Mas Dab kesal, hampir saja tinjunya mengenai Janggar, untung ada seorang yang sedang lewat diantara mereka, melerainya dan memapah mas Dab yang terhuyung-huyung karena emosi tinggi, kemudian mendudukkannya di kursi pojok, dimana sebuah jendela besar menjembatani ruangan besar dengan dunia luar yang...
Ya, ya, sekali lagi aku melihatnya setelah berkali-kali, gumam mas Dab. Sungguh luar biasa, pasti panen besar, besar dan melimpah ha ha ha. Kau tau tidak mas? Itu di depan ada padi menguning, gemuk, dan menunduk. Menunduk kan mas? Bukan mendongak seperti menantang langit!
"He em, iya mas Dab, gemuk dan menunduk, juga jagung-jagungnya"
"Heh?"
"Iya mas Dab, kenapa?"
"Kok sampeyan bisa dengar pikiranku? Kamu orang ndeso kok bisa? Kok bisa?"
"Heh?"
"Iya mas Dab, maaf"
Mas Dab tak habis pikir. Di belakang meja, dekat sebuah meja besar mas Dab melihat Janggar tertawa terkekeh-kekeh, tampak puas sekali wajahnya, sesekali menengok ke bawah, lalu kembali mendongak ke atas langit-langit. Komat-kamit mulutnya seperti mengucapkan kata-kata: padi menguning, jagung segera panen, aku jagung saja, jagung kan tidak perlu menunduk kalo panen, tetep tegak lurus!
"Heh?"
"Awas kowe Nggar!"