Kita tak perlu terlalu banyak uang
Kita bahagia meski tak kemana-mana Kamu cantik (cantik) meski tanpa bedak (tanpa bedak)
Rasakan ini senang di dadaku memilikimu (memilikimu) Peluk aku, merdu ku dengar debar jantungmu
Oh tenang sayang semua kan baik-baik saja
Kamu cantik (cantik) meski tanpa bedak (tanpa bedak)
Rasakan ini senang di dadaku memilikimu (memilikimu)
Peluk aku, merdu ku dengar debar jantungmu Oh tenang sayang semua kan baik-baik saja
Oh kita kan baik-baik saja Kita kan baik-baik saja
Kita kan baik-baik saja (Sumber: http://www.azlyrics.com/lyrics/tulus/satuharidibulanjuni.html)
Hari ini kuping saya kembali terkesima dengan salah satu lagu dari Tulus, penyanyi favorit saya. Menurut saya lagu ini dapat menjadi gambaran bahwa kebahagiaan selalu terkait dengan kesederhanaan dan cukup kontekstual disaat budaya konsumerisme yang dapat berujung pada kemewahan sedang menjadi kritikan banyak pihak. Ketika malam berganti malam minggu media sosial menjadi begitu ramai mulai dari Facebook, Path, sampai Instagram. Berbagai postingan mewarnai orang-orang yang beraktivitas dan menikmati malam minggu, malam minggu dan pacaran aktivitas khas ala perkotaaan sampai ke pelosok. Media sosial yang saling “dikaitkan” entah apa itu bahasa teknologinya yang menghubungkan Facebook-Instagram-Path-Twitter-Line, dan media sosial lain membuat eksistensi menjadi semakin “greget”, hanya upload di satu media sosial dapat juga langsung menyebar ke media sosial lainnya.
Aktivitas pacaran semakin afdol melalui pemberitaan diri sendiri melalui berbagai media sosial yang terhubung. Jika sudah begini banyak sudut pandang yang bisa dijadikan tulisan, saya memilih untuk melihat konten yang terkait dengan lagu “Sati Hari di Bulan Juni”. Dalam pengamatan saya kencan “mewah” di restoran mahal sampai mall menjadi salah satu proses/ritual khas pacaran. Di kampus saya jika kemahalan suatu tempat yang diketahui lewat media sosial, dapat mendongkrak pembicaraan orang tersebut. “Gila tuh si A habis jalan dengan si B, ditempat C yang mahal banget keren yahh”. Ketika tempat mahal menjadi tujuan maka dandanan ala princess dan price mengikuti dan pakaian yang disebut keren menjadi satu paketan. Hal tersebut dapat memicu protes pasangan lain yang gerah dan menginginkan pacaran ala seperti itu. Sekali lagi itu adalah apa yang saya lihat dan rasakan, tanpa menyertakan penilaian mana yang lebih baik dan mana yang lebih buruk.
Saya hanya menikmati lagu Tulus tersebut jika sedang pacaran dan teringat saja dengan yang sedang terjadi. Ijinkan saya sedikit berharap dalam puisi. Bukannya kost-kostan dapat menjadi tempat yang nyaman untuk bersama menikmati bulan, ditemani seduhan pop mie dengan susu jahe yang membantu memperpanjang obrolan. Dilengkapi baju kaosan dengan celana pendek dengan parfum dari bekas mandi sabun lifebouy batang dan mengantarmu dengan sepeda injak, yah walaupun memiliki motor rasanya sepeda seolah mengajarkan keseimbangan dalam cinta
Bolehlah sesekali menikmati restoran mewah di hari istimewa kita, kemudian tersenyum-senyum karena kita tahu kebiasaan menikmati malam lebih murah dan hangat. Kita bahagia karena sederhana, bahagia karena kita. Mencium aroma tubuh alamimu tanpa tendeng aling-aling membantuku merasakan detak jatung yang terwakili urat nadi tanganmu yang kugenggam dengan keberanian dan kesetiaan. Toh kita semakin baik-baik saja diatas segala perkelahian dan kenangan yang indah, sudah lama berselang. Kita memulainya disebuah hari di bulan Juni. Terima kasih lagunya Tulus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H