Pandemi Covid-19 membuat mobilitas masyarakat di luar rumah menjadi sangat terbatas. Hal tersebut membuat aktivitas lebih banyak dilakukan dari rumah dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Penggunaan teknologi mendorong gaya hidup masyarakat menjadi berbasis digital. Bentuk penggunaan teknologi terdekat dengan keseharian kita saat ini adalah aktif bermedia sosial.
Media sosial adalah bentuk aktivitas komunikasi dua arah, di mana komunikan dapat saling berbagi informasi dan data dalam bentuk teks, gambar, audio, serta video. Media sosial dinilai fleksibel, efisien, dan efektif untuk menyebarkan informasi. Interaksi sosial pun menjadi mudah dan tidak terbatas lagi oleh ruang dan waktu.
Di masa pemulihan ini, media sosial menjadi lebih intens digunakan oleh masyarakat baik untuk sarana hiburan, komunikasi, maupun pencarian informasi. Kerja sama antara We Are Social dengan Hootsuite menghasilkan data riset tentang kumpulan datum user aktif media sosial. Tercatat per Januari 2021, jumlah penduduk Indonesia yang merupakan user media sosial sebanyak 274,9 juta atau 61.8% dari total penduduk.
Mengacu pada hasil riset Ipsos tentang perilaku berbagi (sharing) masyarakat dunia di media sosial, Indonesia menduduki peringkat 2 untuk negara yang masyarakatnya banyak melakukan sharing di media sosial. Hal tersebut ditunjukkan oleh persentase hasil riset yang ada yaitu hanya ada 5% masyarakat Indonesia yang tidak sama sekali melalukan sharing di media sosial sama sekali. Sisanya yaitu sebanyak 15% masyarakat Indonesia men-sharing semua hal, 35% hanya hal-hal penting, dan 45% beberapa hal saja.
Adapun hal yang dibagikan di media sosial teridentifikasi menjadi 2 yaitu konten paling besar dibagikan dan konten yang paling jarang dibagi. Konten paling besar dibagikan meliputi gambar (53%), opini (42%), memperbaharui status  berkaitan dengan aktivitas yang sedang dilakukan (37%), tautan ke artikel (36%), dan sesuatu yang disukai (35%). Sedangkan konten yang paling jarang dibagi yaitu rencana aktivitas atau perjalanan (13%) dan video klip (17%). Berdasarkan data tersebut sangat jelas menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang masyarakatnya aktif berkegiatan di media sosial.
Hanif melakukan analisis data survei yang dilakukan oleh Ipsos pada tahun 2013 tentang alasan pengguna sosial media melakukan sharing. Pada penelitiannya mengenai perilaku oversharing di media sosial tersebut, Hanif menyimpulkan bahwa ada 3 motif seseorang melakukan perilaku sharing antara lain.
1. Menjaga Relasi Sosial
Menurut Hanif, perilaku berbagi dapat menjaga eksistensi seseorang di mata orang lain. Adanya umpan balik terhadap unggahan orang lain seperti meninggalkan komentar atau memberi "Like" merupakan bentuk dari interaksi yang dapat menjaga relasi sosial. Entah menunjukkan adanya kehadiran , empati, atau sebuah dukungan terhadap sesuatu hal.
2. Presentasi Diri
Presentasi diri adalah keinginan agar terkesan baik di mata orang lain. Presentasi diri di media sosial lebih banyak berbentuk presentasi visual. Sehingga alasan seseorang mengunggah foto terbaik adalah untuk memenuhi motivasi tersebut. Hal tersebut dikuatkan oleh riset Ipsos bahwa gambar adalah konten yang paling sering dibagikan yakni mencakup 58%. Selain itu presentasi diri juga melingkupi pencitraan yakni bagaimana orang memandang diri kita seperti apa yang kita inginkan.
3. Hiburan dan Belajar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juwita, dkk. Pada tahun 2015, disebutkan bahwa orang akan cenderung merasa bosan ketika tidak membuka sosial media. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa tidak mendapatkan informasi apa pun untuk mengimbangi lawan bicara saat interaksi terjadi. Sehingga perilaku berbagi artikel atau tautan yang dirasa unik dan menarik pun dilakukan.Â
Namun di masa ini, trek penggunaan media sosial terjadi sangat masif. Akibatnya, pertukaran informasi di media sosial berlangsung sangat cepat. Beberapa peneliti kontemporer menyebut fenomena tersebut dengan perilaku oversharing.Â
Menurut Illinios Work Net (2020), oversharing adalah situasi di mana orang membagikan terlalu banyak informasi pribadi kepada publik atau orang asing baik itu secara online maupun offline.Â
Sedangkan menurut Hoffman (2009), oversharing adalah pembagian informasi yang berlebihan atau tidak sesuai dengan sebuah konteks. Kurangnya literasi, lengah, dan tidak bijak dalam melakukan sharing, justru memicu munculnya dampak negatif. Adapun dampak negatif dari oversharing, diantaranya :
1.Menimbulkan efek FoMo
FoMo (fear of missing out) merupakan sebuah rasa takut pada individu apabila orang lain bersenang-senang tanpa kehadirannya. Dalam konteks oversharing seseorang akan menjadi terdorong untuk selalu bersama dengan ponsel dan media sosialnya. Alasannya karena melalui media sosial kita bisa melihat sebagian atau keseluruhan aktivitas orang yang membuat kita merasa kehilangan. Sehingga media sosial menjadi sebuah wadah untuk menenangkan atau memberi kebahagiaan baru.
2.Mendorong terjadinya cyberbullying
Cyberbullying (perundungan dunia maya) adalah perundungan dalam bentuk perilaku berulang dengan menakuti, membuat marah, atau mempermalukan target dengan menggunakan teknologi digital. Pemicu terjadinya hal ini bisa karena rasa iri, benci, tidak suka, menggagap diri lebih baik/ superior, atau target melakukan kesalahan.
Menurut UNICEF, dampak psikis cyberbullying untuk korban antara lain memunculkan sifat agresif, berwatak keras, mudah marah, impulsif, lebih ingin mendominasi orang lain, kurang berempati, dan dapat dijauhi oleh orang lain.
Namun, saat ini cyberbullying dianggap normal bagi sosial. Karena penindas justru akan berkelompok dengan penindas lainnya. Akibatnya korban akan memilih diam tanpa melakukan apa pun atau menghentikannya.
3.Membuka Jalannya Tindak Kriminalitas
Oversharing membuat seseorang terus membagikan informasi terbaru mengenai dirinya, lingkungan, atau hal yang sedang ia ketahui dan dianggap menarik. Terlalu banyak hal yang dibagikan, individu seringkali tidak memperhatikan detail konten atau informasi yang ia bagikan. Hal ini lah yang memicu tindak kriminalitas. Dalam informasi atau konten yang dibagikan tidak jarang terselip hal-hal yang nampak jelas ataupun tidak tentang informasi pribadi individu tersebut. Data pribadi yang tershare dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
4.Potensi Akan Penyebaran Hoax
Informasi hoax (berita bohong) dapat disebarluaskan dalam satu jaringan sosial. Alasan penyebaran informasi tersebut biasanya didasari oleh kepentingan pribadi, membuat sensasi, atau merasa iba. Faktor utama yang menyebabkan informasi hoax tersebar adalah kurangnya pemahaman akan menyaring informasi yang diterima. Sehingga masyarakat dengan mudahnya tergiring oleh opini berita bohong.
Sumber :
Akhtar, H. 2020. Perilaku Oversharing di Media Sosial: Ancaman atau Peluang?. Psikologika, 25(2), 257-270. DOI:10.20885/psikologika.vol25.iss2.art7
Arianto, B. 2021. Media Sosial sebagai Ruang Baru Kekerasan Berbasis Gender Online di Indonesia. Jurnal Inovasi Ilmu Sosial Dan Politik (JISoP), 3(2), 105-107. DOI: 10.33474/jisop.v3i2.13201. http://riset.unisma.ac.id/index.php/JISoP/article/view/13201
Hidaya, N., Qalby, N., Alaydrus, S. S., Darmayanti, A., & Salsabila, A. P. (2019). Pengaruh Media Sosial Terhadap Penyebaran Hoax Oleh Digital Pengaruh Media Sosial Terhadap Penyebaran Hoax (Issue January)
Hoffman, A. L. (2009). Oversharing: A critical discourse analysis.  The  University  of Wisconsin-Milwaukee.
Illinois Work Net. 2020. Oversharing and Social Media. https://apps.illinoisworknet.com/ArticleViewer/Article/Index/257/%7Blink%7D#:~:text=Oversharing%20is%20when%20people%20share,%22putting%20yourself%20online%22%20easy.
Rahmadi, A. N., Fitria, N. J. L., & Putri, M. 2021. Peningkatan Pengetahuan Dengan Sosialisasi Mengenai Pentingnya Menjaga Kerahasiaan Sertifikat Vaksin Melalui Media Sosial. Dharma Pengabdian Perguruan Tinggi (DEPATI), 1(2), 70-88. http://journal.ubb.ac.id/index.php/depati/index
Risdyanti, K. S., Faradiba, A. T., & Syihab, A. 2019. Peranan Fear Of Missing Out Terhadap Problematic Social Media Use. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 3(1), 276-282. https://doi.org/10.24912/jmishumsen.V3I1.3527
UNICEF. Cyberbullying: Apa itu dan bagaimana menghentikannya. Â https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H