olahraga bulu tangkis atau yang biasa dikenal dengan Thomas Cup, tahun ini diadakan sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.Â
Perhelatan kejuaraan beregu putraKejuaraan Piala Thomas yang harusnya diselenggarakan pada tahun genap setiap dua tahun sekali, pada tahun ini diundur dari yang seharusnya dilaksanakan tahun 2020 menjadi tahun 2021 karena pandemi. Kejuaraan tahun ini berlangsung di Ceres Arena, Aarhus, Denmark.
Kemenangan Indonesia di ajang Piala Thomas 2020 menjadi sejarah baru bagi bulu tangkis Indonesia. Setelah 19 tahun penantian, akhirnya Indonesia mampu merebut kembali Piala Thomas setelah berhasil mengalahkan juara bertahan, China di babak final yang berlangsung pada Minggu (17/10/2021) malam WIB.Â
Indonesia berhasil menang 3-0 langsung dari lima partai yang dipertandingkan. Dengan demikian, semakin mengukuhkan Indonesia sebagai peraih gelar Thomas Cup terbanyak yaitu 14 gelar juara. Kemenangan ini sekaligus mengakhiri "puasa" gelar dari perolehan gelar terakhir Indonesia pada tahun 2002.Â
Saat penyerahan Piala Thomas 2020 kepada Indonesia, tidak ada bendera Merah Putih yang seharusnya dikibarkan tetapi logo Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang dikibarkan. Kejadian ini sempat menimbulkan kehebohan di kalangan masyarakat Indonesia.Â
Bukan karena apa, hal itu merupakan sanksi yang diberikan Badan Anti-Doping Dunia (WADA) kepada Indonesia yang dinilai tidak mematuhi prosedur program test doping plan (TDP).Â
Hal itu menyebabkan Indonesia dilarang mengibarkan bendera Merah Putih di ajang internasional dan dilarang menjadi tuan rumah pertandingan olahraga selama 1 tahun. Sontak menimbulkan berbagai pendapan masyarakat yang menyoroti kinerja pemerintahan bidang olahraga.
"Pada 2020 kami merencanakan akan memberikan sampel. Namun, tidak menyangka pada bulan Maret 2020 ada pandemi dan itu sampai sekarang sehingga tidak ada kegiatan olahraga yang bisa kita jadikan sampel untuk antidoping. Ini yang menyebabkan tidak terpenuhinya sampel tersebut," ucap Menpora Zainudin Amali dalam konferensi pers virtual pada Jumat (8/10/2021).
Keteledoran pemerintah dalam menangani kebijakan yang sudah lama berlaku, menimbulkan banyak pertanyaan dan tentu menjadikan kerugian bagi bangsa Indonesia khususnya bagi para atlet. Selain Indonesia, ada beberapa negara yang mendapat peringatan oleh WADA, yaitu Jerman, Belgia, Montenegro, Rumania, Korea Utara, dan Thailand.
"Benar bahwa kami mendapat surat dari WADA (pada bulan September) dan dianggap tidak patuh. Namun, sesuai apa yang sudah disampaikan WADA dalam suratnya, kami punya waktu untuk mengklarifikasi. Jadi tenggat waktunya kira-kira 21 hari," ucap Zainudin Amali.
Ketua Menpora berujar bahwa Kemenpora telah bergerak cepat dalam menangani kasus ini dengan berkoordinasi bersama Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI).Â
Namun, hal itu tidak benar-benar dilakukan dengan baik. Dari delapan negara yang mendapat peringatan, hanya empat negara yang memberikan klarifikasi, yaitu Jerman, Belgia, Montenegro, dan Rumania. Tidak adanya klarifikasi dari pemerintah Indonesia, menyebabkan pemberian surat ancaman sanksi dari WADA pada tanggal 7 Oktober 2021.Â
Tindakan kurang sigap dari Kemenpora ini menyebabkan Indonesia harus menerima sanksi, padahal jika kita memberikan klarifikasi mungkin masalah ini bisa teratasi seperti halnya Jerman, Belgia, Montenegro, dan Rumania yang bergerak cepat sehingga mereka terbebas dari sanksi.
Sangat disayangkan memang kejadian seperti ini terjadi, ketidaktelitian dan kurang sigapnya pemerintah terkait, memberi dampak besar dalam olahraga Indonesia di ajang olahraga internasional. Hal ini menunjukkan bahwa sistem olahraga di negara ini memang belum berjalan baik.Â
Ditambah alasan-alasan yang dilontarkan pemerintah dengan dalih keterlambatan memberikan klarifikasi dikarenakan adanya perubahan struktur kepengurusan LADI.Â
Hal ini menjadi bukti Kemenpora belum bisa menjalankan tugas dengan baik dan perlu dipertanyakan kembali kinerjanya. Dengan adanya peristiwa ini, diharapkan pemerintah baik di bidang olahraga maupun di bidang lain melakukan pembenahan agar hal-hal seperti ini tidak terulang karena merugikan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H