Itulah rumus sederhana Pilgub DKI Jakarta 2017 yang akan datang. Rakyat sudah bosan melihat kelakukan partai politik, karena hanya mempunyai kader-kader  yang tidak lebih dari kumpulan preman perampok uang Negara. Buktinya, belum lama KPK menangkap Damayanti anggota DPR kader PDIP dan menetapkan Budi Supriyanto, anggota DPR kader Partai Golkar sebagai tersangka korupsi. Lalu ada KH Fuad Amin, Ketua DPRD kader Gerindra yang baru selesai menjalani persidangan korupsi. Lalu ada Ratu Atut dan adiknya Wawan, kader Golkar yang menguras APBD Banten yang telah masuk penjara.
Hampir setiap hari selalu ada pemberitaan tidak sedap tentang anggota DPR. Misalnya keengganan mereka menyerahkan laporan kekayaan ke KPK termasuk Ketua DPR sendiri, Ade Komaruddin. Itu indikasi bahwa mereka hendak menyembunyikan kekayaan idak halal yang mereka miliki.
Persoalannya sekarang, siapa kader partai yang lebih hebat dari Ahok? Jawabannya, tidak ada seorangpun kader partai yang lebih hebat. Yang ada hanyalah kumpulan kader dari parpol yang datang ke DPR atau DPRD untuk bermalasan, untuk ngobrol ngalor ngidul dengan prestasi kerja no besar. Mereka lebih suka mendiskusikan bagaimana cara mencuri dan menguras APBN atau APBD. Mereka membenci Ahok karena ia menjadi penjaga APBD DKI Jakarta agar tidak dirampok oleh para anggota DPRD. Ahok berani pasang  badan, sendirian bertempur melawan hampir 100 orang anggota DPRD pada tahun lalu.
Ahok telah membasmi sebagian besar mafia perampas uang rakyat di Jakarta, seperti mafia birokrasi, mafia rusunawa, mafia pajak, mafia penguasa lahan-lahan hijau, mafia pasar dan sebagainya. Bahkan Ahok melakukannya sendirian, karena  para pembantunya,  PNS DKI Jakarta juga tidak punya nyali menghadapi mereka.
Ahok bersama Jokowi telah membuktikan mereka sangat efektif dalam menjalankan roda pemerintahan. Di bawah kepemimpinan mereka, PAD Jakarta meningkat tajam. APBD DKI menjadi yang terbesar di Indonesia, mencapai lebih dari Rp 70 triliun dari sebelumnya kurang dari Rp 40 triliun. Dengan APBD sebesar itu, Ahok mempunyai keleluasaan dalam anggaran.
Ahok lalu meningkatkan penghasilan para PNS di DKI Jakarta agar tidak lagi memeras rakyat. Penghasilan PNS paling bawah sebesar Rp 12 jutaan per bulan. Bahkan para pegawai honorer di bidang pendidikan dan kebersihan mendapatkan penghasilan di atas UMP.
Tentu saja Ahok bukan malaikat, ia tidak bisa melakukan perubahan seperti membalik telapak tangan. Ada masalah kemacetan yang belum selesai. Ada masalah banjir yang masih menggenangi beberapa lokasi perkampungan manakala datang hujan besar. Ia belum selesai memindahkan  seluruh penduduk miskin di bantaran kali, lahan hijau dan perkampungan kumuh ke rusunawa yang kondisinya setingkat dengan apartmen. Tapi ia sedang membangun puluhan tower rusunawa di seluruh kota, untuk menampung para jelata itu.
Untuk melihat Ahok yang sebenarnya, Â kita bisa melihatnya di Youtube. Setiap pagi ia melayani pengaduan rakyat di Balaikota DKI, ia bisa ramah, bisa ketus bisa marah dan bisa membentak. Ia ramah kepada rakyat yang memang menjadi korban ketidak becusan bawahannya dan ia berjanji untuk segera menindak-lanjuti pengaduan itu. Ia bisa ketus dan dan marah kepada rakyat yang mencari-cari akal untuk mengibulinya. Ia bisa membentak seorang perempuan yang mengadu karena tidak bisa mencairkan dana pada KJP milik anaknya, karena memang tidak boleh dijadikan uang tunai. Ia bisa membentak pengusaha yang sudah diberi dispensasi tetapi minta lagi keringanan.
Para politisi di parpol dan di DPR menyebut Ahok keras, kasar dan tidak santun. Tetapi rakyat menyukai gaya Ahok yang kasar itu, karena sebenarnya ia hanya kasar kepada orang-orang jahat yang punya niat tidak baik, para mafia yang suka memeras uang rakyat. Ia tidak mau kompromi dengan ketidak adilan, dengan pejabat yang bekerja tidak benar, dengan para mafia dan preman.
Meskipun demikian, rakyat Jakarta tidak takut kepada Ahok. Setiap pagi kedatangannya selalu ditunggu oleh puluhan orang untuk melaporkan dan menyampaikan pengaduan. Ciri khas Ahok, meskipun ia seorang Gubernur, sama sekali tidak memperlihat keangkeran dan kewibawaan birokrat yang menjadikan rakyat takut mendekat. Ia mendatangi rakyat yang mengadu sambil berjalan dan menanyakan masalah yang hendak mereka adukan.
Ia juga menyiapkan nomor HP khusus untuk mengirim SMS berisi pengaduan. Jadilah Ahok pemimpin yang tersambung dengan rakyatnya. Ia bisa dihubungi karena umumnya SMS itu langsung ditindak-lanjuti oleh stafnya atau oleh dinas/suku dinas terkait.
Itulah Ahok, yang disebut sebagai Gubernur DKI Jakarta terbaik setelah Ali Sadikin. Itulah sebabnya, setelah Ahok menyatakan memilih jalur independen dalam Pilgub DKI Jakarta yang akan datang, rakyat Jakarta berduyun-duyun mendatangi posko Teman Ahok untuk menyerahkan foto copy KPT dan  mengisi formulir dukungan kepada Ahok dan cawagubnya Heru.
Rumus sederhana Ahok untuk memenangkan Pilgub DKI Jakarta 2017, selain prestasi, kinerja dan kepeduliannya kepada  rakyat, ia tidak serakah. Ia menyadari tidak semua orang menyukainya. Banyak pula yang membencinya. Maka yang diperlukan Ahok hanya 50% + 1 suara rakyat Jakarta. Kelihatannya Ahok akan mendapatkannya,  bahkan bisa mencapai 60% lebih suara rakyat Jakarta.
Oleh sebab itu, karena Ahok telah memilih jalur independen,  yang dapat dilakukan parpol saat ini adalah memberikan dukungan kepada Ahok tanpa syarat apapun,  seperti yang dilakukan oleh Partai Nasdem. Rakyat Indonesia, bukan hanya rakyat Jakata, akan mencatat parpol yang mendukung Ahok dan yang membenci Ahok. Jika mendukung  Ahok,  maka parpol itu bisa berharap mendulang suara yang lebih banyak pada Pilkada Serentak 2017 dan Pemilu Legislatif  2019.
Akan tetapi jika parpol itu termasuk kelompok parpol yang membenci Ahok, maka dampaknya akan mereka rasakan, ditinggalkan oleh rakyat. Kondisinya bisa sama seperti Partai Demokrat ditinggalkan rakyat pada Pemilu 2014.Â
Soalnya Jakarta adalah barometer politik secara nasional.  Ahok adalah representasi pemimpin  yang bekerja keras meningkatkan kemakmuran rakyatnya. Ia adalah gubernur yang berani bertarung melawan ketidak benaran dan kemunkaran. Ia tidak sama dengan hampir seluruh kepala daerah yang mau berdamai dengan para mafia, para koruptor dan para pemeras rakyat.
Sekian, salam dari saya
M. Jaya Nasti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H