Lelaki itu hanya menatap binggung. Usahanya untuk menjodohkan Rania dengan Pieree gagal total.
Gadis itu supel. Mudah bergaul. Banyak teman pria yang jatuh hati padanya. Namun tidak satupun dari mereka yang berhasil singgah di hati Rania. Termasuk Denny.
"Kan kita janji Den, ga akan ada hubungan yang kompleks diantara kita "
Rania menutup rapat kisah cintanya dari sahabat dan teman dekat.
***
Rania mengganti high heelsnya dengan sepatu kets. Menghapus riasan diwajah. Gadis berkulit coklat itu berhenti di sebuah kafe. Khusus menjual ice cream. Beberapa pengunjung menatap aneh. Berkebaya dengan sepatu kets. Rania cuek. Dia berjalan menuju sofa di ujung ruangan. Menatap orang lalu lalang dari balik jendela besar.
"Mama kok ga pernah dikenalin Ran ?"
"Iya Ma, nanti dulu ya..."
Hatinya berkecamuk. Dia telah menyimpan satu nama.Tito. Tapi bagaimana mengatakan kepada Ibunya. Bahwa lelaki ini tidak seperti yang lain. Bukan karena dia pelukis yang penghasilannya tidak pasti. Ah, bukan itu.
Fisiknya sempurna. Senyum menawan. Tinggi seratus tujuh puluh lima centimer. Tidak gemuk. Tidak kurus. Proporsional untuk laki-laki. Saudara kandung Denny. Tapi sangat jauh berbeda.
Terjebak figur ayah. Mencari bayangannya di setiap laki-laki yang ditemui. Dulu sekali memang benar. Namun waktu telah mendewasakannya. Sedalam apapun kesedihan itu. Tak akan membuatnya hidup kembali.