Mohon tunggu...
Misse Tia Ardi
Misse Tia Ardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Perintis Indonesia

Haii Perkenalkan saya Mis Setia Ardi Prodi S1 Ilmu komunikasi Universitas Perintis Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salawat Dulang Sastra Lisan Minangkabau yang Tak Lekang Oleh Zaman

10 Juli 2022   10:57 Diperbarui: 10 Juli 2022   11:21 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salawat dulang adalah tradisi Minangkabau yang memadukan sastra lisan dengan tabuhan dulang atau talam. Sumberfoto: @kuntumchairan.

Salawat Dulang Tradisi asli Minangkabau yang Bernafaskan Islam

Mis Setia Ardi, 10 Juli 2022

Sumatera Barat merupakan Salah satu Provinsi yang ada di Indonesia, yang terletak di sepanjang pesisir Pulau Sumatera. Berbicara tentang Sumatera Barat sangat erat kaitannya dengan Suku Minang yang lebih dikenal dengan Minangkabau. 

Minangkabau sangat kental akan budaya dan tradisi turun-temurun dari nenek moyang. Dalam perjalanan sejarahnya mereka telah terbiasa menurunkan cerita dari mulut ke mulut, Salah satu tradisi yang masih bertahan dan populer di minangkabau adalah Tradisi Sastra Lisan. 

Tradisi Satra Lisan yang hidup dan berkembang hampir diseluruh wilayah budaya Minangkabau salah satunya adalah Tradisi Salawat Dulang. 

Pernahkah anda mendengar Tradisi Salawat Dulang? Kali ini Penulis akan menjelaskan definisi, sejarah, bentuk dan ciri khas dari Tradisi Shalawat Dulang.

A. Definisi Salawat Dulang

Shalawat Dulang merupakan salah satu Sastra lisan minangkabau yang bernuansakan islam yang disajikan dalam bentuk vokal dan diiringi oleh pukulan dulang sebagai musik pengiring.

Salawat Dulang berasal dari dua kata, yaitu salawat yang berarti salawat atau doa untuk nabi Muhammad SAW, dan dulang atau talam, yaitu piring besar dari Loyang atau Logam yang biasa digunakan untuk makan bersama.

 Dalam Minangkabau, Salawat Dulang adalah Penceritaan kehidupan Nabi Muhammad SAW, Cerita yang memuji nabi atau cerita yang berhubungan dengan persoalan agama Islam dengan diiringi irama bunyi ketukan jari pada dulang atau piring logam besar itu. (Djamaris, 2022: 150).

Singkatnya, Pertunjukan Salawat Dulang kental dengan nuansa kompetisi antara dua grup yang tampil bersamaan dengan tabuhan dulang (nampan kuningan) berdiameter kisaran 65 cm.  Grup-grup ini biasanya duduk berdekatan dan secara bergantian menabuh dulang dalam tiga sesi, masing-masing sesi ini berdurasi sekitar 30-50 menit.

B. Asal Usul Salawat Dulang

Kesenian ini semula berkembang dari kalangan kelompok Tarekat Syatariyah di Pariaman, pada masa Syeh Burhanuddin. Syeh Bahanuddin dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat shatariyah. Beliau lahir pada awal abad ke-17 (1646-1692 M). Beliau sempat belajar (menuntut ilmu) kepada Syeh Abdul Rauf Ringkel yang kemudian pulang ke Minang pada tahun 1689 M dan mulai menyebarkan agama Islam dari daerah Ulakan, Pariaman. 

Pada saat berdakwah, Syeh Baharuddin teringat kesenian aceh yang fungsinya menghibur sekaligus menyampaikan dakwah, yaitu tim rebana. Kemudian Beliau  mengambil talam atau dulang yang biasanya digunakan untuk makan dan menabuhnya sambil mendendangkan syair dakwah.

Sebagian yang lain meyakini, Salawat Dulang berasal dari kalangan kelompok Tarekat Syatariyah di Tanah Datar sebagai salah satu cara untuk mendiskusikan pelajaran yang mereka terima. Oleh karena itu, teks salawat dulang itu lebih cenderung berisi ajaran tasawuf.(Intisa, Indra, 26 April, 2021). 

Dosen jurusan Sastra Daerah Minangkabau Universitas Andalas, Eka Meigalia dalam sebuah publikasi bersama di Jurnal Pustaka Budaya Vol.6 No.1, Januari 2018, mengatakan bahwa Salawat Dulang berkaitan erat dengan perkembangan Islam di Sumatra Barat. Ada juga yang menghubungkan bahwa Salawat Dulang ditanah datar tidak lepas dari tiga tokoh tanah datar yaitu Tuanku Musajik (1730-1930), Tuanku Limopuluh (1730-1930) dan Katik Rajo (1880-1960). 

C. Pertunjukkan Salawat Dulang

Pertunjukkan Salawat Dulang biasanya diadakan pada malam hari selepas sholat Isya, yaitu mulai pukul 21.00 hingga menjelang sholat Subuh. Pertunjukkan ini sering diadakan dalam rangka memperingati hari-hari besar Agama Islam, Seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra' Mi'raj, Nuzul Qur'an dan Tahun Baru Hijriah.

Salawat Dulang sering juga ditampilkan dalam alek nagari, yaitu perayaan di sebuah nagari dalam rangka pengumpulan dana untuk pembangunan sarana dan prasarana di nagari tersebut.

Dalam pertunjukan salawat dulang, biasanya pendendang duduk berdekatan dan saling menabuh dulang bersamaan atau saling menyambung larik dalam syair. umumnya pendendang adalah laki-laki.

D. Ciri Khas dari Salawat Dulang

Adapun ciri khas dari salawat dulang sebagai berikut : (Intisa, Indra, 26 April, 2021)

  • memakai dulang atau talam sebagai alat musik mengiringi syair.
  • secara tekstual (teks yang sudah dihafalkan) dan kontekstual (tanpa teks sesuai situasi dan kondisi).
  • terdiri atas dua grup yang saling menabuh dulang atau saling menyambung larik.
  • memiliki larik, ada larik yang berirama sama tidak tentu.
  • terdiri atas 3 -- 15 larik
  • terdiri dari 4-8 kata dalam satu larik dan ditambah bunyi penyisip untuk memperbagus irama
  • berisikan bahasa arab yang telah di jelaskan ayat dan arti maknanya kedalam bahasa minangkabau.
  • salawat dulang terdiri dari 5 bagian, yaitu Katubah (khotbah/ imbauan), lagu batang, ya molai, lagu cancang dan penutup.

Kesenian satu ini masih sangat aktif dipertunjukkan di berbagai daerah/ kota di Sumatra Barat. Tercatat masih cukup banyak kelompok pemain Salawat Dulang saat ini dan banyak pula grup baru bermunculan dari waktu ke waktu.

Apa yang membuat Salawat Dulang bisa bertahan? Jawabannya, kemampuan para pemainnya bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan media digital. Para senimannya memanfaatkan berbagai platform media sosial untuk memperluas jangkauan penontonnya.

Kesenian Salawat Dulang termasuk salah satu kesenian tradisi Minangkabau yang tak lekang oleh zaman. Meski zaman sudah sangat berkembang dan alternatif hiburan semakin berkembang, Salawat Dulang tetap eksis di kehidupan masyarakat di Sumatra Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun