Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diamnya Jokowi Kunci Keberhasilan Menangani Politik

12 Maret 2016   13:52 Diperbarui: 12 Maret 2016   14:20 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selanjutnya,  Presiden Jokowi juga bersikap diam melihat pertarungan dua kubu di Partai Golkar dan PPP. Presiden Jokowi sepertinya membiarkan dua kubu di kedua  partai bertarung habis-habisan. Meskipun diam, Presiden Jokowi menugaskan pembantunya, Menkumham mencari cara untuk menjaga agar kedua partai kehabisan nafas dengan sendirinya.

Setelah berbulan-bulan berlalu, mereka mulai lelah berkelahi. Maka kedua kubu di Golkar berdamai. Mereka sepakat untuk menyelenggarakan Munaslub. Partai Golkar juga berbalik arah, menjadi partai pendukung Pemerintahan Jokowi, meninggalkan Partai Gerinda dan Prabowo Subianto.  Maka kembali Presiden Jokowi memperoleh kemenangan gilang gemilang dalam percaturan politik di Indonesia. Sekarang tidak ada lagi tokoh politik yang lebih kuat dari Jokowi. Bahkan semua sudah ikut di belakang Jokowi.

Masalah yang sekarang dihadapi Presiden Jokowi adalah ketidak harmonisan dalam Kabinet Kerja yang ia pimpin. Beberapa menteri terlihat berbeda pendapat, saling menyindir dan menyalahkan rekannya sesama menteri.  Sekilas terlihat sepertinya pangkal masalah terletak pada Rizal Ramli (RR) yang diangkat menjadi Menko Maritim. Belum sampai seminggu setelah dilantik, RR langsung mempersoalkan kebijakan yang dbuat sejumlah rekannya di kabinet.

Bukannya hanya di sidang kabinet, RR juga membuka isu-isu itu ke ruang publik. Tidak hanya para  menteri yang terkena kepret yang marah, tetapi juga Wapres JK. Menteri yang terkena kepret adalah Rini Sumarno yang membawahi BUMN Garuda yang hendak membeli puluhan pesawat ukuran jumbo.  Sudirman  Said selalu menteri ESDM dikepret karena hendak membangun pembangkit listruk 35.000 MW yang menurut RR tidak masuk akal. Ia juga mempesoalkan keberpihakan SS kepada PT. Freeport.

Terakhir ia mempersoalkan rencana pembangunan tanki gas raksasa terapung (onshore) di Blok Gas Masela yang diusulkan SS selaku Menteri ESDM. RR berpendapat  pembangunan tangki raksasa terapung itu hanya memberikan keuntungan kepada investor asing tetapi tidak menciptakan multiplier effect bagi masyarakat di  pulau-pulau di sekitarnya.

Presiden Jokowi memahami bahwa di dalam kabinetnya ada kekuatan yang memperjuangkan kepentingan lain, bukannya untuk menegakkan Trisakti dan Nawacita. Masalahnya, kekuatan itu merupakan suatu greng yang dikomandani langsung oleh Wapres JK beranggotakan Rini Sumarno, Sudirman Said dan Sofyan Djalil. Kepentingan yang mereka usung adalah mendapatkan bagian dari investasi perusahaan-perusahaan asing bagi perusahaan-perusahaan yang mereka miliki. Mereka memiliki network yang kuat dan saling mendukung. Untuk itu, SS dan RS berperan sebagai “striker”, sedangkan JK memainkan peranan sebagai penjaga dan pendukung. Berkali-kali JK membela SS, misalnya dalam kasus surat untuk Freeport, dan terakhir ikut bersama-sama dengan SS menyerang RR.

Untuk menghadapi geng JK itu, Jokowi mengganti Menko Maritim dengan Rizal Ramli (RR). Pengangkatan RR sebagai Menko Maritim adalah bagian dari strategi Presiden Jokowi sendiri, untuk menghambat laju gerakan  dari geng JK. Presiden Jokowi sebenarnya meminjam tangan dan mulut RR untuk menghadapi mereka. Sebagai mantan aktifis mahasiswa dan ekonom bermazhab ekonomi kerakyatan, RR berhasil menahan laju gerakan gengnya JK. Kelanjutan kontrak kerjasama dengan Freeport berhasil dihentikan dan untuk sementara dibiarkan ngambang.  Keputusan pembangunan tanki terapung raksasa di Blok Masela belum bisa dieksekusi karena masih menunggu keputusan Presiden Jokowi.

Sebenarnya bisa saja Presiden Jokowi membuat Keppres yang berisi penegasan posisi  Wapres sebagai “ban serap”,   yang hanya bekerja sesuai penugasan presiden. Akan tetapi, sebagai orang Jawa Solo yang halus budi pekertinya, Jokowi tidak mau melakukannya.  Selain itu Presiden Jokowi juga memperhitungkan kekuatan di belakang JK secara politik dan ekonomi.  Hal itu pula yang menyebabkan Jokowi tidak mau gegabah mengganti menteri yang menjadi anggota gengnya JK.

Akan tetapi dengan RR berbicara di ruang publik, maka rakyat menjadi tahu persoalan yang sebenarnya. Publik mendapat kesempatan untuk menguji siapa yang benar-benar hendak mewujudkan Trisaksi dan Nawacita yang menjadi visi dan misi Presiden Jokowi. Publik menjadi tahu jaringan kerjasama  yang berada dibelakang layar untuk kepentingan pribadi dan perusahaan milik para pejabat Negara tersebut.  Akhirnya menjadi sangat terbuka, siapa petinggi negara dan para menteri yang sebenarnya menjadi antek-antek  asing.

Sekian, salam dari saya

M. Jaya Nasti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun