Mohon tunggu...
purwanto
purwanto Mohon Tunggu... -

sebuah impian hanya akan menjadi mimpi belaka apa bila kita tidak mau melangkah untuk menggapainya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Filsafat Ilmu Pengetahuannya Budisme oleh Gerald Du Pre

7 Maret 2016   17:51 Diperbarui: 7 Maret 2016   19:44 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Seorang yang telah memperoleh Kemenangan atas ketidaktahuan, pernah mengatakan bahwa kekosongan itu adalah mirip sesuatu penghapus semua pandangan-pandangan; tetapi orang-orang yang telah memperoleh kekosongan itu, lalu memiliki pandangan-terang, yang tak dapat dilenyapkan dari alam pikirannya.” 2.

Sunyata itu diterangkan sebagai keadaan tidak terdapatnya segala sesuatu, tetapi juga bukan keadaan yang hampa dari sesuatu. Sunyata itu bukan suatu eternalisme, atau keadaan yang abadi, namun juga bukan merupakan essensi yang selalu ada, yang terdapat dibelakang semua phenomena, atau gejala-gejala, dan pula bukan suatu nihilisme. Sunyata, berarti kekosongan (= emptiness), dan diterangkan bersifat kosong, suatu kekosongan yang sempurna. Apa yang dapat diterangkan lebih lanjut mengenai keadaan yang kosong itu?

Saya percaya bahwa bagi umat Buddha, terutama dari aliran Madyamika, filsafat pengetahuan (= philosophy of knowledge) itu adalah filsafat ilmu pengetahuan (= philosophy of science), karena saya percaya bahwa sunyata itu menunjuk kepada pengalaman, suatu pengalaman aktual itu sendiri – (= actual experience itself).

Sunyata itu berkeadaan rill, merupakan keadaan tidak terdapatnya sesuatu, namun bukan keadaan yang hampa dari sesuatu; berkeadaan jelas dan dapat dihayati secara langsung, namun tidak mungkin dapat kita tangkap pengertiannya sepenuhnya dengan fikiran kita; merupakan sesuatu yang semua sifat-sifatnya dapat disebutkan, namun hanya melalui pengalaman yang aktual sajalah kemungkinannya sunyata itu dapat ditunjukkan ciri-cirinya. Hanya dalam arti yang demikian itu filsafat Mahayana dapat mengungkapkan arti sunyata,

 dan yang harus dirasakan, atau dihayati sendiri oleh orang yang ingin mengetahui makna sunyata itu. Pangeran Siddhartha sendiri dengan jelas mendasarkan ajarannya atas pengalaman, dan Buddhisme secara keseluruhan itu membicarakan pengalaman. Aliran Yogacara dan Vijnanavada, dari Buddhisme, itu secara khusus mengidentifikasi sunyata dengan pengalaman.

Namun, sunyata itu bukan berarti suatu konsep tentang “pengalaman”, seperti yang disarankan oleh aliran Yogacara dan Vijnanavada. Sunyata itu berarti kekosongan (= voidness = emptiness), yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah keadaan kosong dari sesuatu konsep.

Sunyata itu menunjukkan pengalaman yang aktual itu sendiri,- suatu pengalaman yang sifatnya langsung atas penglihatan, pendengaran, pencecapan, penciuman, perabaan, dan fikiran yang konseptual. Jadi, sunyata itu ada disini, ada sekarang ini, merupakan pengalaman yang aktual atas kata-kata yang terdapat didalam halaman buku ini, atas cahaya yang terdapat di kamar ini, atas penghayatan bahwa kita sedang duduk di atas kursi ini, atas kicau burung yang ada diluar kamar kita itu. 

Untuk menunjukkan counteraksi-nya dari kesan negatifnya, yang diberikan oleh istilah sunyata, pengalaman yang aktual ini juga ditunjukkan oleh istilah partner-nya, yaitu istilah tathata, atau kesedemikianan (= thusness = suchness = thatness). Istilahtathata, menunjukkan pengalaman yang aktual yang secara sederhana diungkapkan dengan berkata “itu” (= that”), seperti yang dilakukan seseorang yang sedang menunjukkan sebuah kamar, dengan lambaian tangannya.

Oleh karena sunyata itu menunjukkan pengalaman yang aktual, dan lalu Pangeran Siddhartha mengajarkan pandangan yang ilmiah tentang pengalaman, – yaitu dengan mengatakan bahwa yang dinamai pengalaman itu adalah sesuatu yang dapat dilihat dan dapat didengar secara langsung -, maka pengalaman itu lalu menjadi authoritas yang paling tinggi. 

Hal yang demikian itu menjadikan Sang Buddha merupakan filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan yang pertama di dunia. Ketika Nagarjuna berkata bahwa kasunyataan yang relative itu berdasarkan pada sunyata, beliau berarti mengatakan bahwa theori ilmu pengetahuannya didasarkan pada pengalaman yang langsung, – dan keterangan yang demikian ini secara tepat, dapat kita katakan uraiannya merupakan filsafat ilmu pengetahuan, didalam wujud intisarinya, atau didalam kalimat yang ringkas.

Lalu, mengapa Pangeran Siddharta dan Nagarjuna, keduanya menolak mengatakan secara tepat, tentang apa yang beliau maksudkan dengan istilah sunyata itu? Itu akan tidak banyak menimbulkan problema, apabila diartikan sebagai hanya berupa pengalaman keindriaan (= sense experience). Ketika para filsuf bidang filsafat ilmu pengetahuan, dari Dunia Barat, berbicara tentang pengalaman, yang mereka maksudkan adalah pengalaman keindriaan. Tetapi para ahli ilmu jiwa mempergunakan istilah tersebut dalam arti yang luas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun