Mohon tunggu...
Juli Dwi Susanti
Juli Dwi Susanti Mohon Tunggu... Editor - Guru-Dosen-Penulis-Editor-Blogger

Menulis adalah sedekah kebaikan Yang menjadi obat, therapy, Dan berbagi pengalaman hidup untuk manfaat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Semua Serba Zaman "Online" , tapi Fasilitas Sampai ke Bawah Bagaimana?

1 Juli 2015   13:55 Diperbarui: 1 Juli 2015   19:49 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

zonapaser.blogspot.com

Siang ini aku dan Si Bungsu keluar untuk mencari buah pepaya sebagai bukaan kami nanti. Sedikit heran kulihat banyak anak sekolah berkeliaran bersama orang tuanya. Kecamatan juga penuh dengan orang tua dan anak sekolah. "Astaghfirullah Dek, Ibu lupa hari ini pembukaan sekolah masuk SMP dan SMA/SMK, Nak," kataku sambil nyengir sendiri. Maklum aku sudah melewati masa-masa itu dulu dan bersyukur tidak usah lewat jalur online yang mulai tahun ini PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) wajib dilaksanakan. Alhamdulillah bungsuku sudah kelas XI SMK, itu pun di sekolahku swasta. Lumayan kepsekku sebelumnya memberi keringanan hanya membayar 1/3 dari uang gedung yang sudah ditetapkan. Itu pun bisa dicicil.

Kembali ke online tadi, teringat Senin kemarin, Pak De Becak langgananku sejak 8 tahun lalu datang ke rumah. Dia memang kadang suka kuperbantukan untuk membereskan tempat tinggal yang sekaligus jadi tempat usaha privat. Dulu sering kuminta antar-jemput nomor 2 dan Si Bungsu ke mana-mana, tapi sejak mereka SMP, mereka sudah tidak mau. Malu katanya he he. Nah Si Pak De ini ternyata mau memasukkan anaknya ke SMK Negeri Cibitung. Geli aku mendengarnya.

"Bu, Bu, Pak De dikasih tau dong, okline itu apa ya Bu."

"Okline? Untuk apa, Pak De?"

"Iya bontot kan mau masuk sekolah Bu. Kata anaknya sekarang harus lewat okline atau ongkline ya Bu?" katanya polos.

Aku nyengiiiir saja mendengar itu. "Online, Pak De. Lewat internet sekarang," kataku gitu. "Gini deh, anak Pak De mau masuk mana siiih?" kataku masih senyum geli.

"Katanya maunya SMK 1 Cibitung, Bu. Ga mau yang lain katanya."

"Oh gitu, coba deh Pak De buka di internet yaa, soalnya paketan internet saya lagi habis hari ini. Mungkin tanggal 1 baru saya isi lagi Pak De kataku."

"Nah, itu Bu, katanya bukannya tanggal 1, ooooh gitu."

Kusarankan Pak De mencari SMK-nya terlebih dahulu dan ke panitia barangkali mereka sudah mempunyai persyaratan. "Syukur-syukur Pak De dikasih tahu untuk daftar online-nya bagaimana. Biar pak de punya waktu yaa," kataku. Sambil kuingatkan supaya nanti selesai ngurus bocah sekolah rumahku untuk beres-beres.

Dan besoknya aku hampir melupakan Pak De, namun karena keran rumah rusak, aku terpaksa memanggil beliau lagi. Anak nomor 2 aku mintai tolong memanggil. Siangnya beliau datang ke rumah. Sebentar saja sudah selesai urusan keranku. "Oh ya Pak De jangan lupa besok tanggal 1," kataku.

"Sudah, Bu. Setelah dari Ibu kemarin aku ma bocah langsung ke SMK dan ketemu sama bapak kepseknya sendiri. Baik banget, Bu. Waktu Pak De polos bilang nggak ngerti online, dia langsung ngasih tau bagaimana-bagaimananya. Ke bocah nanti juga suruh ke warnet katanya."

"Oh gitu de, syukurlah."

"Iya kan kata Ibu ada KK, KTP saya, akte lahir dsb.. Nah siang ini saya mau ke puskesmas cari persyaratan keterangan sehat. Agak ribet ya Bu, sekarang, banyak tetek-bengeknya."

"Sabar Pak De. Ya sudah wayahnya (masanya .red) begini sekarang. Harus online dan persyaratan detil lain. Positifnya biar semua punya peluang sama, Pak De, nggak ada yang beli bangku atau oknum yang jual bangku," kataku. "Nah susahnya, seperti Pak De ini agak repot karena tidak ada fasilitas online ya kan?"

Pak De mengangguk sedih. Jadi ga enak lihatnya. Sabar ya Pak De, kataku dalam hati.

Online, semua serba online apa pun, urusan bank, kerja, kesehatan, apalagi pendidikan. Kemajuan globalisasi internet tidak bisa ditunda lagi. Namun, peranti dan fasilitas hingga ke bawah juga belum semua dimiliki. Memang betul orang kecil punya hp tapi sebatas Facebook. Untuk urusan googling searching, belum terlalu familiar. Contohnya Pak De Becak ini. Untung dia mau bertanya dan diarahkan. Seharusnya pemerintah mengerti, globalisasi memang harus disikapi, namun harus diimbangi dengan menyiapkan SDM dan fasilitas internet murah pendukungnya sampe tingkat bawah. Bukannya justru malah menghilangkan tenaga pendidik TIk/KKPI yang seharusnya di saat-saat begini bisa diberdayakan. Lihat CBT online kemarin saja sempat error dan kisruh. Coba bila semua SDM TIK diperbantukan. Tentu tidak sekisruh ini.

Ini perlu jadi pemikiran yang mendalam bagi pemerintah, tidak bisa diabaikan. Kalau mau maju jangan setengah-setengah lagi. Sekarang? Atau tidak sama sekali. Jangan biarkan oknum tetap bermain di tengah celah atau kekurangan pemerintah. Indonesia gitu, apa sih yang tidak diproyekin sama oknum. Lihat saja DPR saja kekeuh sibuk mikirin dana aspirasi yang katanya buat rakyat, yakin? Rakyat yang mana? Atas nama undang-undang? Bukannya malah nanti dana diselewengkan dan dibagi-bagi. Korupsi berjamaah kan memang idolanya Indonesia gitu.

Coba kalau dana 20 miliar tiap anggota Dewan dibelikan fasilitas dan kemajuan rakyat seluruh Indonesia, kan lebih berkah. Yakin deh... tablet buat tiap anak sekolah mah... kecil. Kalah deh Upin-Ipinnya Malaysia, juga negara India yang sudah lebih dahulu melakukan. Ayo Pak Wi, politikus, relawan pemerintah berani nggak... jangan cuma pada bisa comment doang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun