Selain itu diperlukan pemikiran para pakar ilmu sosial dan antropologi tentang konsep pembinaan khusus bagi Suku Anak Dalam. Mereka dibina  agar mau menetap dan mencari penghidupan dari bercocok tanam serta budidaya peternakan dan perikanan. Diperlukan pula penyiapan tenaga Pembina masyarakat Suku Anak Dalam dengan imbalan gaji/honorarium yang  lebih besar dari misalnya tenaga Pembina Desa, karena sulitnya tugas yang dijalankan di tengah hutan.
Bagaimanapun suku Anak Dalam harus diselamatkan, karena permukiman dan sumber penghidupan mereka telah dirampas. Mereka adalah korban pembangunan dan dibiarkan terlantar dan terlunta-lunta oleh pemerintahan sebelumnya.
Pemerintah pada waktu itu mungkin lupa  atau tidak peduli bahwa di hutan-hutan Provinsi Jambi dan Sumsel juga menjadi tempat bermukim manusia. Jumlah mereka tidak sedikit mencapai 200 ribu jiwa. Mereka tergusur oleh usaha perkebunan karena Pemerintah memberikan HGU kepada para pengusaha dengan imbalan berupa pajak kepada negara, dan  tentu saja upeti bagi para kepala daerah.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H