Dari data diatas angka putus sekolah menurut jenjang pendidikan, bahwa masih ditemukan kenaikan anak yang putus sekolah dari tahun 2020 hingga 2021. Pada anak SD pada diperkotaan dan anak laki- laki. Kemudian pada jenjang SMP terdapat peningkatan anak putus sekolah pada anak  laki-laki.Â
Dan pada jenjang SM terdapat peningkatan pada anak perkotaan dan anak perempuan. Kemudian daerah pedesaan lebih mendominasi untuk anak putus sekolah dan kebanyakan berjenis kelamin laki-laki.Â
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF Global Initiative on Out of School Childreen: Indonesia Case Study 2021 tentang anak tidak sekolah (ATS) bahwa tempat tinggal terpencil, kemiskinan, dan belum optimalnya sarana pendidikan yang memadai.Â
Oleh karena itu, mengacu pada pemasalahan pendidikan diatas, penulis ingin menawarkan usaha yang dilakukan oleh mahasiswa sebagai generasi muda dalam membantu pemerataan pendidikan di Indonesia khususnya bagi anak jalanan melalui kegiatan relawan mengajar FULING KOMRI (Fun Learning bersama Komunitas Masyarakat Relawan Indonesia) untuk memberikan pengalaman belajar serta meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
ISI
Semarang adalah sebuah wilayah metropolitan yang berada di Jawa Tengah. Wilayah yang luas yang meliputi perdesaan dan perkotaan. Dalam (Wikipedia, 2022) sebagian besar kehidupanya berada dalam sektor perindustrian. Banyak masyarakat menengah kebawah bermatapencaharian sebagai buruh industri.Â
Berdasarkan data BPS kota Semarang (BPS, 2021) menunjukan bahwa jumlah penduduk  menengah kebawah di kota Semarang mengalami peningkatan 4,87 ribu jiwa dari tahun tahun 2020 berjumlah 79,58 ribu jiwa (4,34%) dan tahun 2021 sebanyak 84,45 ribu jiwa (4,56%).Â
Dari peningkatan jumlah penduduk miskin menyebabkan masih banyak yang harus berjuang untuk mencari rupiah dalam memenuhi kehidupan sehari-hari.Â
Desakan ekonomi memaksa masyarakat harus turun tangan bahkan merelakan anaknya putus sekolah hanya untuk bantu memenuhi kebutuhannya, termasuk anak jalanan. Sehingga tidak sedikit anak- anak berhenti sekolah  dan bekerja menjadi anak jalanan.
Anak jalanan menurut (Nasution & Nasroni, 2007) merupakan anak yang menghabiskan waktunya dijalanan baik untuk mencari nafkah, seperti penyemir sepatu, mengamen atau berkeliaran yang dipaksa oleh orang tua yang tidak bertanggung jawab atau orang jahat. Sependapat dengan hal tersebut, dalam jurnal Shanghai Academy of Social Sciences (Sciences, 2012) menyebutkan bahwa "Street children who spend most of their time in the public spaces of cities away from home, with little or even no supervision by responsible adults. They are mostly between 5 and 17 years old (anak jalanan yang menghabiskan lebih dari waktunya di publik jarak dari kota jauh dari rumah, dengan anak anak atau tanpa pengawasan oleh orang dewasa.Â
Mereka biasa antara  usia 5 sampai 17 tahun ). Kemudian menurut (UNICEF, 2015) mengatakan bahwa "street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life " (anak jalanan adalah mereka yang meninggalkan rumah, sekolah dan masyarakat sebelumnya yang mereka berusia dibawah 16 tahun dan kehidupanya berpindah- pindah dijalan raya).