau  Majelis Mujahidin Indonesia. Tapi sayangnya pula, MUI adalah lembaga resmi Negara dan mendapatkan pembiayaan dari Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun