Dalam beberapa tahun terakhir, keberadaan pinjaman online atau pinjol telah menjadi fenomena yang tak terhindarkan di tengah masyarakat Indonesia.Â
Awalnya, pinjol menawarkan solusi cepat bagi mereka yang membutuhkan dana darurat.Â
Namun, di balik kepraktisan ini, tersembunyi ancaman besar yang mengintai, terutama bagi masyarakat dengan kondisi finansial rentan.Â
Banyak cerita bermunculan tentang orang-orang yang hanya ingin memenuhi kebutuhan mendesak tetapi akhirnya terperangkap dalam lingkaran utang yang sulit diakhiri.Â
Tragisnya, mayoritas korban dari jeratan pinjol ini berasal dari kalangan miskin. Pertanyaannya, mengapa pinjol begitu sering menyasar kelompok masyarakat ini?
Apakah ini sekadar kebetulan atau sebenarnya ada pola sistematis yang digunakan oleh penyedia pinjaman online untuk menargetkan orang miskin?Â
Untuk memahami hal ini, kita perlu menelaah bagaimana pinjol bekerja, dampaknya terhadap korban, dan apa yang membuat mereka begitu sulit dihindari.
Strategi Bisnis Pinjol: Keuntungan Jangka Pendek di Atas Segalanya
Sebagai entitas bisnis, pinjol berorientasi pada keuntungan. Sayangnya, banyak di antaranya tidak memprioritaskan etika atau tanggung jawab sosial. Yang penting bagi mereka adalah keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat mungkin.Â
Untuk itu, mereka menargetkan kelompok masyarakat yang paling rentan secara finansial, yaitu mereka yang memiliki kebutuhan mendesak tetapi tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal, seperti bank.
Mengapa orang miskin menjadi sasaran utama? Jawabannya sederhana: bank tidak memberikan akses yang mudah bagi mereka yang tidak memiliki slip gaji atau jaminan.Â