Dengan demikian masyarakat dapat menempatkan Polisi sebagai Polisi. Kalau perlu, masyarakat baru bisa membedakan kedudukan  di jalan mengurangi hakikat dan citra polisi secara keseluruhan. Polisi adalah polisi, itulah makna kedudukan dan perannya di masyarakat.Â
Dalam posisi sosial demikian menurut Hoegeng maka seorang Agen Polisi sama saja dengan seorang Jenderal Polisi. Tentu saja yang terakhir memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang lebih besar.Â
Hakikat Polisi yang demikianlah yang membuat Hoegeng mencintai tugas kepolisian dan bangga menjadi seorang Polisi, tanpa membedakan kedudukan dan pangkat.Â
Hoegeng tidak pernah merasa malu turun tangan mengambil alih tugas teknis seorang Agen Polisi yang kebetulan tidak ada atau tidak di tempat. Misalnya jika di suatu perempatan jalan terjadi kemacetan lalu lintas maka kadangkala dengan baju dinas Kapolri Hoegeng akan menjalankan tugas seorang Polisi lalu lintas di jalan raya.Â
Pekerjaan itu dilakukan dengan ikhlas sekaligus memberikan teladan tentang motivasi dan kecintaan Polisi akan tugasnya, sekaligus memberikan teguran dan peringatan secara halus kepada bawahan yang lalai atau malas. Kebiasaan ini sebenarnya hal sangat ditungu oleh masyarakat.Â
Di tengah hiruk pikuk lalu lintas yang pada merayap, bila ada polisi yang bertugas, masyarakat akan tersenyum di pagi hari. Lalu lintas lancar masyarakat dapat bekerja secara produktif.
Kehadiran seorang atau sejumlah Polisi menurut Hoegeng justru mendatangkan rasa tenteram pada masyarakat sekitar. Bukan rasa takut, sebab Polisi bukan momok bagi masyarakatnya. Malah sebaliknya, hanya penjahat atau orang yang bermaksud jahat yang takut dan was-was terhadap kehadiran Polisi. Hoegeng berkeinginan memulai menegakkan citra ideal seorang Polisi dari dirinya sendiri.Â
Berbarengan dengan itu, ia menampilkan pula citra seorang Komandan Polisi yang baik. Setidaknya ada dua citra yang harus ditegakkan pimpinan Kepolisian secara simultan yaitu citra diri sebagai Polisi terhadap dirinya sendiri dan kehormatannya yang berkaitan dengan citra sosial Polri sesuai dengan hakikat sosial dirinya di tengah masyarakat Indonesia dan masyarkat dunia.
Hoegeng menolak hak atas sejumlah pengawal dan gardu jaga di rumah. Alasannya adalah bahwa rumah seorang Polisi adalah tempat mengadu masyarakat. Maka rumah Polisi tidak boleh terkesan angker, atau membuat risi (segan) orang yang ingin datang.Â
Bagi Hoegeng rumahnya sewaktu-waktu bisa menjadi rumah komando dari seorang komandan. Karena urusan kepolisian bisa timbul dalam 24 jam sehari.Â