Setelah selesai menikmati masakan Mbok Asih, pembantu dirumah mereka. Yoga dan Gendis duduk santai dihalaman belakang menikmati hari ini dengan canda dan tawa mereka.
"Dek ini oleh-olehnya! Langsung Mas petik dari puncak Gunung Lawu loh" Yoga menyerahkan seikat edelweis dengan senyum manis menghiasi bibirnya.
"Cantik! makasih ya Mas" Gendis mencium dua pipi Yoga sebagai tanda terima kasih.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun dan tahun tahun berikutnya. Waktu terus berputar meski tetap hanya dari angka 1 sampai 12 dan kembali ke angka 1 lagi, namun hari-hari yang berlalu tetap menjadi kenangandan tak ada satu manusia pun yang memiliki kemampuan untuk memutarnya. Banyak peristiwa manis bahkan pahit yang tersimpan dimemori namun manusia hanya mampu mengingatnya. Dan Gendis tetaplah Gendis yang lincah, cantik, manja, dan penyuka Edelweis, sampai saat ini diusianya yang telah menginjak tahun ke 23, dia tetap menyukai Edelweis dan hingga kini ribuan tangkai Edelweis tersimpan indah dikamarnya. Semua Edelweis ini adalah oleh-oleh dari Yoga yang masih aktif mendaki Gunung di Indonesia bahkan sampai ke beberapa negara lain. Gendis selalu bermimpi bisa memetik sendiri Edelweis di puncak Merbabu namun orang tuanya tak pernah memberikan ijin untuk Gendis ikut mendaki bersama Yoga. Kecintaannya terhadap Edelweis telah mendarah daging dihidup Gendis, dan Gendis punya ribuan mimpi tentang Edelweis, salah satunya adalah dia ingin lelaki yang melamarnya nanti datang dengan seikat Edelweis sebagai simbol cintanya dan ketika resepsi pernikahannya, Gendis ingin ribuan Edelweis menghiasi ruangan agar Edelweis bisa menjadi saksi kebahagian Gendis dan orang yang dicintainya. itu mimpi pertama Gendis kecil ketika masih suka bermain Putri-Pangeran dengan teman-temannya.
Mimpi itu pun telah dia ceritakan pada Gege Gumilar lelaki tampan dan pintar yang tiga tahun belakangan ini selalu mengisi hatinya. Gege adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan studinya difakultas Seni dan Budaya di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jogjakarta. Rencananya empat hari lagi dia dan orang tuanya akan berkunjung ke rumah keluarga Gendis, untuk menyampaikan maksud baik Gege yang ingin melamar Gendis. Oleh karena itu sore ini Gege memutuskan untuk melakukan pendakian ke Gunung Merbabu, ini pendakian pertama dan ternekad yang Gege lakukan. Dia mendaki bersama kedua temannya yang sama-sama tak punya pengalaman naik gunung. Mereka hanya berbekal kompas dan persediaan makanan secukupnya. Tujuan mereka hanya ingin memetik beberapa Edelweis yang akan Gege berikan kepada Gendis saat acara lamaran nanti. Oleh sebab itu mereka pikir pendakian ini tak akan memakan waktu lama. Benar saja keesokan harinya sebelum matahari tenggelam mereka sudah menemukan padang Edelweis dan Gege langsung memetik beberapa Edelweis yang paling cantik untuk Gendis. Rasa bahagia terlukis sangat jelas diwajah Gege dan senyum manisnya tak pernah lekang dari bibir seksi itu. Dia merasa mimpinya untuk memiliki gadis pujaannya akan segera terwujud dan Edelweis sebagai syarat yang Gendis ajukan sudah berhasil dia dapatkan. Dia makin tak sabar menanti hari Jum'at 11 November 2011 yang sudah ditetapkan sebagai hari baik untuk acara lamaran tersebut.
Ketika senja telah menyapa dunia dan gelap mulai menyelimuti sekitar ditambah cuaca buruk yang menyebabkan kabut dan gerimis seketika menyelimuti puncak Gunung Merbabu. Gege tetap memaksa untuk turun saat itu juga padahal dua temannya sudah menyarankan untuk bermalam setidaknya sampai esok ketika fajar kembali memberikan cahaya terang ke sela-sela ranting di Puncak Merbabu.
Nasehat dua temannya tak mampu mengalahkan keras kepala Gege. Dia memutuskan untuk turun sore itu juga dan dia memaksa dua temannya untuk tetap bermalam, baru kembali keesokan harinya setelah cuaca membaik. Kiki dan Sandy merasa heran dengan sikap Gege, namun Gege mampu meyakinkan mereka dengan alasan kemungkinan air hujan senja ini akan merusak Edelweis yang dibawanya, dia tidak mau memberikan sesuatu yang tidak sempurna untuk Gendis. Sebab itu dia meminta Kiki dan Sandy membawa beberapa tangkai Edelweis sebelum turun.
Ditambah tak kuat menahan kerinduaannya pada Gendis, Gege pun turun dari Puncak Merbabu. Sendirian ditengah cuaca yang sangat buruk.
Malam terus merambat, hanya suara binatang-binatang hutan yang menemani Gege. Rasa lelah telah menjalar ke tubuhnya namun dia tetap memaksa untuk berjalan meski sepelan siput, karena kabut membatasi pandangannya bahkan tidak sampai 20meter. Kejadiannya begitu cepat, bahkan dia tak mengerti keadaan di sekitarnya. Dia hanya merasakan tanah berbatu yang dia pijak terasa lebih licin mungkin karena gerimis sore tadi. Tubuh yang lelah itu tak mampu menahan beban, hingga ketika Musang meloncat didepannya Gege teriak kaget, tubuhnya limbung dia terpeleset berguling-guling jatuh ke bawah, yang disampingnya menganga mulut jurang. Untung tubuhnya tersangkut diakar pohon dan sebongkah batu besar.
Siang ini sangat panas, namun masih banyak orang yang berkeliaran di sekitar Malioboro. Bule-bule masih asyik berfoto ria disetiap sudut kota Jogja, dan tak sedikit juga orang-orang yang berteduh dibawah tenda-tenda pedagang kaki lima yang berderet disepanjang Malioboro.
Dua hari berlalu, harusnya kemarin Gege, Kiki dan Sandy kembali dari pendakian namun hingga senja kembali menyapa Bumi belum ada tanda-tanda Gege kembali, keluarga Gendis dan keluarga Gege pun diliputi kekhawatiran.