Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera bagi kita semua, shalom, om swastiastu. Namo buddhaya, salam kebajikan.
Apa kabar para pembaca yang budiman? Semoga Kesehatan dan keberkahan selalu menyertai kita semua, aamiin.
Pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 yaitu tentang Coaching untuk Supervisi Akademik . Jurnal refleksi ini saya tulis sebagai media untuk mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta praktik baik yang telah saya lakukan selama mengikuti proses Pendidikan Guru Penggerak ( PGP ) Angkatan 7. Refleksi merupakan bentuk evaluasi terhadap diri sendiri dalam memaknai sebuah kejadian. Dan saya akan memaparkannya dengan menggunakan Model 8: Model Driscoll Model ini diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). Model yang dikenal dengan Model "What?" ini pada dasarnya terdiri dari 3 bagian, namun dapat dikembangkan dengan berbagai variasi bergantung pada pertanyaan detail yang dipilih, yaitu: WHAT? (Deskripsi dari peristiwa yang terjadi), kemudian SO WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi), dan terakhir NOW WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi).
Model "What" yang pertama adalah WHAT atau deskripsi dari peristiwa yang terjadi. Modul 2.3 ini merupakan modul terakhir di paket modul 2, yaitu Coaching untuk Supervisi Akademik. Di modul ini saya mempelajari tentang bagaimana melaksanakan coaching untuk supervisi akademik. Di awal modul yaitu alur Mulai dari Diri, saya diminta menjawab beberapa pertanyaan tentang kegiatan supervisi yang pernah saya alami. Sebagai guru yang di supervisi KS tentu saja saya selalu deg-degan pada saat kegiatan supervise.Â
Dulu, saya pikir bahwa coaching sama dengan mentoring, tapi ternyata berbeda. Pemahaman ini saya peroleh setelah saya belajar mandiri di alur eksplorasi konsep. Pada saat ruang kolaborasi, saya juga mendapat penguatan dari fasilitator tentang praktik coaching. Selanjutnya saya dan rekan CGP lainnya berlatih untuk mempraktikkan coaching lewat google meet. Pada sesi ini kami dikelompokkan berpasangan untuk bermain peran sebagai coach dan coachee. Setelah fasilitator memberikan penguatan, kami diminta masuk ke bor yang sudah disiapkan fasilitator untuk berlatih coaching.Â
Secara berpasangan, tiap CGP diminta Latihan coaching dengan tema bebas dan dilaksanakan secara bergantian, jadi kami juga merasakan menjadi coach maupun coachee. Setelah Latihan coaching, kami diminta memberikan refleksi. Kemudian dari refleksi itu, fasilitator memberikan penguatan tentang apa yang di rasa kurang di sesi Latihan, agar pada saat pelaksanaan di rukol selanjutnya bisa lebih baik lagi. Sesi kedua ruang kolaborasi, kami diminta untuk praktik coaching kembali dengan durasi 15 menit setiap CGP. Jadi saya berperan 15 menit sebagai coach dan 15 menit sebagai coachee. CGP diminta merekam kegiatan ini untuk kemudian diunggah ke LMS.
Kemudian, WHAT yang kedua adalah SO WHAT yaitu Analisa dari peristiwa yang terjadi. Rangkain alur yang saya lalui selama mendalami modul 2..3 membuat pemahaman bahwa coaching dilaksanakan bukan dilakukan untuk menilai melainkan mencari solusi dari permasalahan yang ada pada coachee. Pada saya saat awal melakukan praktik coaching, saya merasa bingung dan ragu, apa yang mau saya sampaikan jika saya sebagai coach maupun coachee.Â
Namun itu menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk dapat mengubah keraguan tersebut menjadi pemahaman yang sempurna. Beruntung dalam ruang kolaborasi, kami diberi kesempatan untuk mempraktikkan coaching dengan rekan CGP. Dengan berpedoman alur TIRTA membuat saya lebih terarah dalam melakukan praktik coaching.Â
Meskipun belum maksimal, tapi saya merasa senang dapat mempraktikkan coaching ini dengan baik. Memang perlu latihan yang terus menerus dan jam terbang yang tinggi agar coaching dapat berjalan lancar dan tujuan yang diharapkan coachee dapat tercapai. Praktik coaching ini juga mengajarkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan matang secara sosial emosional.
Disinilah keterampilan sosial emosional digunakan, walaupun belum sempurna, tapi untuk menuju sempurna tentunya diperlukan Latihan terus menerus ya. Selain itu, saya juga merasa lega, plong saat coachee mampu menemukan solusi sendiri dari permasalahan yang dihadapi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Saya juga senang karena dapat membantu rekan untuk memaksimalkan potensi dirinya melalui pertanyaaan-pertanyaan berbobot yang saya berikan.Â
Saya melihat rekan saya (coachee) yang melakukan praktik coaching merasakan hal yang sama. Mereka terlihat senang ketika mampu menemukan solusi sendiri sesuai dengan keinginan dan harapannya. Ketika saya berperan sebagai coachee pun saya merasakan hal yang sama, Bahagia, senang, plong, lega, karena merasa ada yang mau mendengarkan permasalahan saya dan membimbing menemukan solusi.Â
Tentunya praktik coaching ini akan semakin maksimal jika kita sering mempraktikkannya. Usaha itu yang sedang saya lakukan saat ini adalah, jika ada rekan saya yang mendatangi saya untuk meminta solusi, maka saya mencoba untuk mengajak berdialog dengan teknik coaching.Â
Harapannya, saya bisa menstimulasi dan mengeksplorasi ide-ide kreatifnya agar mereka bisa memaksimalkan kinerjanya. Karena saya meyakini, dengan proses coaching, potensi coachee akan muncul maksimal. Dan tentunya mereka akan lebih bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya sendiri dan berkomitmen untuk melakukan perubahan yang lebih baik lagi.
WHAT yang terakhir adalah SO WHAT atau tindak lanjut dari peristiwa tersebut. Kegiatan Coaching bertujuan untuk menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau solusi untuk mengatasi tantangan yang dihadapi sesuai dengan tujuan yang diinginkannya. Dalam hal ini, maka tugas coach hanya mengantarkan melalui mendengarkan aktif dan memberikan pertanyaan pertanyaan berbobot agar coachee merefleksikan sendiri tujuan yang ingin dicapai. Tentunya, hal ini akan berbeda cerita jika saya mengambil langkah yang tidak sesuai dengan tujuan coaching. Hindari menceritakan masalah yang sama ketika melaksanakan coaching kecuali coachee menanyakannya sendiri.Â
Pengalaman hidup dan pengembangan diri yang akan dialami coachee tentu akan berbeda. Mereka hanya dapat mengikuti saran atau masukan yang diberikan coach tanpa menemukan sendiri solusi-solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Hal ini juga membuat potensi diri yang dimiliki coachee tidak akan tumbuh dan berkembang.Â
Lantas bagaimana saya mendapatkan informasi tambahan tentang praktik coaching ini? Selain dari modul 2.3 ini, informasi dan pengetahuan tentang coaching ini juga akan saya dapatkan dari berbagai sumber referensi misalnya artikel ilmiah, buku, video contoh praktik coaching, narasumber, dan lain-lain. Tentunya ini juga membutuhkan dukungan-dukungan dari berbagai pihak, di antaranya pimpinan sekolah, rekan sejawat, keluarga, dan masyarakat sekitar.Â
Harapannya, apa yang sudah saya pelajari ini tentang coaching ini dapat saya bagikan  dengan rekan sejawat agar mereka juga dapat "menuntun" dan memberdayakan potensi murid dan rekan sejawat supaya tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Karena praktek coaching bukan hanya dilaksanakan dengan rekan sejawat melainkan juga bisa dilaksanakan dengan murid. Komitmen saya, saya ingin sekali lebih banyak mempraktekkan coaching ini dengan murid agar saya mampu memahami kebutuhan murid. Dengan memahami kebutuhan murid saya yakin tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Terima kasih sudah membaca tulisan saya ini. Semoga apa yang saya sampaikan lewat tulisan ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Saya masih belajar menulis dengan baik, maka dari itu saran, kritik, masukan saya terima dengan tangan terbuka dan hati lapang. Salam Guru Penggerak, TERGERAK, BERGERAK, MENGGERAKKAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H