"Tapi Han?"
"Huh!"
"Han? Please..."
Srek srek srek langkah kaki Pat berat menuju pintu keluar. Di batas pandang cakrawala tak terlihat oranye cerah, hanya sebuah garis tegas melintang, seperti dua laksa kalimat yang selalu terngiang-ngiang di telinga kirinya,
"Aku ra kenal kowe"
"Aku ra kenal kowe"
"Tapi Han?" Tak sadar Pat mengucap tanya lewat lisannya yang disambut dengan gemuruh tepuk tangan para pemujanya,
"Bravo!"
"Bravo! Amen!"
"Ah? Aduh, maaf saudara-saudariku semua yang terkasih, saya tadi terlena dalam bayangan kejadian kemarin. Ada yang tahu kenapa? Ya ya, kemari, mari maju dan beri kesaksian, mari, saya hantar Anda, beri Amen, beri amen!"
"Amen!"
"Amen!"
"Amen!"
Sekali lagi Pat terselamatkan oleh tepuk riuh tangan banyak kepala, ia bernafas lega lalu menggumamkan kata "amen" tiga kali. Namun saat perjalanan pulang, di dalam kendaraan ia hanya mampu terdiam membisu, hanya menanggapi pertanyaan basa-basi sopir pribadinya dengan "hem" atau ya atau amin, seperti biasanya, seperti dua laksa kalimat yang selalu terngiang-ngiang di telinga kirinya, lalu membuatnya tertunduk malu.
"Malu kepada siapa Pat?"
"Entahlah, tapi aku malu"
"Ah kau memang yang terbaik..."
"Amen!"
"Amen!"
"Amen!"
"Am..."
"Pat? Pat? Pat? Haloo? Kita sudah sampai, mau aku bawakan tasnya?"
"Ah? Aduh, maaf saudaraku yang terkasih, saya tadi terlena dalam bayangan kejadian kemarin. Kamu tahu kenapa? Ya ya, kemari, mari maju dan beri kesaksian, mari, saya hantar Anda, beri Amen, beri amen!"
"Amin!"
"Pat, yuk, nampaknya Anda butuh istirahat," Jon, sopir pribadinya menghela nafas berkali-kali, entah sedang merasa kasihan atau kesal dengan kelakuan Pat yang menurutnya seperti sebuah mp3 player, yang selalu ter "play" pada timeline lagu tertentu, yang kebetulan sama, sama, sama, tidak beda... tapi entah bagaimana bisa membuat banyak kepala berkata bersama-sama,
"Amen!"
"Amen!"
"Amen!"
Tapi Aku ra kenal kowe Pat! Kamu siapa? Mengapa selalu bersikeras menghadap, memohon berkatKu, meminta karuniaKu, dalam jumlah banyak pula? Kenapa Pat? Kenapa Pat? Kenapa Pat? Apakah kau selalu berpikir bahwa kamu bisa menipuku dengan bakatmu itu? Aku tahu Pat, kau pandai menghanyutkan banyak kepala dengan biacaramu, terlebih dengan keadaanmu yang mungkin membuat banyak kepala ingin selalu mengucap,
"Amen!"
"Amen!"
"Amen!"
"Astaga? Ia berbicara dengan dirinya sendiri lagi?" Jon menepuk jidat lebarnya sambil berlari, kembali menghampiri kediaman Pat. Dalam hatinya bertanya, apakah benar-benar sudah parah kadar halusinasi Pat, atau benar-benar capek dalam menghela banyak kepala yang selalu mengucap kata "amin".
Tapi Aku ra kenal kowe Pat! Kamu siapa? Aku tak pernah merasa kenal denganmu, terutama karena banyak karunia yang ternyata kau berikan dengan tidak cuma-cuma, tapi entah bagaimana banyak kepala tetap saja meneriakkan kata-kata,
"Amen!"
"Amen!"
"Amen!"
"Am..."
"Pat? Astaga? Kamu baik-baik saja? Kamu bicara dengan siapa? Apa yang kamu katakan tadi? Kenapa Pat? Sungguhkah itu Pat? Siapa yang merasukimu Pat? Sadar Pat! Sadar Pat! Sadar Pat! Sadar...."
"Mas, mas, saudara Jon? Maaf, membangunkanmu, saya minta tolong dibantu mengisi data pribadi pasien atas nama panggilan ee.. Pat? Iya Pat, Pat ya? Tolong yah?" suara lembut wanita muda berseragam putih bersih menyadarkan Jon dari mimpinya,
"Eh, iya, iya sus, suster, maaf, maaf, bagaimana keadaan Pat?"
"Dia baik-baik saja, kami beri suntikan penenang, sekarang ia tidur, tolong yah dibantu diisi datanya yah?"
"B b baik suster, suster, sus..."
catatan:
Aku ra kenal kowe = Aku tidak mengenalmu
Pater? Who are you?
Agustus, 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H