Kemarin (8 Oktober 2016) saya hadir pada acara ulang tahun Kompasiana kedelapan yang dinamai Kompasianival. Kali ini tema yang diusung adalah Kompasiana Berbagi. Panitia memiih 5 topik yang hendak dibagikan kepada peserta, yaitu Berbagi Sehat, Berbagi Inspirasi, Berbagi Inovasi, Berbagi Teknologi Berbagi Ekonomi Kreatif. Tapi pada kesempatan ini saya hanya menulis kesan-kesan tentang topik “Berbagi Sehat” dan “Berbagi Inspirasi”. Yang lainnya mungkin akan saya ulas pada tulisan berikutnya.
Saya datang agak terlambat, yaitu pada saat sambutan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi hampir berakhir. Jadi saya tidak bisa mengikuti pesan-pesan yang disampaikannya. Tapi saya mendapatkan kesan, Retno Marsudi adalah seorang menteri perempuan yang cukup hebat. Meskipun bertubuh mungil, Retno menampil sosok yang tangkas dalam berbicara dengan pilihan kata yang tepat. Bicaranya lebih meyakinkan dari Menlu sebelumnya. Tidak heran kalau Presiden Jokowi tetap mempertahankannya, meski sudah dilakukan dua kali reshuffle kabinet.
Sesi pertama, dengan topik “Berbagi Sehat” diisi oleh 3 pembicara, yaitu Gobind Vasdev, Melani Putrid dan Fenita Arie. Tapi dalam tulisan ini saya hanya akan mengulas tentang Gobind Vasdev dan Melani Putria.
Gobind Vasdev selaku pembicara pertama menyampaikan satu pesan kuat, yaitu sehat adalah nikmat yang diberikan Tuhan kepada seluruh manusia secara gratis. Akan tetapi, kesehatan itu harus dijaga dan dipelihara. Caranya adalah dengan menjalani hidup sehat. Jika tidak dilakukan maka kita menjadi sakit, dan sakit itu mahal biayanya. Oleh sebab itu, kita harus menjaga kesehatan dengan cara hidup sehat, di antaranya makan sehat, yaitu makan yang seimbang dalam asupan gizi, protein, karbohidrat dan vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Kelebihan memakan salah satu akan menjadikan tubuh tidak seimbang, misalnya obesitas.
Akan tetapi Gobind menerapkan hidup sehat pada dirinya secara cukup ekstrim. Ia menyimpulkan bahan konsumsi yang berasal dari hewan lebih banyak mudaratnya bagi kesehatan. Oleh sebab itu, ia hanya memakan bahan makanan nabati (tumbuhan) saja, tidak memakan daging hewan apapun. Selain itu, dari pengkajiannya tentang kesehatan, ia menyimpulkan bahwa berjalan tanpa alas kaki jauh lebih sehat daripada memakai sepatu atau sandal. Maka sejak dua tahun yang lalu, ia tidak lagi memakai alas kaki kemana pun pergi. Ia hanya bersiap-siap dengan sepasang sandal jika terpaksa memakainya.
Topik “Berbagi Sehat” dilengkapi oleh Melani Puteri, seorang artis dan mantan puteri Indonesia. Yang ditambahkan oleh Melani adalah hidup sehat dengan berolah raga apa saja. Bisa olah raga lari, senamya ketangkasan dan sebagainya.
Sesi kedua membahas topik “Berbagi Inspirasi”. Sesi ini diisi oleh 3 pembicara, yaitu Budi Soehardi, Tjiptadinata Effendi dan Wulan Guritno. Tapi dalam tulisan ini saya akan mengulas tentang dua sosok saja, yaitu Budi Soehardi dan Tjiptadinata Effendi. Saya tidak sempat mengikuti uraian Wulan Guritno karena saya terlibat ngobrol dengan sejumlah kompasianer yang hadir.
Saya berpendapat, Budi Soehardi adalah pembicara paling top dari seluruh pembicara pada acara Kompasianival ini. Ia membagi pengalaman hidupnya yang sangat inspiratif. Ternyata ada manusia Indonesia langka seperti Budi, di tengah masyarakat yang sakit, di tengah para pejabat yang masih suka korupsi meskipun sudah kaya raya, di tengah para orang kaya, para milyarder Indonesia tetapi ngemplang pajak dan ikut program tax amnesty dengan wajah riang gembira.
Budi berkarir sebagai penerbang pesawat komersial Japan Airline. Lalu dari penghasilannya sebagai pilot, ia membeli tanah di Kupang, NTT dan memulai kehidupan berbagi dengan penduduk miskin di daerah itu. Ia mendirikan panti yatim piatu yang dinamai Rolin. Tapi lahan pertanian yang dibelinya itu kering dan berbatu. Budi bersama isterinya berusaha menggarapnya untuk dijadikan lahan pertanian. Ia mendatangkan puluhan ton pupuk kandang untuk menyuburkan tanah itu, agar bisa menghasilkan tanaman jenis sayuran. Berkat kerja kerasnya, ia berhasil melakukan swasembada sayuran untuk keluarga dan seluruh anak asuhnya yang berjumlah ratusan orang.
Karena kesibukan berbagi dengan anak asuh ratusan orang, Budi akhirnya memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai pilot. Ia bersama anak asuhnya berbagi tugas mengolah lahan pertanian itu sambil mereka terus disekolahkan sampai tamat. Bahkan dalam waktu dekat, seorang anak asuhnya akan mengikuti wisuda, karena telah menamatkan pendidikan kedokteran.
Pesan lain yang disampaikan Budi Soenardi adalah semuanya bisa dilakukan tanpa harus meminta bantuan kepada pihak lain. Ia tidak meminta bantuan dana dari pemerintah atau pihak lain seperti perusahaan swasta dan lembaga bantuan lainnya.