Sementara itu, 52,2% digunakan untuk membeli peralatan rumah tangga, 41% untuk peralatan elektronik, dan 34,5% untuk membeli laptop.Â
Bahkan, 32,9% digunakan untuk perawatan tubuh. Ini menunjukkan bahwa mayoritas penggunaan paylater ditujukan untuk kebutuhan konsumtif.
Lebih parahnya lagi, banyak dari masyarakat yang juga terjerat dalam utang melalui pinjaman online (pinjol).Â
Per Agustus 2024, jumlah pinjaman yang diambil oleh masyarakat Indonesia melalui pinjol mencapai Rp72,3 triliun.Â
Ini adalah angka yang sangat besar, dan jika dibiarkan, utang ini berpotensi meningkat menjadi lebih dari Rp114 triliun hanya dalam waktu satu tahun.Â
Fenomena ini menunjukkan betapa seriusnya masalah utang di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat yang bergantung pada fasilitas pinjaman berbunga tinggi ini.
Usia Produktif Terjebak Utang
Satu hal yang sangat mengkhawatirkan adalah bahwa mayoritas pengguna paylater dan pinjol berada di usia produktif, yaitu antara 19 hingga 35 tahun.Â
Pada usia ini, seseorang seharusnya berada dalam puncak produktivitas, memiliki potensi besar untuk bekerja dan menghasilkan pendapatan yang signifikan.Â
Namun, banyak di antara mereka yang justru terjebak dalam lingkaran utang konsumtif, baik dari paylater maupun pinjaman online.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun mereka berada dalam usia produktif, pola pengelolaan keuangan yang buruk dapat menghambat potensi untuk mencapai kesejahteraan finansial.Â
Alih-alih menabung atau berinvestasi, banyak dari mereka yang harus mengalokasikan pendapatan mereka untuk membayar cicilan utang yang terus menumpuk.Â