Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Daya Beli Melemah, Namun Liburan Tetap Jalan

12 September 2024   06:00 Diperbarui: 17 September 2024   09:14 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi liburan. sumber: freepik

Di tengah situasi ekonomi yang kerap dibicarakan karena pelemahan daya beli masyarakat dan meningkatnya ketergantungan pada tabungan, ada sebuah fenomena menarik yang tampaknya tidak seragam di berbagai lapisan sosial. 

Meskipun banyak yang merasakan beban finansial yang berat, justru di sisi lain, aktivitas konsumtif seperti traveling tetap berjalan lancar, bahkan meningkat. 

Hal ini memicu pertanyaan besar: bagaimana mungkin daya beli masyarakat yang melemah tidak menghalangi orang-orang untuk berlibur?

Daya Beli Masyarakat yang Melemah: Fakta dan Data

Isu daya beli masyarakat yang melemah bukanlah hal baru. Banyak indikator ekonomi menunjukkan penurunan kekuatan konsumsi masyarakat, khususnya di kalangan kelas menengah. 

Salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur daya beli adalah indeks keyakinan konsumen (IKK), yang menunjukkan seberapa optimistis masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ke depan. 

Selama tiga bulan berturut-turut, pada tahun 2024, indeks ini terus turun dari level 127 ke level 123. 

Meskipun angka ini masih berada di atas 100, yang berarti masyarakat masih optimistis, tren penurunannya menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap masa depan ekonomi.

Kelas menengah, yang selama ini menjadi penggerak utama konsumsi domestik, mulai merasakan dampaknya. 

Banyak dari mereka yang terpaksa ‘makan tabungan’ untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama karena inflasi yang terus meningkat. 

Tidak hanya itu, banyak juga yang mengalami penurunan status ekonomi, yang dalam istilah populer sering disebut ‘turun kasta’.

Fenomena melemahnya daya beli ini tidak hanya dirasakan secara individu, tetapi juga terlihat dari segi makro. 

Misalnya, penurunan penjualan barang-barang non-pokok seperti elektronik dan otomotif. 

Bahkan sektor properti, yang biasanya menjadi indikator kekuatan daya beli masyarakat kelas menengah atas, menunjukkan tanda-tanda perlambatan.

Namun, di tengah semua indikator yang menunjukkan pelemahan ini, ada satu hal yang menarik perhatian: minat masyarakat terhadap traveling justru tidak menurun. 

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah perjalanan wisatawan domestik, bahkan di tengah penurunan daya beli yang dialami sebagian besar masyarakat.

Fenomena Traveling di Tengah Krisis Ekonomi

Data BPS pada Juli 2024 mencatat bahwa jumlah perjalanan wisatawan domestik mencapai 77,24 juta, meningkat 4,83% dibandingkan dengan Juli 2023. 

Ini merupakan bukti bahwa meskipun daya beli masyarakat sedang mengalami pelemahan, kebutuhan untuk berlibur tetap menjadi prioritas bagi banyak orang.

Pulau Jawa, terutama Jawa Timur, menjadi destinasi favorit bagi wisatawan domestik. 

Kota-kota seperti Malang, Surabaya, dan Banyuwangi kerap menjadi pilihan utama, bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena fasilitas wisata yang terus berkembang. 

Jawa Timur berhasil mempertahankan posisinya sebagai destinasi wisata nomor satu di Indonesia. 

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi sedang tidak stabil, sektor pariwisata tetap tumbuh dan bahkan menjadi salah satu sektor yang paling tangguh.

Namun, fenomena ini tidak hanya terbatas pada wisata domestik. 

Banyak orang Indonesia yang tetap melakukan perjalanan ke luar negeri, meskipun kondisi keuangan pribadi mereka mungkin tidak sebaik yang diharapkan. 

Generasi milenial dan Gen Z tampaknya menjadi kelompok yang paling gemar melakukan perjalanan wisata, baik di dalam maupun luar negeri.

Meningkatnya Utang di Kalangan Generasi Muda

Salah satu dampak dari gaya hidup konsumtif ini adalah meningkatnya utang di kalangan generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial. 

Meskipun tidak semua utang ini digunakan untuk traveling, gaya hidup konsumtif yang meliputi liburan dan belanja tentu berkontribusi pada jumlah utang tersebut.

Generasi milenial dan Gen Z tampaknya memiliki pandangan yang berbeda mengenai manajemen keuangan. 

Bagi banyak dari mereka, pengalaman berlibur dianggap sebagai sesuatu yang lebih bernilai dibandingkan dengan menabung atau membeli aset jangka panjang. 

Ini berakar pada tren global di mana pengalaman sering kali dianggap lebih penting daripada kepemilikan material. 

Oleh karena itu, banyak dari mereka yang rela mengorbankan stabilitas finansial demi bisa menikmati momen liburan.

Mengapa Traveling Tetap Menjadi Prioritas?

Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa traveling tetap menjadi prioritas di tengah kondisi ekonomi yang sulit? Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan fenomena ini.

1. Melarikan diri dari Tekanan Hidup Sehari-hari

Traveling dianggap sebagai pelarian dari tekanan hidup sehari-hari. Di tengah ekonomi yang tidak menentu dan beban kerja yang semakin berat, liburan menawarkan kesempatan untuk merilekskan pikiran dan tubuh. 

Bagi banyak orang, traveling bukan lagi sekadar kegiatan mewah, tetapi kebutuhan untuk menjaga kesehatan mental.

2. FOMO (Fear of Missing Out)

Media sosial memegang peran penting dalam mendorong masyarakat untuk tetap berlibur, meskipun kondisi keuangan tidak ideal. 

Di era digital, orang sering kali merasa tertinggal jika mereka tidak melakukan aktivitas yang sama dengan teman atau kerabat mereka. 

FOMO atau takut ketinggalan inilah yang mendorong banyak orang untuk tetap berlibur meskipun harus menggunakan tabungan atau bahkan berutang.

3. Harga yang Terjangkau dan Kemudahan Akses

Kemajuan teknologi dan munculnya platform travel online telah memudahkan masyarakat untuk mencari promo dan penawaran perjalanan yang lebih murah. 

Tiket pesawat, hotel, hingga paket liburan sering kali ditawarkan dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga membuat liburan terasa lebih ‘mungkin’ dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat.

Manajemen Keuangan yang Bijak untuk Traveling

Meski demikian, penting untuk tetap bijak dalam mengelola keuangan, terutama ketika merencanakan liburan. 

Liburan yang tidak terencana dengan baik bisa berujung pada masalah finansial yang lebih besar, terutama jika menggunakan utang untuk membiayai perjalanan. 

Berikut adalah beberapa tips yang bisa diterapkan untuk merencanakan liburan tanpa merusak kondisi keuangan:

1. Buat Tabungan Khusus untuk Liburan

Salah satu cara paling efektif untuk memastikan bahwa liburan tidak membebani keuangan adalah dengan membuat tabungan khusus untuk liburan. 

Menyisihkan 10% dari pendapatan setiap bulan untuk dimasukkan ke dalam tabungan ini dapat membantu Anda merencanakan liburan dengan lebih baik tanpa mengganggu anggaran kebutuhan sehari-hari.

2. Manfaatkan Investasi untuk Dana Liburan

Selain menabung, Anda juga bisa memanfaatkan investasi untuk mempersiapkan dana liburan. 

Investasi dalam bentuk logam mulia, emas, atau reksa dana dapat memberikan hasil yang cukup untuk mendukung rencana liburan Anda. 

Dengan demikian, Anda bisa mendapatkan dana tambahan tanpa harus mengorbankan tabungan utama atau dana darurat.

3. Hindari Menggunakan Utang untuk Liburan

Sangat penting untuk tidak menggunakan utang sebagai sumber dana untuk liburan. 

Menggunakan kartu kredit atau pinjaman untuk membiayai liburan bisa menjadi jebakan yang sulit dihindari, terutama jika Anda tidak memiliki rencana pembayaran yang jelas. 

Ingatlah bahwa liburan seharusnya menjadi momen untuk bersantai, bukan sumber stress tambahan karena masalah utang.

4. Rencanakan Anggaran Liburan dengan Detail

Sebelum memutuskan untuk berlibur, buatlah anggaran yang jelas. 

Tentukan berapa banyak yang bisa Anda belanjakan untuk tiket, akomodasi, makanan, dan aktivitas. 

Dengan memiliki anggaran yang rinci, Anda bisa menghindari pengeluaran berlebih yang dapat merusak stabilitas keuangan.

Kesimpulan

Meskipun daya beli masyarakat Indonesia sedang melemah, minat terhadap traveling tetap kuat, terutama di kalangan generasi milenial dan Gen Z. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa bagi banyak orang, traveling adalah kebutuhan emosional yang tidak bisa diabaikan, bahkan ketika situasi keuangan pribadi tidak ideal. 

Namun, agar liburan tidak berdampak buruk pada stabilitas keuangan, penting untuk merencanakan dengan matang dan mengelola dana liburan secara bijak.

Ingatlah untuk tidak mengorbankan keuangan demi liburan. Liburan seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan, bukan sumber masalah finansial. 

Dengan perencanaan yang baik, Anda bisa menikmati liburan tanpa perlu khawatir soal keuangan setelahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun