Mohon tunggu...
sukarti dimejo
sukarti dimejo Mohon Tunggu... Buruh - buruh harian lepas

berusaha menikmati hidup dengan menulis, terima kasih :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sampai Kapan?

18 Oktober 2023   02:58 Diperbarui: 18 Oktober 2023   03:30 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Matheus Ferrero on Unsplash 

"Makan siang?" tanyanya padaku tanpa ekspresi.

"Iya?" kubingung mau jawab apa lagi, sebab sudah seribu kali pertanyaan itu meluncur padanya, akan tetapi selalu saja sama jawabnya, "makan siang?"

"Hi, galau is my middle name!"

"Ha.. ha.. ha.. that's is correct!" jawabku dan kawan-kawan sejawat serempak sambil menepuk-nepuk pundaknya.

Tak ada yang istimewa padanya, selain hal-hal baru yang selalu ia ungkapkan pada kami di sela-sela perbincangan dan makan siang yang hampir selalu ia lewatkan. Layaknya kali ini, saat bel tanda makan siang berdentang dan teman-teman yang lain terlihat berkerumun dan berebutan mengambil jatah makan siang.

"Aku punya yang baru nih sus," katanya sambil menunjukkan sesuatu padaku

"Wow baru lagi nih mas galau? Mana, mana, mana?" jawabku

"Coba sini sus, dekat sini, aku bacakan ya? Mau kan?" timpalnya lagi

"Iya dong, mau,"

.

ada sebuah waktu,

dimana sebuah kebodohan menjadi seorang raja,

kebebalan menjadi wakilnya,

dan keras kepala menjadi prajuritnya.

dan semua berjalan baik adanya,

baik adanya...

..

baik adanya...

(menurut siapa?)

.

kemudian berjalanlah sang waktu,

perlahan, perlahan, dan perlahan...

namun pasti

.

dan tibalah suatu ketika di ujung waktu,

dimana taman sang nabi tinggal beberapa hasta lagi jauhnya

.

Lalu sapaNya,

Hai.. SELAMAT DATANG KEBODOHAN,

bila pejabat NERAKA saja tak sudi menerima,

apalagi surga?

.

kembalilah kau ke titik mula-mula

dan perbuatlah semaumu saja

.

.

"........................."

"Lho sus?"

"Sus?"

"Kok malah melamun?" ia buyarkan lamunanku yang datang, sejak ia mulai membaca kalimat kedua.

"Eh enggak kok, bagus banget tuh. Kok bisa mas Galau bikin ginian? Padahal kan belum makan siang?" bujukku padanya agar mau makan siang

"Makan siang?"

Jawaban yang sama, dari awal mula ia berada di sini, hingga saat ini, kala purnama sudah berkali-kali terbit dan belasan kali surat dengan tujuan yang sama aku temukan di atas meja kerja kami, dengan judul, kepada sang Nabi, yang isinya hanya beberapa coretan persoalan kegalauan dan sebait puisi pasrah diri,

.

betapa ku sangat rindukan malam

sebab dalam gaunnya yang kelam,

sering kutumpahkan banyak penyesalan

.

sukanya ku jahit bintang gemintang

kar'na pada serakan kecil cahayanya,

selalu kubuang banyak keinginan

.

.

"Kringggg"

"Eh mas galau, sebentar ya, tuh ada telpon masuk?" kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya yang mulai kurus

"Iya sus.."

Langkah-langkah kakiku bergegas namun sedikit ragu, apakah telepon itu tentang komplain keluarga pasien, atau.....

"Halo, selamat siang, Rumah Sakit Jiwa, dengan suster Vi, ada yang bisa kami bantu?"

"Hai suster, ini, saya mau nanya gimana perkembangan mas galau?" tanya seseorang di seberang sana

"Oh... baik, baik, tapi ia masih belum mau makan siang juga, cuma makan malam saja yang ia mau, pagi juga cuma ngopi, gimana ya? Apa ada seseorang yang bisa membujuknya, agar mau makan siang?" tanyaku

"Ehm itu masalahnya sus, kami... tak mampu membujuk orang itu, dia keras pendirian, cuek, bahkan hampir tak peduli.. meski kami sudah bilang, kalau mas galau sekarang sudah miring abis alias setengah gila, gila beneran," balasnya

"Dia... dia yang selalu ada dalam puisi-puisinya ya?" selidikku

"Iya..."

.

***


.

Siang belum beranjak lama, namun aku harus membujuk seorang lelaki, pasien baru rumah sakit jiwa ini, agar mau minum minuman yang sudah kami campur dengan obat tidur. Agar setelah ia tidur, kami bisa memberinya suntikan vitamin dan beberapa obat yang dapat mempertahankan kondisi fisiknya yang semakin lemah, kurus, dan makin terlihat tua.

"What a life," gumamku sambil berlalu menuju ruang perawatan

.

.

.

.

Oktober '23
sampai kapan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun