Mohon tunggu...
Misya Fathia
Misya Fathia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Belajar menjadi creator

Saya senang membuat karikatur anime, edit video dan menulis cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Dian

3 Desember 2023   10:30 Diperbarui: 3 Desember 2023   10:31 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            “Perhatikan ke papan dulu sebelum itu!” pinta ku kepada mereka. Yah, mereka bertindak persis apa yang aku lakukan ketika di kelas yang ada gurunya. Sakit, sih.

            Mereka asyik sendiri. Tanpa memperdulikan aku sebagai guru di sini. Apa boleh buat, aku hanya bisa memandang dan mngawasi mereka, kalau terjadi apa-apa pasti ku yang kena, ini. Rumit ya, anak muda zaman sekarang. Susah di atur. Eh, tap akukan anak muda seumuran mereka juga. Ah, sudahlah.

***

            Ini sudah hari ke 15 aku bekerja sebagai guru. Aku masih berharap ini adalah mimpi, tapi kenapa lama sekali bangunnya? Mengajar di klas yang sama setiap hari kecuali minggu membuatku muak. Rasanya seperti membuang-buang tenaga, datang ke sana tapi tak diperhatikan. Ada yang bermain kartu, handphone, nongki di warkop depan sekolah, bolos. Rasanya sangat tak enak. Ternyata ini rasanya menjadi guru yang mengajar di kelas ku. Menghadapi kelakuan ku yang seperti muridku di dalam mimpi ini. Aku paham sekarang rasanya bagaimana.

            Hari ini, murid-muridku berkelakuan aneh. Bersikap baik seketika. Mau mendengarkan penjelasan materi yang aku paparkan kpada mereka. Sesekali aku bersikap gaul karna aku senang akhirnya aku dihargai. Namun, ada satu murid yang masih nakal. Seorang gadis yang nakal, berwajah mirip dengan ku versi muda, bukan versi gurunya.

            Dia, gadis nakal itu pergi secara tiba-tiba tanpa brpamitan dengan ku terlebih dahulu. Tak menghraukan anak itu, aku tetap pada murid yang menghargaiku, walaupun hanya sehari saja. Dan tak lama setelah itu, asap hitan muncul secara tiba-tiba. Mmebuat orang yang berada di dalam kelas batuk-batuk. Panik. Bel peringatan yang bersuara secara tiba-tiba membuat seisi klas panik tak karuan. Api yang muncul semakin membesar, membuat serpihn-serpihan bangunan yang runtuh, membuat kami terjebak dan mengalami sesak nafas dan cidera. Kepalaku nyeri berdenyut berlebihan.

            Benar. Gadis nakal itu. Apakah dia dalangnya? Aku tak bisa bersalah prasangka kepada muridku. Aku hanya bisa berusaha melindungi muridku dari runtuhan bangunan. Inikah definisi guru sebagai pehlawan tanpa tanda jasa? Hebat. Air mataku secara tiba-tiba jatuh tak terkenadli dan membasahi pipiku. Ku harap ini akan berakhir dan mendapat pertolongan, agar tidak ada korban jwa di kelas ini. Dihantui oleh ketakutan. Nafas yang sangat sesak, sepertinya ini adalah akhir dari mimpiku. Sampai aku tak sanggup menahannya lagi dan menutup mata tanda tiadanya diriku karna kebarakan. Nafas yang sudah habis, berakhir di sini, dengan keadaan diriku yang sedang melindungi muridku.

***

            Aku membuka mata lagi, dalam keadaan berdiri dengan mata yang tertuju ke sebuah peristiwa yang baru saja aku rasakan tadi. Aku melihat kelas yang terbakar, dengan seorang guru yang aku kenal sedang melindungi muridnya. Namun, buruknya mereka semua tiada. Kelasku, temanku, bahkan guruku telah tiada. Ingatan tentang waktu itu terulang kembali. Ya, saat itu aku lah gadis nakal itu. Karna bolos, hanya aku yang selamat. Guru yang sagat sabar dan baik dalam mengajari aku telah tiada. Andai aku tak bolos.

            Aku sudah merasakan yang namanya menjadi guru. Hati tersayat dalam, pedih rasanya melihat seorang guru dengan keadaan miris nan mengharukan di depan. Tak sanggup menahan bulir-bulir air mata ini, jatuh dengan lancar. Tak berhenti meraung-raung menyebut nama guru itu sembari meminta maaf walau itu memng sudah sangat telat. Andai aku tak bolos saat itu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun