Karya : Khoir Al faroli
Sepertinya matahari sudah mulai tinggi. Sedikit cahanya masuk ke celah diding kamarku. Kurebahkan tubuhku. Mulai bangun dan merapikan rambutku dengan tangan. Keluar dari kamar menuju tempat setiap hari kumelamun.
Duduk di kursi. Di teras rumah. Dengan memandangi lalu lalang warga yang memulai aktifitasnya. Terlihat di kejauhan seorang berdasi dengan sedikit warna putih di rambutnya. Nampaknya ia terburu-buru. Dengan membawa tas berwarna hitam ia masuk ke dalam mobil dan langsung pergi. Nampaknya mobilnya baru. Istrinya cantik dan rumahnya pun terlihat megah. “Hmmm. Kapan saya bisa seperti itu?” gumamku dalam hati.
Aku masih terdiam. Apa yang harus aku lakukan hari ini. Setiap hari hanya melamun dan melamun. Tak ada kegiatan yang pasti setiap hari kulakukan. Rasanya tangan dan fikiran ini sangat sulit untuk diajak beraktifitas. Canggung untuk memulai sesuatu yang menurutku akan berakhir sia-sia.
Ah, mungkin memang takdirku seperti ini. Tak ada pilihan lagi untuk melawannya. Merasa sepi. Nampaknya aku memang perlu jalan-jalan hari ini. Tak usah jauh-jauh. Keliling kampung cukuplah. Selain tak mengeluarkan biaya. Dengan berjalan kaki akan membuat badan menjadi sehat. Ya walaupun hari sudah tidak pagi. Fikiran ini nampaknya juga membutuhkan kesegaran.
Dengan sedikit menggerak-gerakkan tangan dan lari-lari kecil aku menyusuri jalan di kampungku. Hari ini terlihat agak sepi. Semua warga nampaknya sudah menyibukkan diri di pagi hari.
Matahari yang semakin tinggi membuatku cepat lelah. Keringat sedikit menetes dari daguku. Aku berhenti di pos kampling. Terlihat ada koran tergeletak di sudut kursi. Aku pun mengambilnya. Tanggalnya sudah lewat. Ya walaupun koran kemaren tak apalah. Mungkin saja ada informasi penting yang saya perlukan.
Kubaca bolak balik sampai iklan-iklan pun tak terlewatkan. Dan bacaanku semakin serius di halaman lowongan kerja. Kuambil bulpoin yang ada di atas buku dekat meja pos kampling. Beberapa kolom aku tandai. Setelah keluar dari kampus beberapa bulan lalu dengan gelar yang aku sandang. Tak satu pun tempat kerja yang aku jajaki. Aku takut. Aku rasa diri ini tak punya keahlian apapun.
Hari ini aku berniat merubah kehidupanku. Aku harus bekerja. Aku harus membuktikan itu. Kemalasanku dari kecil memang sudah menjalar sampai umurku tak remaja lagi. Aku tak mau menyalahkan orang tuaku yang dulu selalu memanjakanku. Diriku terlalu lemah nampaknya tak pantas disebut seorang laki-laki.
Sepertinya hari sudah siang. Aku putuskan untuk kembali ke kontrakanku. Sebelum aku sampai kontrakan. Aku berniat mampir ke toko untuk membeli folio dan map sebagai syarat melamar kerja. Aku bawa koran itu dan berjalan pulang.