Hari Rabu malam yang lalu (23/2/2016), acara Mata Najwa di Metro tivi menghadirkan dua anak laki-laki Presiden Jokowi. Mereka diwawancarai tentang kehidupan mereka sebagai anak presiden. Dua anak laki-laki Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep duduk di kursi Mata Najwa untuk ditanyai oleh Najwa Shihab dihadapan ribuan pengunjung.
Yang menarik adalah Putra sulung Presiden Joko Widodo(Jokowi), Gibran Rakabuming Raka (28). Ia berprofesi sebagai pengusaha kelas menengah, menjalankan bisnis weeding organizer sekaligus catering yang diberi nama “Cilli Pari”. Selain itu Gibran mendirikan usaha jualan martabak. Tentu bukan martabak kelas kaki lima, tetapi berupa kafe yang menu utamanya martabak. Keistimewaan martabak yang dijual di kafe yang diberi nama “Markobar” adalah martabak 8 rasa. Kafe “Markobar” telah membuka cabang di sejumlah kota termasuk Jakarta, yang berlokasi di jalan Cikini Raya.
Gibran menjauhi dunia politik yang kini tengah digeluti sang ayah. Bagi pria kelahiran Solo, 1 Oktober 1987 itu, bisnis dan politik tidak bisa disatukan. Ia tidak ingin memanfaatkan posisi ayahnya sebagai walikota Solo yang kemudin menjadi Gubernur Jakarta dan sekarang Presiden. Ia berprinsip bisnis dan politik jangan dicampur. Ia ingin bapaknya tetap bisa jalan sebagai pejabat negara, dan ia juga jalan sebagai pengusaha. Sebagai anak, tidak ingin mengganggu urusan ayahnya dengan bisnis yang dia lakukan.
Yang menarik lagi, Gibran sejak 5 tahun yang lalu mendirikan sebuah yayasan yang bergerak pada kegiatan kursus Bahasa Inggeris gratis bagi anak-anak keluarga tidak mampu di Solo dan sekitarnya. Ia berpendapat Bahasa Inggeris adalah salah satu kunci keberhasilan dan wajib dikuasai oleh anak-anak Indonesia. Mungkin itulah salah satu sedekah Gibran bagi masyarakat di sekitarnya.
Lain lagi dengan anaknya Wapres Jusuf Kalla. Anak tertua JK, Solihin Kalla umur 39 tahun) adalah seorang profesional dan pengusaha Indonesia. Ia anak laki-laki satu-satunya dari 4 bersaudara. Ia menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis Kalla Grup, sebuah kelompok usaha besar atau konglomerasi milik keluarga Kalla yang dikomadani oleh JK, dan diserahkan kepada adik dan anaknya setelah JK kembali menjabat. Maklum sebagai wapres yang juga menjadi ketua sejumlah organsasi kemasyarakatan, JK super sibuk, tidak lagi punya waktu mengurus puluhan perusahaan besar.
Tapi hebatnya, JK tidak melarang anak-anaknya menggerubungi proyek-proyek pemerintah. JK sendiri bilang bahwa keluarganya selaku warga Negara punya hak untuk berusaha, termasuk mengerjakan proyek-proyek pemerintah jika memiliki kemampuan.
Tidak terlalu jauh dari Jakarta, di Cikeas sana, ada Ibas, putera bungsu mantan Presiden SBY. Ia menjadi politisi Partai Demokrat, partai yang didirikan bapaknya. Pada periode yang lalu ia mendapatkan posisi tinggi, sebagai sekjen. Pada periode sekarang, ia “hanya” menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR. Ia terlihat selalu mengekor kemana orang tuanya bepergian. Ia berbeda dengan abangnya Agus Harimurti, yang merintis karir di TNI berpangkat mayor, mengikuti jejak langkah ayahnya.
Nama Ibas kerap disebut oleh saksi-saksi kasus korupsi. Ia disebutkan menerima ikut dan menikmati uang hasil korupsi. Bahkan mantan wasekjen PD yang mendekam di penjara, Angelina Sondakh, menyebut Ibas biasa diberi nama “sang pangeran” untuk urusan proyek-proyek yang digarapnya.
Tetapi KPK belum menindak lanjuti pernyataan para saksi tersebut. Maklum tidak mudah bagi KPK untuk mencari barang bukti yang mungkin tersimpan di Cikeas sana. Akan menimbulkan geger politik jika istana mantan Presiden SBY digeledah.
Hampir bersamaan waktunya, Fanny Safriyansyah alias Ivan Haz (IH), anggota DPR dari PPP, anak mantan Wapres Hamzah Haz, digrebek polisi. Ia digiring ke kantor polisi bersama sejumlah oknum polisi dan TNI karena kasus narkoba. Pada hal IH juga terlibat kasus penganiayaan pembantu rumahtangga. Polisi telah mendapatkan izin untuk memeriksanya sebagai tersangka karena ia anggota DPR. Tapi sebelum polisi sempat melakukan pemeriksaan, Ivan Haz sudah tersangkut lagi dengan kasus hukum lain, yaitu narkoba. Belum ada penjelasan polisi apakah ia hanya terlibat sebagai pemakai saja, pengedar atau produsen.
Masih di Jakarta, di kawasan Kuningan, Ilham Akbar Habibie putera tertua mantan Presiden Habibie, melanjutkan jejak langkah ayahnya sebagai pakar penerbangan. Ia sedang mempersiapkan pesawat terbang yang diberi nama R80, dengan kapasita penumpang 80 orang yang dijadwalkan dapat terbang pada 2019. Ia yakin, jenis pesawat itu yang sangat dibutuhkan Indonesia untuk menjangkau pulau dan daerah-daerah terpencil. Ia juga yakin, PT. Garuda Indonesia nantinya akan berminat membeli pesawat terbang R80 tersebut. Sedangkan anak bungsu mantan Presiden Habibie, Tharek Kemal Habibie, menekuni profesi sebagai bisnisman, menengelola perusahaan keluarga milik ayahnya, BJ Habibie.
Lalu bagaimana dengan anak-anak mantan Presiden Megawati?. Yang paling terkenal tentunya adalah Puan Maharani, yang sekarang menjabat Menko Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Kabinet Kerja. Ia dikader dan didik ibunya untuk menggantilkannya memimpin PDI-P. Meskipun demikian ia dinilai tidak memiliki kinerja yang tinggi, dan lebih cenderung menjadi beban Presiden Jokowi. Puan mempunyai dua saudara laki-laki. Keduanya juga mengikuti jejak ibunya sebagai politikus. Bahkan Prananda Prabowo diberi jabatan sebagai salah satu ketua DPP PDIP, meskipun ia begitu tidak dikenal oleh publik.
Tentu kalau kita tarik ke belakang, ada 5 anak Presiden Soeharto yang semuanya berprofesi sebagai pengusaha. Mereka menjadi pengusaha besar karena fasilitas ayah mereka serta pengusaha yang menjadi kroninya. Setelah Pak Harto lengser dan meninggal dunia, perusahaan—perusahaan yang dimiliki anak Pak Harto juga rontok. Bahkan perusahaan stasiun televisi Mbak Tutut akhirnya berpindah tangan dikuasai oleh Hary Tanu, pemilik stasiun televisi MNC grup.
Jadi, dari 6 presiden RI tersebut, kehidupan anak-anak mereka cukup beragam. Ada yang berusaha secara mandiri dan tidak minta difasilitasi oleh ayahnya. Tetapi kebanyakan mengikuti jejak langkah orang tua mereka selaku politisi dan pengusaha.
Ada pula yang mengikuti jejak ayahnya sebagai pakar dan perintis industri pesawat terbang nasional. Ada yang difasilitasi sedemikian rupa selaku pengusaha, lalu menjadi pengusaha besar dan berakhir dengan kebangkrutan setelah ayah mereka tidak lagi menjabat.
Ada yang mungkin terlalu dimanjakan sehingga mereka menjadi tidak bertanggung jawab bagi dirinya sendiri dan jabatan publik yang disandangnya, dan akhirnya tersangkut masalah hukum.
Sekian dulu, Salam dari saya
M. Jaya Nasti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H