Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Paradoks Kesuksesan: Mengapa Semakin Sukses, Semakin Stres?

27 Oktober 2024   06:00 Diperbarui: 27 Oktober 2024   06:33 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian besar hidup kita dihabiskan untuk mengejar tujuan besar---karier yang sukses, penghasilan yang tinggi, atau bahkan menjadi ahli di bidang tertentu. 

Kita sering berpikir, "Ketika saya mencapai itu, saya akan bahagia." Namun, saat kita sampai di titik itu, ada perasaan kosong yang aneh. 

Mungkin euforia awal muncul, tetapi tidak berlangsung lama. Kita mulai bertanya-tanya, "Hanya ini?"

Ini adalah pertanyaan yang wajar. Mungkin masalahnya bukan terletak pada kesuksesan itu sendiri, tetapi bagaimana kita mendefinisikan apa itu kesuksesan.

Definisi Kesuksesan yang Salah Kaprah

Mari kita mundur sejenak. Coba ingat, ketika Anda masih kecil, apa yang menjadi ukuran kesuksesan Anda? Apa harapan orang tua Anda tentang kesuksesan? 

Biasanya, kita diberitahu bahwa sukses berarti memiliki jabatan tinggi, bisnis yang besar, atau penghasilan yang melimpah.

Namun, apakah itu yang sebenarnya kita inginkan dalam hidup?

Ketika kita mengejar taraf kesuksesan yang diciptakan oleh orang lain---baik dari norma sosial atau ekspektasi orang tua---kita mungkin merasa hampa ketika mencapainya. 

Orang lain mungkin memuji pencapaian kita, tetapi di dalam hati, kita merasa tidak puas.

Arrival Fallacy: Kesalahan Persepsi Tentang Pencapaian

Kita semua pernah terjebak dalam apa yang disebut sebagai Arrival Fallacy, yaitu keyakinan bahwa setelah mencapai tujuan tertentu, kita akan hidup bahagia selamanya. 

Namun kenyataannya, ketika kita sampai di sana, kegembiraan itu berangsur hilang. Kita mulai bertanya-tanya, "Apakah hanya ini yang ada?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun