Namun, kenyataannya, kapitalisme menggunakan popularitas konten-konten tersebut untuk membentuk cara berpikir kita.Â
Kita didorong untuk mengejar standar hidup yang sebenarnya mungkin tidak realistis atau tidak sesuai dengan kebutuhan pribadi kita.Â
Dalam prosesnya, kita secara tidak sadar menjadi bagian dari roda kapitalisme, di mana kebahagiaan dan kesuksesan diukur dari jumlah harta dan barang yang dimiliki.
Ini tentu menimbulkan banyak masalah, terutama di kalangan pengguna media sosial yang merasa tertekan ketika standar hidup tersebut tidak tercapai.Â
Banyak orang yang akhirnya merasa gagal dan terjebak dalam perasaan tidak cukup, padahal standar tersebut hanya merupakan konstruksi kapitalis yang tidak mencerminkan realitas kehidupan.Â
Kita tidak tahu latar belakang sebenarnya dari orang-orang yang kita lihat di media sosial, dan sering kali cerita tentang "keberhasilan dari nol" hanyalah narasi yang diciptakan untuk menambah daya tarik konten.
Ketergantungan pada Teknologi: Kapitalisme dalam Genggaman
Seiring dengan kemajuan teknologi, kapitalisme juga menemukan jalannya untuk semakin menancapkan cengkeramannya dalam kehidupan kita.Â
Jika dulu kehidupan sehari-hari lebih bersifat fisik, seperti berbincang dengan keluarga saat bangun tidur atau memulai hari dengan sarapan, kini semua itu tergantikan oleh aktivitas digital.Â
Sering kali, hal pertama yang kita lakukan begitu membuka mata adalah memeriksa notifikasi di smartphone kita.Â
Dalam hitungan detik, kita sudah terhubung kembali dengan dunia digital, yang tidak lain adalah hasil dari sistem kapitalisme.
Teknologi yang kita gunakan, mulai dari handphone hingga internet, memungkinkan kapitalis untuk mengumpulkan data pribadi kita.Â