Kusarankan Pak De mencari SMK-nya terlebih dahulu dan ke panitia barangkali mereka sudah mempunyai persyaratan. "Syukur-syukur Pak De dikasih tahu untuk daftar online-nya bagaimana. Biar pak de punya waktu yaa," kataku. Sambil kuingatkan supaya nanti selesai ngurus bocah sekolah rumahku untuk beres-beres.
Dan besoknya aku hampir melupakan Pak De, namun karena keran rumah rusak, aku terpaksa memanggil beliau lagi. Anak nomor 2 aku mintai tolong memanggil. Siangnya beliau datang ke rumah. Sebentar saja sudah selesai urusan keranku. "Oh ya Pak De jangan lupa besok tanggal 1," kataku.
"Sudah, Bu. Setelah dari Ibu kemarin aku ma bocah langsung ke SMK dan ketemu sama bapak kepseknya sendiri. Baik banget, Bu. Waktu Pak De polos bilang nggak ngerti online, dia langsung ngasih tau bagaimana-bagaimananya. Ke bocah nanti juga suruh ke warnet katanya."
"Oh gitu de, syukurlah."
"Iya kan kata Ibu ada KK, KTP saya, akte lahir dsb.. Nah siang ini saya mau ke puskesmas cari persyaratan keterangan sehat. Agak ribet ya Bu, sekarang, banyak tetek-bengeknya."
"Sabar Pak De. Ya sudah wayahnya (masanya .red) begini sekarang. Harus online dan persyaratan detil lain. Positifnya biar semua punya peluang sama, Pak De, nggak ada yang beli bangku atau oknum yang jual bangku," kataku. "Nah susahnya, seperti Pak De ini agak repot karena tidak ada fasilitas online ya kan?"
Pak De mengangguk sedih. Jadi ga enak lihatnya. Sabar ya Pak De, kataku dalam hati.
Online, semua serba online apa pun, urusan bank, kerja, kesehatan, apalagi pendidikan. Kemajuan globalisasi internet tidak bisa ditunda lagi. Namun, peranti dan fasilitas hingga ke bawah juga belum semua dimiliki. Memang betul orang kecil punya hp tapi sebatas Facebook. Untuk urusan googling searching, belum terlalu familiar. Contohnya Pak De Becak ini. Untung dia mau bertanya dan diarahkan. Seharusnya pemerintah mengerti, globalisasi memang harus disikapi, namun harus diimbangi dengan menyiapkan SDM dan fasilitas internet murah pendukungnya sampe tingkat bawah. Bukannya justru malah menghilangkan tenaga pendidik TIk/KKPI yang seharusnya di saat-saat begini bisa diberdayakan. Lihat CBT online kemarin saja sempat error dan kisruh. Coba bila semua SDM TIK diperbantukan. Tentu tidak sekisruh ini.
Ini perlu jadi pemikiran yang mendalam bagi pemerintah, tidak bisa diabaikan. Kalau mau maju jangan setengah-setengah lagi. Sekarang? Atau tidak sama sekali. Jangan biarkan oknum tetap bermain di tengah celah atau kekurangan pemerintah. Indonesia gitu, apa sih yang tidak diproyekin sama oknum. Lihat saja DPR saja kekeuh sibuk mikirin dana aspirasi yang katanya buat rakyat, yakin? Rakyat yang mana? Atas nama undang-undang? Bukannya malah nanti dana diselewengkan dan dibagi-bagi. Korupsi berjamaah kan memang idolanya Indonesia gitu.
Coba kalau dana 20 miliar tiap anggota Dewan dibelikan fasilitas dan kemajuan rakyat seluruh Indonesia, kan lebih berkah. Yakin deh... tablet buat tiap anak sekolah mah... kecil. Kalah deh Upin-Ipinnya Malaysia, juga negara India yang sudah lebih dahulu melakukan. Ayo Pak Wi, politikus, relawan pemerintah berani nggak... jangan cuma pada bisa comment doang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H