Ayah kemudian berkata kepada anaknya, "Inilah hidup, nak. Orang lain akan selalu punya pendapat. Lakukan saja apa yang menurutmu baik. Jika kamu lelah, naiklah keledai, dan nanti kita gantian. Soal omongan orang, biarkan saja."
Cerita ini mengajarkan kita bahwa kita tidak bisa memuaskan semua orang. Persepsi orang lain terhadap tindakan kita akan selalu ada, baik itu positif maupun negatif.Â
Yang paling penting adalah bagaimana kita memfilter persepsi tersebut dan tetap fokus pada tujuan kita sendiri.
Jangan Terlalu Memikirkan Pendapat Orang Lain
Memikirkan pendapat orang lain secara berlebihan dapat membuat kita kehilangan arah.Â
Ketika kita terlalu memikirkan apa yang orang lain katakan tentang kita, kita berisiko kehilangan fokus pada visi dan tujuan kita sendiri. Ada kalanya, kita harus bersikap masa bodoh terhadap apa yang orang lain pikirkan atau katakan.
Sikap masa bodoh ini bukan berarti kita tidak peduli sama sekali terhadap orang lain. Namun, kita harus memiliki kemampuan untuk memilah mana pendapat yang relevan dan mana yang tidak.Â
Jika kita terlalu mengikuti pendapat orang lain, kita akan terombang-ambing oleh berbagai opini yang datang dari berbagai arah. Akhirnya, kita yang akan rugi.
Selama apa yang kita lakukan tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hukum, dan relevan dengan tujuan kita, maka kita harus terus melangkah.Â
Perkara ada yang suka atau tidak suka, itu adalah hal yang wajar. Semua orang berhak memberikan pendapat, tetapi kita juga berhak menentukan jalan kita sendiri.
Kapan Harus Mendengarkan Pendapat Orang Lain?
Tidak semua pendapat orang lain harus kita abaikan. Ada kalanya, pendapat tersebut bisa memberikan kontribusi positif bagi kemajuan kita. Jadi, kapan waktu yang tepat untuk mendengarkan pendapat orang lain?
Jika seseorang memberikan masukan yang konstruktif, masuk akal, dan relevan dengan apa yang kita lakukan, maka pendapat tersebut patut dipertimbangkan.Â