Seratus dua puluh berkas masih belum jelas rimbanya. Padahal sudah enam bulan yang lalu dikirim. Berkali-kali Maria menanyakan progress. Jawabannya selalu sama. Masih di proses.
Sekretaris itu malah bercerita tentang masa kuliahnya. Tentang indeks prestasi yang nyaris sempurna. Tidak seperti dirinya yang lulus telat dengan angka jauh dari tiga.
Cerita berlanjut tentang sang suami. Bekerja di perusahaan milik negara. Jabatannya tidak main-main. Sesekali menyebutkan jam tangan branded yang baru didapatkan dari suaminya.
Hati Maria bergemuruh. Ingin dimakinya perempuan diujung telepon. Omong kosong jika bicara profesionalisme. Sudah berkali-kali Maria melaporkan ulah sekretaris itu pada atasannya. Tapi sia-sia belaka.
Justru dia yang dituduh mengada-ada. Apalagi tidak memiliki bukti yang cukup. Padahal tidak hanya Maria yang geram dengan ulah sekretaris itu. Petinggi di tempatnya juga menutup mata.
"Tas pink tali panjang lucu juga Say"
“Tenang, ntar deh gue cariin ...”
"By the way , yang biasanya ditambah dong, masa cuma segitu ?"
Maria berhasil mengatur emosinya. Gadis itu menutup pembicaraan dengan manis dan sopan. Segelas air mendinginkan kepalanya. Besok pagi dia akan menyapa sekretaris itu di facebook. Tak lupa memposting rekaman percakapan mereka barusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H