Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jalan Tol di luar Jawa dan KA Cepat Tidak Ekonomis, Haruskah Kita Tolak?

10 Februari 2016   13:01 Diperbarui: 10 Februari 2016   13:06 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah juga mengundang investor mancanegara untuk melakukan investasi di Indonesia.  Mereka ditawarkan untuk melakukan investasi pada hampir seluruh sector ekonomi dengan menjanjikan berbagai kemudahan. Proyek KA Cepat Jakarta – Bandung merupakan proyek investasi yang sepenuhnya dibiayai oleh investor dari Cina dan konsorsium sejumlah BUMN. Pemerintah tidak perlu menyediakan dana sepeserpun. Pemerintah juga sudah sejak semula menyatakan tidak memberikan jaminan kalau rencana yang disusun para investor dan konsorsium BUMN ternyata meleset. Jadi mengapa harus ramai-ramai ditolak?

Oleh sebab itu seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Presiden Jokowi dan para menterinya sudah memperhitungkan segala resiko yang akan dihadapi. Buktinya, Jalan tol lintas Sumatera sudah dimulai. Begitu pula di pulau-pulau lainnya.

Kalau kita melihat kebelakang, Presiden RI pertama, Ir. Soekarno membangun berbagai proyek besar dan bahkan sebut sebagai proyek mercusuar, pada saat negara tidak punya uang. Tetapi pemerintah mampu membangunan berbagai proyek besar yang waktu itu diejek sebagai proyek mercusuar. Tentunya sebagian besar dibangun dengan dana pinjaman dari luar negeri, dari negara-negara sahabat pada waktu itu seperti Rusia, Cina dan Jepang.

Maka berdirilah Gedung DPR/MPR, Stadion Utama dan Istora di  Senayan, Mesjid Istiqlal, Tugu Monas dan sebagainya. Sampai sekarang bangunan megah yang dibangun Soekarno itu masih berdiri dengan kokoh dan menjadi kebanggaan kita. Bahkan kita masih masih memakainya sesuai peruntukannya.

Bayangkan jika stadion utama dan istora tidak ada, Indonesia tidak akan pernah tercatat sebagai pelenggara Asian Games, pada masa hampir seluruh negara di Asia kondisinya masih morat marit. Bahkan Indonesia berhasil menempati urutan ketiga dalam pengumpulan medali emas.  Bayangkan kalau Mesjid Istiqlal tidak ada, maka kita tidak memiliki masjid yang dapat dibanggakan sebagai bangsa yang mayoritas beragama Islam.

Jadi Presiden Soekarno adalah pemimpin yang visioner yang mampu melihat jauh ke depan, seabad atau setengah abad kemudian. Presiden Jokowi juga adalah pemimpin visioner yang melihat pentingnya infrastruktur ekonomi dibangun di seluruh kepulauan, tidak hanya di Jawa,  agar perekonomian tumbuh merata, agar perekonomian Indonesia bisa secepatnya bangkit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun