Mohon tunggu...
Moses Joshua Lesmana
Moses Joshua Lesmana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Jangan lupa tidur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jeritan Hakim: Aksi Mogok dan Tuntutan Kesejahteraan yang Terabaikan

7 November 2024   18:09 Diperbarui: 7 November 2024   18:14 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi mogok yang dilakukan oleh ribuan hakim di Indonesia pada 7-11 Oktober 2024 menjadi peristiwa penting yang patut disorot oleh publik dan pemerintah. Selama lima hari, para hakim di seluruh Indonesia menghentikan kegiatan mereka sebagai bentuk protes atas kondisi kesejahteraan yang selama bertahun-tahun dianggap terabaikan. 

Protes yang diinisiasi oleh Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) ini bertujuan untuk menarik perhatian serius dari pemerintah terhadap kondisi kerja yang menurut mereka sudah tidak layak lagi bagi para penegak hukum yang bertugas menjaga keadilan di negeri ini.

Selama lebih dari satu dekade, gaji hakim di Indonesia tidak mengalami kenaikan, sementara inflasi dan biaya hidup terus meningkat secara signifikan. Menurut SHI, jika dihitung berdasarkan inflasi tahunan rata-rata 4,1 persen, tunjangan hakim seharusnya mengalami peningkatan minimal 242 persen sejak tahun 2012. Tanpa adanya penyesuaian ini, kesejahteraan para hakim tertinggal jauh dari kenaikan harga kebutuhan hidup yang terus melonjak. 

SHI menyebutkan bahwa tuntutan ini tidak sekadar soal kesejahteraan ekonomi, tetapi juga menyangkut keadilan sosial bagi para hakim yang bekerja di bawah tekanan dan risiko tinggi, tetapi tidak mendapatkan kompensasi yang layak. Dalam konteks ini, aksi mogok yang terjadi tidak hanya memperlihatkan perlawanan para hakim terhadap ketidakadilan ekonomi, tetapi juga sebagai seruan kepada negara agar lebih memperhatikan kesejahteraan penegak hukum.

Jika dibandingkan dengan kondisi hakim di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, kesejahteraan para hakim Indonesia jelas sangat tertinggal. Di Amerika Serikat, gaji hakim rutin disesuaikan dengan inflasi, serta didukung dengan jaminan keamanan yang sangat ketat. 

Pemerintah di negara-negara Barat menyadari bahwa kesejahteraan hakim menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga independensi peradilan. Mereka berinvestasi untuk memastikan bahwa para hakim dapat bekerja tanpa khawatir akan ancaman fisik atau tekanan ekonomi. 

Sementara itu, di Indonesia, stagnasi gaji selama 12 tahun terakhir dan minimnya perlindungan keamanan menjadi salah satu alasan utama para hakim merasa diabaikan oleh pemerintah. Hal ini kontras dengan kebijakan di negara-negara Barat yang menempatkan kesejahteraan dan perlindungan hakim sebagai prioritas demi menjaga integritas hukum.

Salah satu contoh konkret ancaman terhadap hakim di Indonesia terjadi pada tahun 2023, ketika seorang hakim di Pengadilan Negeri Makassar menerima ancaman pembunuhan setelah memutuskan perkara korupsi besar. Tanpa adanya perlindungan yang memadai dari negara, hakim tersebut akhirnya terpaksa meminta pindah tugas ke wilayah lain demi keamanan pribadinya dan keluarganya. 

Kasus ini bukan hanya mencerminkan lemahnya perlindungan terhadap para hakim di Indonesia, tetapi juga menggarisbawahi salah satu tuntutan utama dalam aksi mogok ini: pentingnya regulasi yang lebih kuat untuk melindungi para hakim dari ancaman fisik maupun non-fisik ketika menjalankan tugas. 

Ketika hakim tidak merasa aman dalam melaksanakan tugasnya, maka independensi dan kualitas keputusannya dapat terancam, karena mereka berada dalam situasi yang rentan terhadap tekanan dari pihak-pihak tertentu.

Aksi mogok ini juga menjadi cerminan dari kegagalan pemerintah dalam memenuhi hak-hak dasar para hakim. Kesejahteraan yang layak dan jaminan keamanan seharusnya menjadi prioritas negara untuk menjaga martabat profesi hakim. Jika pemerintah terus mengabaikan tuntutan ini, kualitas penegakan hukum di Indonesia akan terancam dalam jangka panjang. Aksi ini juga bisa memicu dampak yang lebih luas. 

Para hakim sebagai simbol keadilan dan penegak hukum memiliki posisi penting dalam masyarakat. Jika mereka merasa diabaikan dan diperlakukan dengan tidak adil, maka profesi-profesi lain yang juga memiliki fungsi penting dalam penegakan hukum, seperti jaksa dan aparat keamanan, dapat terpengaruh dan melakukan tindakan serupa. Hal ini tentu akan menjadi preseden buruk yang dapat mengganggu stabilitas sistem hukum secara keseluruhan.

Kesejahteraan hakim dalam sistem peradilan dapat diibaratkan sebagai fondasi dari sebuah bangunan. Jika fondasi tersebut rapuh, maka bangunan akan rentan ambruk ketika dihadapkan pada tekanan atau ancaman dari luar. Dalam hal ini, jika kesejahteraan dan perlindungan para hakim tidak dipenuhi, maka integritas sistem hukum pun akan ikut terancam. 

Hakim yang tidak sejahtera atau tidak merasa aman dalam menjalankan tugasnya mungkin tidak dapat membuat keputusan yang sepenuhnya independen dan adil. Tanpa kesejahteraan yang layak, seorang hakim bisa merasa terpaksa untuk mengambil keputusan yang menguntungkan pihak tertentu akibat adanya ketergantungan ekonomi atau karena merasa terancam secara fisik.

Secara keseluruhan, aksi mogok para hakim Indonesia menggambarkan kenyataan pahit dari kondisi penegak hukum di Indonesia. Kesejahteraan yang kurang layak dan minimnya jaminan keamanan menjadi simbol dari sistem peradilan yang rentan terhadap gangguan dan tekanan. 

Pada intinya, profesi hakim seharusnya ditempatkan dalam posisi yang kuat dan aman agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan integritas penuh, tanpa terganggu oleh ketidakpastian hidup atau ancaman dari pihak-pihak yang berkepentingan. Ketika para hakim, yang merupakan garda terakhir dalam menjaga keadilan, merasa diabaikan, maka ini adalah sinyal bahwa ada masalah mendasar dalam sistem peradilan yang perlu segera diperbaiki.

Langkah pemerintah ke depan akan menjadi kunci dalam meredakan situasi ini dan mencegah terjadinya dampak yang lebih luas pada sistem hukum. Jika pemerintah mampu merespons tuntutan para hakim dengan bijak, seperti memperbaiki kesejahteraan dan memberikan perlindungan yang lebih kuat, hal ini akan memberikan dampak positif dalam memperkuat pondasi keadilan di Indonesia. 

Namun, jika tuntutan ini kembali diabaikan, bukan tidak mungkin aksi mogok ini hanya menjadi awal dari rentetan ketidakpuasan yang lebih besar di kalangan penegak hukum. 

Pemulihan martabat dan kesejahteraan para hakim bukan hanya akan menjaga kehormatan profesi mereka, tetapi juga memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa keadilan di Indonesia dijalankan oleh orang-orang yang benar-benar terlindungi dan diberdayakan. Bagi para hakim dan masyarakat, hasil dari aksi mogok ini akan menjadi tolak ukur sejauh mana komitmen pemerintah dalam menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan para penegak hukum di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun