Isu hak pensiun bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik.
Masyarakat luas mempertanyakan keadilan dari kebijakan yang memberikan pensiun seumur hidup kepada anggota DPR yang hanya menjabat selama lima tahun.Â
Hal ini dipandang kontras dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang harus bekerja puluhan tahun untuk mendapatkan hak pensiun yang setara.
Di tengah tekanan ekonomi dan defisit anggaran negara, kebijakan pensiun anggota DPR menimbulkan banyak pertanyaan: apakah kebijakan ini adil? Apakah keistimewaan yang diberikan kepada para wakil rakyat ini proporsional dengan beban kerja mereka? Dan mengapa hingga saat ini UU yang mengatur pensiun anggota DPR ini belum juga direvisi?
Hak Pensiun Seumur Hidup yang Kontroversial
Salah satu aspek yang paling kontroversial dari kebijakan pensiunan anggota DPR adalah pemberian hak pensiun seumur hidup.Â
Setelah hanya bekerja selama lima tahun sebagai anggota parlemen, mereka tetap berhak menerima pensiun sepanjang sisa hidupnya.Â
Tidak hanya itu, apabila anggota DPR tersebut meninggal, hak pensiun akan dialihkan kepada pasangan hidupnya.Â
Dan yang lebih mengundang kontroversi, jika pasangan juga meninggal dunia, hak pensiun tersebut masih dapat diwariskan kepada anak-anak mereka yang belum berusia 25 tahun.
Banyak yang menganggap kebijakan ini sebagai salah satu bentuk ketidakadilan yang sangat mencolok.Â
Bagaimana mungkin seseorang yang bekerja selama lima tahun mendapatkan hak pensiun seumur hidup, sementara ASN harus bekerja minimal 20 tahun untuk mendapatkan hak pensiun yang tidak sebesar yang diterima anggota DPR?Â