Mohon tunggu...
Jannu A. Bordineo
Jannu A. Bordineo Mohon Tunggu... Penulis - Pengarang

Jannu A. Bordineo, lahir di Gersik, sebuah kampung di Kabupaten Penajam Paser Utara yang sering disalah kira dengan salah satu kabupaten di Jawa. Lulusan teknik yang menggandrungi sastra. Mulai menulis cerita sejak ikut lomba mengarang cerpen sewaktu SD. Buku kesukaannya adalah Jiwa Pelaut karya Moerwanto. Temui dia di kedalaman hutan atau di keluasan lautan, karena dia pendamba ketenangan. http://www.lautankata.com/ fb.com/bordineo IG: @bordineo.id

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bab 1

15 Juni 2019   14:53 Diperbarui: 15 Juni 2019   15:00 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu pukulan keras memercikkan bunga api yang cukup banyak, lantas Sitok berhenti sejenak. Dia pandang Sakti dengan raut wajah bersungguh-sungguh. Sakti sampai heran dengan perubahan air muka Sitok.

"Ini adalah cara rahasia," kata Sitok dengan roman wajah yang tetap bersungguh-sungguh. "Alasan kenapa aku membolak-balik bahan ketika ditempa..." Sitok menurunkan pandangan dan menempa sekali. Saat dia menganggat pandang, tampak wajahnya yang seperti biasa: menjengkelkan. "...biar tidak gosong."

"Tahi!" Sakti menyumpah sembari membuang muka. Seharusnya dia bisa menduga temannya itu hanya ingin merisak dirinya. Kalaupun itu adalah cara rahasia, Sitok tidak akan repot-repot menjelaskan karena Sitok tahu dia tidak tertarik.

Sitok menyudahi pekerjaannya dengan mencelupkan bilah logam ke dalam bak air dan membiarkannya tetap di sana. Dia mengambil kendi, menenggak isinya, lalu bergabung dengan Sakti.

Sitok menyodorkan kendi ke Sakti. "Kuharap hasilnya akan lebih baik dari sebelumnya. Aku kehabisan bahan bermutu."

Sakti hanya menanggapi dengan gumaman, kemudian menenggak isi kendi.

Sebenarnya, selama ini sudah banyak senjata berpamor yang mereka buat. Keris bermacam bentuk dan luk, badik, dan bahkan cundrik. Namun tidak satu pun pamor yang mereka hasilkan sesuai harapan.

Setelah mempelajari penggunaan tenaga dalam, Sakti menjadi tahu maksud tersembunyi guratan-guratan pada senjata berpamor. Guratan itu memungkinkan pendekar menyalurkan tenaga dalam ke pamor mereka sehingga meningkatkan daya serang.

Setiap guratan pamor menghasilkan peningkatan yang berbeda. Bahkan, setelah pemahamannya mengenai tenaga dalam dan penggunaannya semakin luas, Sakti mendapati guratan yang sama sekalipun menghasilkan peningkatan daya serang yang berbeda. Dari penjelasan Sitok dia tahu, cara pembuatan dan bahan pamor juga menghasilkan peningkatan yang berbeda-beda.

Menurut Sitok, perbedaan peningkatan daya serang di setiap pamor yang disaluri tenaga dalam terjadi karena adanya semacam hambatan yang menghalangi penyaluran tenaga dalam. Dan tidak hanya itu. Hambatan itu juga membuat sebagian tenaga dalam yang disalurkan terbuang begitu saja---Sitok mengumpamakannya seperti keringat di badan, yang menguap hilang tanpa bekas.

Sejauh yang Sitok tahu, pamor yang dibuat dengan baik mampu menyalurkan tenaga dalam dengan baik pula. Keris Naga Angin yang dipakai para prajurit Laskar Naga Angin temasuk pamor yang dibuat sangat baik dan dengan bahan yang bermutu. Sitok sendiri mengakui pamor yang dia buat selama ini belum ada yang menyamai mutu Keris Naga Angin. Kendati demikian, Keris Naga Angin pun masih tetap memiliki hambatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun